Sampit (ANTARA) - Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Muhammad Kurniawan Anwar mengusulkan pembentukan Satuan Tugas Pengawasan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk mencegah dan menindak penyimpangan penyaluran BBM bersubsidi.
"Kami menyarankan agar pembentukan tim khusus untuk pengawasan dari DPRD, pemerintah daerah, kepolisian, TNI, kejaksaan, juga Pertamina dan sub bidang lainnya. Ini harus disepakati karena perlu ada kolaborasi dan perlu adanya sinergitas kita semua," kata Ketua Komisi IV DPRD Kotawaringin Timur, Muhammad Kurniawan Anwar di Sampit, Selasa.
Menurutnya, sudah banyak pengakuan terkait adanya pungutan ratusan ribu oleh oknum tertentu agar sopir bisa antre mendapatkan solar bersubsidi di SPBU. Sayangnya rahasia umum ini belum bisa diungkap oleh penegak hukum.
Diduga, suburnya penyimpangan BBM bersubsidi terjadi karena besarnya disparitas harga antara BBM bersubsidi dengan BBM nonsubsidi. Contohnya, harga solar bersubsidi di SPBU hanya Rp5.150 per liter, sedangkan harga Dexlite mencapai Rp18.150/liter.
Perbedaan harga itulah yang membuka peluang terjadinya penyimpangan oleh pihak tidak bertanggung jawab. Solar bersubsidi bisa saja diselewengkan dengan dijual ke industri. Contoh lain, solar bersubsidi justru lebih mudah didapatkan di eceran namun dengan harga mencapai Rp15.000/liter.
Kurniawan mengaku pernah mencoba sendiri untuk membeli solar bersubsidi di SPBU menggunakan mobil pikap. Dia harus antre lama jika ingin mendapatkan BBM dengan harga murah tersebut, sehingga ini tentu tidak efisien lagi bagi pelaku usaha.
Kolaborasi diperlukan karena Pertamina mengaku hanya memiliki kewenangan pengawas di areal SPBU. Sedangkan di luar areal SPBU, pengawasannya menjadi wewenang Kepolisian, Dinas Perhubungan dan pemerintah daerah.
Baca juga: Pertamina beri sanksi tujuh SPBU di Kalteng
Untuk itulah Kurniawan mengusulkan agar tim khusus tersebut dibentuk dengan melibatkan banyak instansi terkait. Tujuannya agar pengawasan bisa dilakukan banyak pihak sehingga potensi kecurangan semakin kecil.
"Kalau hanya satu instansi yang melaksanakan maka bisa terjadi seperti yang dikatakan tadi yaitu main mata. Kalau dua instansi masih bisa terjadi main mata. Tetapi kalau tiga hingga lima instansi yang melakukan pengawasan bersama maka akan kesulitan bermain mata. Kami di komisi IV juga siap terlibat dalam pengawasan ini," ujar Kurniawan.
Kurniawan menyoroti sikap Dinas Perhubungan yang selama ini mengeluhkan soal tidak ada anggaran untuk melaksanakan pengawasan secara optimal. Menurutnya, hal itu sebenarnya ada solusi jika memang benar-benar ingin menjalankannya.
"Jangan sampai bilang tidak ada anggarannya kami sudah berkonsultasi ke Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Tengah dan Kementerian Perhubungan. Bahkan dari Kementerian Perhubungan pun siap kalau diundang ke sini, kalau perlu semacam regulasi yang jelas kami sudah koordinasi dan saya ada kontak mereka. Mereka sudah siap," timpal Kurniawan.
Kurniawan menegaskan, kondisi yang terjadi saat ini adalah ketidakadilan pembagian kuota. Pengaturan diduga dilakukan oleh oknum tertentu sehingga mereka yang mendapat kuota maka akan bisa masuk ke SPBU, sedangkan yang tidak punya kuota harus antre lama.
Sementara itu, Sales Branch Manager Pertamina Kalimantan Tengah, Hutama Yoga Wisesa menyambut baik jika memang dibentuk tim di daerah untuk memaksimalkan pengawasan. Dia justru senang karena itu akan sangat membantu pihaknya dalam memastikan distribusi BBM bersubsidi berjalan lancar dan tepat sasaran.
"Kami juga tegas jika terbukti ada pelanggaran di SPBU. Saya selama empat bulan di sini (Kalimantan Tengah) sudah ada tujuh SPBU yang saya tutup penyalurannya karena memang dia terbukti secara bukti yang kuat dia menyalahgunakan BBM bersubsidi," demikian Wisesa.
