Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan tantangan keberlangsungan ekonomi Indonesia ke depan akan berasal dari eksternal termasuk situasi geopolitik yang tidak menentu hingga agresivitas kebijakan negara maju.
“Tantangan ke depan seperti apa? Well, it is certainly coming from luar,” katanya dalam acara Soft Launching Buku: Keeping Indonesia Safe from COVID-19 di Jakarta, Jumat.
Sri Mulyani menuturkan tekanan geopolitik termasuk perang merupakan situasi yang sangat sulit diprediksi mengingat jika kemarin dunia terfokus pada perang Ukraina dan Rusia kini tiba-tiba mengarah ke Taiwan dan China.
Situasi geopolitik yang tidak menentu tersebut menimbulkan berbagai gejolak termasuk krisis harga energi, pangan dan pupuk saat ini akibat perang Rusia dan Ukraina.
Selain itu, langkah The Federal Reserve (The Fed) yang menaikkan suku bunganya secara lebih agresif turut menambah tantangan bagi berbagai negara termasuk negara berkembang seperti Indonesia.
Baca juga: Digitalisasi persempit peluang praktik korupsi, kata Sri Mulyani
Sri Mulyani mengibaratkan langkah The Fed dalam menaikkan suku bunga secara agresif seperti orang menggunakan antibiotik dengan dosis tinggi untuk mengobati suatu penyakit dalam tubuh.
“Ini sudah menggunakan instrumen kebijakan yang sangat powerfull. Nanti siapa yang kena terlebih dahulu dari antibiotiknya? Apa kah penyakitnya yaitu inflasi? Atau growth-nya atau excess-nya,” kata Sri Mulyani.
Menurutnya, apabila badan atau fondasi pemulihan Amerika Serikat belum kuat maka langkah The Fed yang awalnya ditujukan untuk menekan laju inflasi justru membuat pertumbuhan ekonominya tertahan.
“Bisa saja badannya tidak kuat, yang mau dihajar inflasi yang kena growth-nya duluan. We never know apa yang akan terjadi tergantung data ke depan. Tapi apapun itu harus kita antisipasi. The same thing di Eropa,” jelasnya.
Sri Mulyani mengingatkan bahwa tidak akan ada yang pernah tahu situasi yang akan terjadi ke depan sehingga saat ini data menjadi aspek penting dalam melihat potensi di masa depan dan mengantisipasi spillover effect dari kebijakan negara maju.
“Itu yang harus kita hadapi yaitu spillover dari ekonomi maupun kebijakan negara-negara yang mereka adopsi,” tegasnya.
Baca juga: Sri Mulyani sebut Jokowi sangat utamakan kualitas pendidikan
Baca juga: Anggaran perlindungan sosial ditambah Rp18,6 triliun, kata Sri Mulyani
Baca juga: APBN jadi 'shock absorber' hadapi gejolak global, kata Sri Mulyani
“Tantangan ke depan seperti apa? Well, it is certainly coming from luar,” katanya dalam acara Soft Launching Buku: Keeping Indonesia Safe from COVID-19 di Jakarta, Jumat.
Sri Mulyani menuturkan tekanan geopolitik termasuk perang merupakan situasi yang sangat sulit diprediksi mengingat jika kemarin dunia terfokus pada perang Ukraina dan Rusia kini tiba-tiba mengarah ke Taiwan dan China.
Situasi geopolitik yang tidak menentu tersebut menimbulkan berbagai gejolak termasuk krisis harga energi, pangan dan pupuk saat ini akibat perang Rusia dan Ukraina.
Selain itu, langkah The Federal Reserve (The Fed) yang menaikkan suku bunganya secara lebih agresif turut menambah tantangan bagi berbagai negara termasuk negara berkembang seperti Indonesia.
Baca juga: Digitalisasi persempit peluang praktik korupsi, kata Sri Mulyani
Sri Mulyani mengibaratkan langkah The Fed dalam menaikkan suku bunga secara agresif seperti orang menggunakan antibiotik dengan dosis tinggi untuk mengobati suatu penyakit dalam tubuh.
“Ini sudah menggunakan instrumen kebijakan yang sangat powerfull. Nanti siapa yang kena terlebih dahulu dari antibiotiknya? Apa kah penyakitnya yaitu inflasi? Atau growth-nya atau excess-nya,” kata Sri Mulyani.
Menurutnya, apabila badan atau fondasi pemulihan Amerika Serikat belum kuat maka langkah The Fed yang awalnya ditujukan untuk menekan laju inflasi justru membuat pertumbuhan ekonominya tertahan.
“Bisa saja badannya tidak kuat, yang mau dihajar inflasi yang kena growth-nya duluan. We never know apa yang akan terjadi tergantung data ke depan. Tapi apapun itu harus kita antisipasi. The same thing di Eropa,” jelasnya.
Sri Mulyani mengingatkan bahwa tidak akan ada yang pernah tahu situasi yang akan terjadi ke depan sehingga saat ini data menjadi aspek penting dalam melihat potensi di masa depan dan mengantisipasi spillover effect dari kebijakan negara maju.
“Itu yang harus kita hadapi yaitu spillover dari ekonomi maupun kebijakan negara-negara yang mereka adopsi,” tegasnya.
Baca juga: Sri Mulyani sebut Jokowi sangat utamakan kualitas pendidikan
Baca juga: Anggaran perlindungan sosial ditambah Rp18,6 triliun, kata Sri Mulyani
Baca juga: APBN jadi 'shock absorber' hadapi gejolak global, kata Sri Mulyani