Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyatakan bahwa masyarakat masih perlu disiplin menggunakan masker mengingat COVID-19 belum berakhir.
"Masyarakat masih perlu disiplin pakai masker," kata Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Agus Suprapto saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Agus Suprapto menjelaskan pencabutan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) bukan berarti pandemi COVID-19 telah berakhir.
"Selain itu, seperti yang dinyatakan oleh Kemenkes bahwa status kedaruratan COVID-19 di Indonesia masih tetap berlaku hingga sekarang, meskipun PPKM telah dicabut," katanya.
Dengan demikian, kata dia, masyarakat masih harus memperkuat disiplin penerapan protokol kesehatan, termasuk menggunakan masker.
Menurut Agus, penggunaan masker sangat efektif untuk melindungi masyarakat dari potensi penularan COVID-19 dan penyakit lainnya seperti ISPA hingga TBC.
"Untuk mendapatkan perlindungan dari risiko penularan COVID-19, sebaiknya penggunaan masker tetap perlu menjadi prioritas, terutama bagi mereka yang sedang sakit dan juga mereka yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid," katanya.
Kemenko PMK, kata dia, akan terus memperkuat edukasi dan sosialisasi mengenai pentingnya penggunaan masker.
"Sosialisasi akan terus diperkuat guna meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat," katanya.
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Mohammad Syahril mengingatkan masyarakat bahwa status kedaruratan COVID-19 di Indonesia masih tetap berlaku mengingat pemerintah masih memerlukan banyak pertimbangan khusus untuk mencabut status kedaruratan COVID-19.
Pertimbangan yang dimaksud, di antaranya memastikan situasi kasus benar-benar dapat terkendali dengan maksimal. Selain itu, pemerintah juga masih menunggu pencabutan status pandemi secara global oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Indonesia termasuk negara yang memperoleh peringatan dari WHO untuk tetap waspada," katanya.
Hal itu dibuktikan dengan masih adanya sejumlah negara yang hingga saat ini mengalami lonjakan kasus, seperti di China dengan gelombang Omicron subvarian BF.7 yang diperkirakan telah menulari sekitar 250 juta warga setempat.
"Masyarakat masih perlu disiplin pakai masker," kata Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Agus Suprapto saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Agus Suprapto menjelaskan pencabutan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) bukan berarti pandemi COVID-19 telah berakhir.
"Selain itu, seperti yang dinyatakan oleh Kemenkes bahwa status kedaruratan COVID-19 di Indonesia masih tetap berlaku hingga sekarang, meskipun PPKM telah dicabut," katanya.
Dengan demikian, kata dia, masyarakat masih harus memperkuat disiplin penerapan protokol kesehatan, termasuk menggunakan masker.
Menurut Agus, penggunaan masker sangat efektif untuk melindungi masyarakat dari potensi penularan COVID-19 dan penyakit lainnya seperti ISPA hingga TBC.
"Untuk mendapatkan perlindungan dari risiko penularan COVID-19, sebaiknya penggunaan masker tetap perlu menjadi prioritas, terutama bagi mereka yang sedang sakit dan juga mereka yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid," katanya.
Kemenko PMK, kata dia, akan terus memperkuat edukasi dan sosialisasi mengenai pentingnya penggunaan masker.
"Sosialisasi akan terus diperkuat guna meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat," katanya.
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Mohammad Syahril mengingatkan masyarakat bahwa status kedaruratan COVID-19 di Indonesia masih tetap berlaku mengingat pemerintah masih memerlukan banyak pertimbangan khusus untuk mencabut status kedaruratan COVID-19.
Pertimbangan yang dimaksud, di antaranya memastikan situasi kasus benar-benar dapat terkendali dengan maksimal. Selain itu, pemerintah juga masih menunggu pencabutan status pandemi secara global oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Indonesia termasuk negara yang memperoleh peringatan dari WHO untuk tetap waspada," katanya.
Hal itu dibuktikan dengan masih adanya sejumlah negara yang hingga saat ini mengalami lonjakan kasus, seperti di China dengan gelombang Omicron subvarian BF.7 yang diperkirakan telah menulari sekitar 250 juta warga setempat.