Pekanbaru (ANTARA) - Mantan Rektor UIN Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau Akhmad Mujahidin dituntut tiga tahun hukuman penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas tuduhan dugaan korupsi pengadaan jaringan internet tahun 2020-2021.
Tuntutan dibacakan oleh JPU dari Kejaksaan Negeri Pekanbaru Dewi Shinta Dame Siahaan dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Jumat.
Dalam tuntutannya, JPU meminta majelis hakim yang mengadili perkara ini, untuk memutuskan terdakwa Akhmad Mujahidin terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 21 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme sebagaimana dakwaan alternatif ketiga.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Akhmad Mujahidin berupa pidana penjara selama tiga tahun dengan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," ucap JPU Dewi.
Tak hanya itu, JPU juga menuntut terdakwa membayar denda sebesar Rp200 juta, dengan subsidair selama enam bulan pidana kurungan penjara. JPU meminta terdakwa tetap ditahan.
Selanjutnya, JPU juga meminta agar barang bukti nomor urut 1 sampai dengan nomor 84 berupa foto copy dan arsip asli dokumen-dokumen dan surat-surat dalam berkas perkara, tetap terlampir dalam berkas perkara.
Terakhir, JPU turut meminta agar terdakwa dihukum untuk membayar biaya perkara sebesar Rp10 ribu.
Akhmad Mujahidin, sebelumnya ditetapkan sebagai orang yang bertanggung jawab dalam kasus dugaan korupsi pengadaan jaringan internet kampus oleh jaksa penyidik Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Pidsus Kejari Pekanbaru.
Sebelumnya, Akhmad Mujahidin telah ditetapkan sebagai tahanan jaksa atas dugaan korupsi pengadaan jaringan internet tahun 2020-2021.
Berdasarkan pantauan saat pelimpahan saksi, tampak Akhmad Mujahidin keluar dari ruang pemeriksaan mengenakan rompi oranye. Ia bungkam saat sejumlah pertanyaan dari wartawan dilontarkan padanya.
Mujahidin sempat kabur ke Provinsi Lampung tanpa izin penyidik dan penasihat hukum. Sampai akhirnya Mujahidin datang memenuhi panggilan Kejaksaan Negeri Pekanbaru, Jumat (21/10).
Mujahidin terjerat dugaan korupsi pengadaan internet di kampus berbasis Islam tersebut. Dana yang dikeluarkan dalam pengadaan internet di kampus UIN Suska mencapai Rp 3,6 miliar lebih. Dana tersebut bersumber dari APBN pada tahun 2020 sebesar Rp 2,9 miliar.
Selain itu terdapat juga dana APBN tahun 2021 sebesar Rp 734 juta lebih. Seluruh dana tersebut dikeluarkan pemerintah pusat untuk pengadaan internet di lingkungan kampus UIN Suska Riau.
Penetapan tersangka dilakukan penyidik Kejari Pekanbaru pada Senin (19/9) lalu. Dalam proses penyidikan, belasan saksi dari pihak UIN Suska telah diperiksa. Begitu pula dari pihak BUMN, swasta dan saksi ahli.
Selain Akhmad Mujahidin, perkara ini juga menjerat seorang tersangka lainnya, yakni Benny Sukma Negara, selaku Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data UIN Suska Riau.
Sementara Benny belum ditahan, lantaran yang bersangkutan dikabarkan mengalami gangguan jiwa dan saat ini tengah menjalankan observasi di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Tampan, Kota Pekanbaru.
Tuntutan dibacakan oleh JPU dari Kejaksaan Negeri Pekanbaru Dewi Shinta Dame Siahaan dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Jumat.
Dalam tuntutannya, JPU meminta majelis hakim yang mengadili perkara ini, untuk memutuskan terdakwa Akhmad Mujahidin terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 21 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme sebagaimana dakwaan alternatif ketiga.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Akhmad Mujahidin berupa pidana penjara selama tiga tahun dengan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," ucap JPU Dewi.
Tak hanya itu, JPU juga menuntut terdakwa membayar denda sebesar Rp200 juta, dengan subsidair selama enam bulan pidana kurungan penjara. JPU meminta terdakwa tetap ditahan.
Selanjutnya, JPU juga meminta agar barang bukti nomor urut 1 sampai dengan nomor 84 berupa foto copy dan arsip asli dokumen-dokumen dan surat-surat dalam berkas perkara, tetap terlampir dalam berkas perkara.
Terakhir, JPU turut meminta agar terdakwa dihukum untuk membayar biaya perkara sebesar Rp10 ribu.
Akhmad Mujahidin, sebelumnya ditetapkan sebagai orang yang bertanggung jawab dalam kasus dugaan korupsi pengadaan jaringan internet kampus oleh jaksa penyidik Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Pidsus Kejari Pekanbaru.
Sebelumnya, Akhmad Mujahidin telah ditetapkan sebagai tahanan jaksa atas dugaan korupsi pengadaan jaringan internet tahun 2020-2021.
Berdasarkan pantauan saat pelimpahan saksi, tampak Akhmad Mujahidin keluar dari ruang pemeriksaan mengenakan rompi oranye. Ia bungkam saat sejumlah pertanyaan dari wartawan dilontarkan padanya.
Mujahidin sempat kabur ke Provinsi Lampung tanpa izin penyidik dan penasihat hukum. Sampai akhirnya Mujahidin datang memenuhi panggilan Kejaksaan Negeri Pekanbaru, Jumat (21/10).
Mujahidin terjerat dugaan korupsi pengadaan internet di kampus berbasis Islam tersebut. Dana yang dikeluarkan dalam pengadaan internet di kampus UIN Suska mencapai Rp 3,6 miliar lebih. Dana tersebut bersumber dari APBN pada tahun 2020 sebesar Rp 2,9 miliar.
Selain itu terdapat juga dana APBN tahun 2021 sebesar Rp 734 juta lebih. Seluruh dana tersebut dikeluarkan pemerintah pusat untuk pengadaan internet di lingkungan kampus UIN Suska Riau.
Penetapan tersangka dilakukan penyidik Kejari Pekanbaru pada Senin (19/9) lalu. Dalam proses penyidikan, belasan saksi dari pihak UIN Suska telah diperiksa. Begitu pula dari pihak BUMN, swasta dan saksi ahli.
Selain Akhmad Mujahidin, perkara ini juga menjerat seorang tersangka lainnya, yakni Benny Sukma Negara, selaku Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data UIN Suska Riau.
Sementara Benny belum ditahan, lantaran yang bersangkutan dikabarkan mengalami gangguan jiwa dan saat ini tengah menjalankan observasi di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Tampan, Kota Pekanbaru.