Jakarta (ANTARA) - Kuasa hukum salah satu terdakwa kasus dugaan korupsi ekspor crude palm oil (CPO) Master Parulian Tumanggor, Juniver Girsang menyampaikan bahwa PT Wilmar Nabati Indonesia mengalami kerugian sekitar Rp1,5 triliun akibat kehadiran kebijakan DMO.
"Dengan diterbitkannya kebijakan domestic market obligation (DMO) ini, kami mengalami kerugian kurang lebih Rp1,5 triliun," kata Juniver, usai mendampingi kliennya yang merupakan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia itu, untuk menjalani sidang dengan agenda pembacaan nota keberatan (eksepsi) terhadap dakwaan jaksa penuntut umum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.
DMO merupakan batas wajib pasok yang harus dipenuhi oleh produsen atau eksportir minyak sawit ataupun turunannya yakni minyak goreng untuk memenuhi stok dalam negeri sesuai dengan ketentuan, kemudian dijual berdasarkan harga tertentu atau domestic price obligation (DPO) sebagai syarat untuk memperoleh persetujuan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
Juniver pun mengatakan PT Wilmar Nabati Indonesia memiliki waktu enam bulan untuk memenuhi kewajiban pemenuhan stok minyak sawit dalam negeri sebesar 20 persen yang masih kurang sejumlah 234.722.699 kilogram.
"Kekurangan itu dipenuhi secara bertahap dalam rentang waktu enam bulan masa berlaku persetujuan ekspor," ujar dia lagi, sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis.
Menurut Juniver, PT Wilmar Nabati Indonesia merupakan korban dari ketidakkonsistenan kebijakan dan program penyediaan minyak goreng kemasan sederhana untuk masyarakat dalam rangka pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
PT Wilmar Nabati Indonesia, kata dia lagi, juga mengalami kerugian karena mengikuti harga jual sesuai DPO yang telah ditetapkan sebagai syarat memperoleh persetujuan ekspor CPO dari Kementerian Perdagangan itu.
Sebelumnya, jaksa pada Kejaksaan Agung (Kejagung) mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada tahun 2021-2022 telah merugikan negara sejumlah Rp18.359.698.998.925 (Rp18,3 triliun).
Kelima terdakwa itu adalah mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor.
Berikutnya, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, serta Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) sekaligus anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei (LCW).
Pada hari ini, di Pengadilan Tipikor Jakarta, kelima terdakwa tersebut mengajukan eksepsi.
Baca juga: Aspekpir sebut Permentan No 01/2018 lindungi TBS sawit petani
"Dengan diterbitkannya kebijakan domestic market obligation (DMO) ini, kami mengalami kerugian kurang lebih Rp1,5 triliun," kata Juniver, usai mendampingi kliennya yang merupakan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia itu, untuk menjalani sidang dengan agenda pembacaan nota keberatan (eksepsi) terhadap dakwaan jaksa penuntut umum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.
DMO merupakan batas wajib pasok yang harus dipenuhi oleh produsen atau eksportir minyak sawit ataupun turunannya yakni minyak goreng untuk memenuhi stok dalam negeri sesuai dengan ketentuan, kemudian dijual berdasarkan harga tertentu atau domestic price obligation (DPO) sebagai syarat untuk memperoleh persetujuan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
Juniver pun mengatakan PT Wilmar Nabati Indonesia memiliki waktu enam bulan untuk memenuhi kewajiban pemenuhan stok minyak sawit dalam negeri sebesar 20 persen yang masih kurang sejumlah 234.722.699 kilogram.
"Kekurangan itu dipenuhi secara bertahap dalam rentang waktu enam bulan masa berlaku persetujuan ekspor," ujar dia lagi, sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis.
Menurut Juniver, PT Wilmar Nabati Indonesia merupakan korban dari ketidakkonsistenan kebijakan dan program penyediaan minyak goreng kemasan sederhana untuk masyarakat dalam rangka pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
PT Wilmar Nabati Indonesia, kata dia lagi, juga mengalami kerugian karena mengikuti harga jual sesuai DPO yang telah ditetapkan sebagai syarat memperoleh persetujuan ekspor CPO dari Kementerian Perdagangan itu.
Sebelumnya, jaksa pada Kejaksaan Agung (Kejagung) mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada tahun 2021-2022 telah merugikan negara sejumlah Rp18.359.698.998.925 (Rp18,3 triliun).
Kelima terdakwa itu adalah mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor.
Berikutnya, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, serta Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) sekaligus anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei (LCW).
Pada hari ini, di Pengadilan Tipikor Jakarta, kelima terdakwa tersebut mengajukan eksepsi.
Baca juga: Aspekpir sebut Permentan No 01/2018 lindungi TBS sawit petani