Mataram (ANTARA) - DPRD Nusa Tenggara Barat akan memanggil Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan BKD NTB perihal kisruh 507 guru honorer SMK/SMK yang hingga kini belum terakomodasi sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
"Yang jelas kami akan memanggil Dikbud dan BKD dan pihak-pihak terkait yang terlibat dalam PPPK ini pada Rabu pekan depan. Biar semuanya dibuka saja sehingga jelas masalahnya di mana," kata Ketua Komisi V DPRD NTB, Lalu Hadrian Irfani saat menerima perwakilan guru honorer yang tergabung dalam Forum PPPK Prioritas (P1) di Gedung DPRD NTB di Mataram, Rabu (7/12)
Ia mengaku Komisi V DPRD merasa prihatin dengan nasib para guru di NTB tersebut. Mengingat para guru honorer ini sudah mengabdi 8 tahun sampai 20 tahun.
"Jangan sampai yang baru mengajar 3 sampai 4 bulan, itu menjadi prioritas. Itu yang kami tidak mau terjadi," ucapnya.
Oleh karena itu, anggota DPRD NTB dari daerah pemilihan (Dapil) Kabupaten Lombok Tengah ini berharap BKD dan Dikbud NTB tidak lepas tangan atas nasib para guru SMA/SMK sederajat tersebut.
"Kami minta (Dikbud dan BKD, red) jangan lepas tangan-lah. Makanya itu mudah-mudahan saat pertemuan nanti ada solusi sehingga 507 orang guru ini bisa terakomodir dan nasibnya tidak terkatung-katung lagi," ucapnya.
Hadrian tidak menampik yang menjadi problem adanya Permenpan RB yang baru salah satunya pengangkatan mereka harus linier dengan ijazah-nya. Sementara memang banyak dari mereka Mapel yang mereka ampu tidak linier dengan ijazah-nya.
"Namun apapun itu, pihaknya akan segera menuntaskan persoalan ini kepada pemerintah. Jika pun ada seleksi P3K lagi yang mereka harus ikuti namun diharapkan pemerintah menjadikan mereka sebagai peserta prioritas," katanya.
Sementara itu, Ketua Forum P3K Prioritas (P1), I Putu Danny S Pradhana mengatakan tuntutan mereka sederhana, yakni bagaimana para guru honorer yang berasal dari sekolah SMA/SMK sederajat di 10 kabupaten dan kota di NTB bisa diakomodir sebagai PPPK.
"Kami menyuarakan ini karena hingga saat ini status kami belum jelas sebagai PPPK. Padahal kami sudah mengikuti seleksi pasing grade sejak tahun 2021," ujarnya.
Ia mengakui dari 3.930 orang formasi guru yang dibutuhkan, sebanyak 1.373 guru dinyatakan lulus pasing grade. Namun ternyata dari jumlah itu hanya 866 orang guru yang mendapat penempatan dan surat keputusan (SK) dari pemerintah. Sementara, sisanya sebanyak 507 orang sampai sekarang belum juga jelas nasibnya.
"Makanya tuntutan kami cuman satu bagaimana kami bisa diakomodir," ujarnya guru yang mengajar di salah SMA swasta di Kota Mataram ini.
Lebih lanjut Putu mengaku sangat menyesalkan sikap pemerintah yakni Kemendikbudristek, Dikbud NTB dan BKD NTB yang justru membuka formasi baru guru PPPK untuk Prioritas (P2) dan P3 di saat status mereka belum jelas.
"Kami yang 507 guru ini belum jelas diakomodir dalam PPPK, kenapa Kemendikbudristek, Dikbud dan BKD NTB justru membuka formasi baru. Mestinya kan tuntaskan kami dulu baru ke yang yang lain," katanya.
"Yang jelas kami akan memanggil Dikbud dan BKD dan pihak-pihak terkait yang terlibat dalam PPPK ini pada Rabu pekan depan. Biar semuanya dibuka saja sehingga jelas masalahnya di mana," kata Ketua Komisi V DPRD NTB, Lalu Hadrian Irfani saat menerima perwakilan guru honorer yang tergabung dalam Forum PPPK Prioritas (P1) di Gedung DPRD NTB di Mataram, Rabu (7/12)
Ia mengaku Komisi V DPRD merasa prihatin dengan nasib para guru di NTB tersebut. Mengingat para guru honorer ini sudah mengabdi 8 tahun sampai 20 tahun.
"Jangan sampai yang baru mengajar 3 sampai 4 bulan, itu menjadi prioritas. Itu yang kami tidak mau terjadi," ucapnya.
Oleh karena itu, anggota DPRD NTB dari daerah pemilihan (Dapil) Kabupaten Lombok Tengah ini berharap BKD dan Dikbud NTB tidak lepas tangan atas nasib para guru SMA/SMK sederajat tersebut.
"Kami minta (Dikbud dan BKD, red) jangan lepas tangan-lah. Makanya itu mudah-mudahan saat pertemuan nanti ada solusi sehingga 507 orang guru ini bisa terakomodir dan nasibnya tidak terkatung-katung lagi," ucapnya.
Hadrian tidak menampik yang menjadi problem adanya Permenpan RB yang baru salah satunya pengangkatan mereka harus linier dengan ijazah-nya. Sementara memang banyak dari mereka Mapel yang mereka ampu tidak linier dengan ijazah-nya.
"Namun apapun itu, pihaknya akan segera menuntaskan persoalan ini kepada pemerintah. Jika pun ada seleksi P3K lagi yang mereka harus ikuti namun diharapkan pemerintah menjadikan mereka sebagai peserta prioritas," katanya.
Sementara itu, Ketua Forum P3K Prioritas (P1), I Putu Danny S Pradhana mengatakan tuntutan mereka sederhana, yakni bagaimana para guru honorer yang berasal dari sekolah SMA/SMK sederajat di 10 kabupaten dan kota di NTB bisa diakomodir sebagai PPPK.
"Kami menyuarakan ini karena hingga saat ini status kami belum jelas sebagai PPPK. Padahal kami sudah mengikuti seleksi pasing grade sejak tahun 2021," ujarnya.
Ia mengakui dari 3.930 orang formasi guru yang dibutuhkan, sebanyak 1.373 guru dinyatakan lulus pasing grade. Namun ternyata dari jumlah itu hanya 866 orang guru yang mendapat penempatan dan surat keputusan (SK) dari pemerintah. Sementara, sisanya sebanyak 507 orang sampai sekarang belum juga jelas nasibnya.
"Makanya tuntutan kami cuman satu bagaimana kami bisa diakomodir," ujarnya guru yang mengajar di salah SMA swasta di Kota Mataram ini.
Lebih lanjut Putu mengaku sangat menyesalkan sikap pemerintah yakni Kemendikbudristek, Dikbud NTB dan BKD NTB yang justru membuka formasi baru guru PPPK untuk Prioritas (P2) dan P3 di saat status mereka belum jelas.
"Kami yang 507 guru ini belum jelas diakomodir dalam PPPK, kenapa Kemendikbudristek, Dikbud dan BKD NTB justru membuka formasi baru. Mestinya kan tuntaskan kami dulu baru ke yang yang lain," katanya.