Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan pemberian vaksin Human Papillomavirus (HPV) merupakan bentuk resiliensi yang dijalankan pemerintah untuk mencegah meningkatnya kasus kanker serviks sejak usia dini.
“Pandemi COVID-19 mengajarkan kita mengupayakan sistem kesehatan yang resiliens terhadap ancaman utama kegawatdaruratan kesehatan masyarakat,” kata Direktur Tata Kelola Kesehatan Masyarakat Kemenkes Mayang Sari dalam Kelas Jurnalis Pencegahan Kanker Serviks yang diikuti di Jakarta, Rabu.
Mayang menekankan sistem kesehatan yang tangguh akan melahirkan masyarakat yang sehat dan mendorong perekonomian maupun pembangunan negara menjadi jauh lebih kuat.
Di Indonesia, salah satunya adalah menggalakkan pemberian vaksin HPV pada anak sekolah yang duduk pada kelas 5 dan 6 SD/Sederajat sebanyak dua dosis sesuai rekomendasi ITAGI dan diintegrasikan dalam Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
Alasan pemberian vaksin HPV sudah mulai diberikan pada anak sejak dini didasari karena kanker serviks (leher rahim) merupakan penyebab kematian tertinggi kedua pada perempuan di Indonesia. Di mana sebanyak 95 persen kanker serviks disebabkan oleh infeksi dari virus HPV.
"Selain itu, pemberian vaksin HPV terbukti secara ilmiah terbukti aman, melindungi anak perempuan dari kanker serviks dan menurunkan jumlah temuan kasus karena vaksin membantu tubuh membentuk antibodi untuk melawan virus," katanya.
Mayang menambahkan kanker serviks bahkan menjadi salah satu penyebab besarnya beban yang sangat mempengaruhi anggaran negara.
Dalam data BPJS di tahun 2016 saja, jumlah kasus kanker serviks sampai dengan Juni 2016 sudah ada sebanyak 45.006 pasien yang harus dirawat dan 9.381 di rawat inap, sehingga menelan biaya hingga Rp84,7 miliar.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI (25/1/2022) juga menyebutkan, empat penyakit yang paling menguras dana kesehatan adalah penyakit jantung yang menyumbang beban sampai Rp10 triliun, kanker Rp3,5 triliun. stroke Rp2,5 triliun dan gagal ginjal Rp2,3 triliun.
Menyadari dampak besar pada aspek kesehatan itu, Mayang menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia bersama semua negara bertekad untuk mengeliminasi kanker serviks sampai dengan tahun 2030.
Menjalankan tekad itu, pemerintah melakukan langkah konkret berupa penguatan deteksi dini menggunakan tes IVA (inspeksi visual dengan asam asetat). Hal lain yang dilakukan adalah memperluas imunisasi HPV secara bertahap yang dimulai sejak tahun 2016.
Mayang menyebutkan saat ini sudah ada 24 kabupaten/kota yang melaksanakan imunisasi HPV. Pemberian vaksin akan semakin diperluas sampai ke 112 kabupaten/kota pada tahun 2022 dan akan dilaksanakan secara nasional di tahun 2023 untuk mempercepat eliminasi kanker serviks.
Vaksinasi HPV sendiri sudah dimasukkan ke dalam imunisasi rutin. Sehingga saat ini, jumlah vaksin dalam imunisasi rutin yang semula hanya ada 11 jenis menjadi 14 jenis.
Mayang turut mengatakan pemerintah memperkuat deteksi dini pada kanker serviks dan payudara untuk mencegah tingginya angka kematian, sembari melakukan transformasi layanan primer yang berfokus pada tiap siklus hidup.
“Kami juga melakukan integrasi jaringan jejaring puskesmas pelayanan kesehatan posyandu primer dan posyandu serta memperkuat pemantauan setempat,” katanya.
“Pandemi COVID-19 mengajarkan kita mengupayakan sistem kesehatan yang resiliens terhadap ancaman utama kegawatdaruratan kesehatan masyarakat,” kata Direktur Tata Kelola Kesehatan Masyarakat Kemenkes Mayang Sari dalam Kelas Jurnalis Pencegahan Kanker Serviks yang diikuti di Jakarta, Rabu.
Mayang menekankan sistem kesehatan yang tangguh akan melahirkan masyarakat yang sehat dan mendorong perekonomian maupun pembangunan negara menjadi jauh lebih kuat.
Di Indonesia, salah satunya adalah menggalakkan pemberian vaksin HPV pada anak sekolah yang duduk pada kelas 5 dan 6 SD/Sederajat sebanyak dua dosis sesuai rekomendasi ITAGI dan diintegrasikan dalam Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
Alasan pemberian vaksin HPV sudah mulai diberikan pada anak sejak dini didasari karena kanker serviks (leher rahim) merupakan penyebab kematian tertinggi kedua pada perempuan di Indonesia. Di mana sebanyak 95 persen kanker serviks disebabkan oleh infeksi dari virus HPV.
"Selain itu, pemberian vaksin HPV terbukti secara ilmiah terbukti aman, melindungi anak perempuan dari kanker serviks dan menurunkan jumlah temuan kasus karena vaksin membantu tubuh membentuk antibodi untuk melawan virus," katanya.
Mayang menambahkan kanker serviks bahkan menjadi salah satu penyebab besarnya beban yang sangat mempengaruhi anggaran negara.
Dalam data BPJS di tahun 2016 saja, jumlah kasus kanker serviks sampai dengan Juni 2016 sudah ada sebanyak 45.006 pasien yang harus dirawat dan 9.381 di rawat inap, sehingga menelan biaya hingga Rp84,7 miliar.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI (25/1/2022) juga menyebutkan, empat penyakit yang paling menguras dana kesehatan adalah penyakit jantung yang menyumbang beban sampai Rp10 triliun, kanker Rp3,5 triliun. stroke Rp2,5 triliun dan gagal ginjal Rp2,3 triliun.
Menyadari dampak besar pada aspek kesehatan itu, Mayang menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia bersama semua negara bertekad untuk mengeliminasi kanker serviks sampai dengan tahun 2030.
Menjalankan tekad itu, pemerintah melakukan langkah konkret berupa penguatan deteksi dini menggunakan tes IVA (inspeksi visual dengan asam asetat). Hal lain yang dilakukan adalah memperluas imunisasi HPV secara bertahap yang dimulai sejak tahun 2016.
Mayang menyebutkan saat ini sudah ada 24 kabupaten/kota yang melaksanakan imunisasi HPV. Pemberian vaksin akan semakin diperluas sampai ke 112 kabupaten/kota pada tahun 2022 dan akan dilaksanakan secara nasional di tahun 2023 untuk mempercepat eliminasi kanker serviks.
Vaksinasi HPV sendiri sudah dimasukkan ke dalam imunisasi rutin. Sehingga saat ini, jumlah vaksin dalam imunisasi rutin yang semula hanya ada 11 jenis menjadi 14 jenis.
Mayang turut mengatakan pemerintah memperkuat deteksi dini pada kanker serviks dan payudara untuk mencegah tingginya angka kematian, sembari melakukan transformasi layanan primer yang berfokus pada tiap siklus hidup.
“Kami juga melakukan integrasi jaringan jejaring puskesmas pelayanan kesehatan posyandu primer dan posyandu serta memperkuat pemantauan setempat,” katanya.