Baca juga: Pekan Raya Sampit wadahi tingginya antusiasme pelaku UMKM
Baca juga: Forum Puspa Kotim diminta bantu pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak
Baca juga: Dukung aspirasi ratusan sopir, DPRD Kotim dorong penindakan penyimpangan BBM
"Kami menyarankan agar pembentukan tim khusus untuk pengawasan dari DPRD, pemerintah daerah, kepolisian, TNI, kejaksaan, juga Pertamina dan sub bidang lainnya. Ini harus disepakati karena perlu ada kolaborasi dan perlu adanya sinergitas kita semua," kata Ketua Komisi IV DPRD Kotawaringin Timur, Muhammad Kurniawan Anwar di Sampit, Selasa.
Menurutnya, sudah banyak pengakuan terkait adanya pungutan ratusan ribu oleh oknum tertentu agar sopir bisa antre mendapatkan solar bersubsidi di SPBU. Sayangnya rahasia umum ini belum bisa diungkap oleh penegak hukum.
Diduga, suburnya penyimpangan BBM bersubsidi terjadi karena besarnya disparitas harga antara BBM bersubsidi dengan BBM nonsubsidi. Contohnya, harga solar bersubsidi di SPBU hanya Rp5.150 per liter, sedangkan harga Dexlite mencapai Rp18.150/liter.
Perbedaan harga itulah yang membuka peluang terjadinya penyimpangan oleh pihak tidak bertanggung jawab. Solar bersubsidi bisa saja diselewengkan dengan dijual ke industri. Contoh lain, solar bersubsidi justru lebih mudah didapatkan di eceran namun dengan harga mencapai Rp15.000/liter.
Kurniawan mengaku pernah mencoba sendiri untuk membeli solar bersubsidi di SPBU menggunakan mobil pikap. Dia harus antre lama jika ingin mendapatkan BBM dengan harga murah tersebut, sehingga ini tentu tidak efisien lagi bagi pelaku usaha.
Kolaborasi diperlukan karena Pertamina mengaku hanya memiliki kewenangan pengawas di areal SPBU. Sedangkan di luar areal SPBU, pengawasannya menjadi wewenang Kepolisian, Dinas Perhubungan dan pemerintah daerah.
Baca juga: Pertamina beri sanksi tujuh SPBU di Kalteng
Untuk itulah Kurniawan mengusulkan agar tim khusus tersebut dibentuk dengan melibatkan banyak instansi terkait. Tujuannya agar pengawasan bisa dilakukan banyak pihak sehingga potensi kecurangan semakin kecil.
"Kalau hanya satu instansi yang melaksanakan maka bisa terjadi seperti yang dikatakan tadi yaitu main mata. Kalau dua instansi masih bisa terjadi main mata. Tetapi kalau tiga hingga lima instansi yang melakukan pengawasan bersama maka akan kesulitan bermain mata. Kami di komisi IV juga siap terlibat dalam pengawasan ini," ujar Kurniawan.
Kurniawan menyoroti sikap Dinas Perhubungan yang selama ini mengeluhkan soal tidak ada anggaran untuk melaksanakan pengawasan secara optimal. Menurutnya, hal itu sebenarnya ada solusi jika memang benar-benar ingin menjalankannya.
"Jangan sampai bilang tidak ada anggarannya kami sudah berkonsultasi ke Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Tengah dan Kementerian Perhubungan. Bahkan dari Kementerian Perhubungan pun siap kalau diundang ke sini, kalau perlu semacam regulasi yang jelas kami sudah koordinasi dan saya ada kontak mereka. Mereka sudah siap," timpal Kurniawan.
Kurniawan menegaskan, kondisi yang terjadi saat ini adalah ketidakadilan pembagian kuota. Pengaturan diduga dilakukan oleh oknum tertentu sehingga mereka yang mendapat kuota maka akan bisa masuk ke SPBU, sedangkan yang tidak punya kuota harus antre lama.
Sementara itu, Sales Branch Manager Pertamina Kalimantan Tengah, Hutama Yoga Wisesa menyambut baik jika memang dibentuk tim di daerah untuk memaksimalkan pengawasan. Dia justru senang karena itu akan sangat membantu pihaknya dalam memastikan distribusi BBM bersubsidi berjalan lancar dan tepat sasaran.
"Kami juga tegas jika terbukti ada pelanggaran di SPBU. Saya selama empat bulan di sini (Kalimantan Tengah) sudah ada tujuh SPBU yang saya tutup penyalurannya karena memang dia terbukti secara bukti yang kuat dia menyalahgunakan BBM bersubsidi," demikian Wisesa.
Baca juga: Pekan Raya Sampit wadahi tingginya antusiasme pelaku UMKM
Baca juga: Forum Puspa Kotim diminta bantu pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak
Baca juga: Dukung aspirasi ratusan sopir, DPRD Kotim dorong penindakan penyimpangan BBM