Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyampaikan rencananya untuk melibatkan aparat penegak hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung (Kejagung), maupun Polri, untuk mengusut dugaan pencucian uang di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Dugaan pencucian uang itu diperoleh Kemenko Polhukam dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai transaksi mencurigakan di Kemenkeu dalam rentang waktu 2009-2023 yang melibatkan sekira 467 pegawai kementerian tersebut.

"Saya tadi berpikir, kalau, misalnya, ada permintaan ke kementerian untuk diselidiki tindakan pencucian uang kan, terus saya harus kasihkan ke aparat penegak hukum KPK, kejaksaan atau polisi," kata Mahfud dalam jumpa pers yang disiarkan kanal YouTube resmi Kemenko Polhukam, Jumat.

Baca juga: PPATK diminta buka data transaksi janggal Rp300 T

Mahfud menyampaikan hal tersebut setelah pertemuan dengan jajaran Kemenkeu di kantor Kemenko Polhukam untuk memutakhirkan informasi satu sama lain terkait transaksi mencurigakan yang diduga tindak pidana pencucian uang (TPPU) di tubuh kementerian tersebut.

Hadir mewakili Kemenkeu adalah Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Sekretaris Jenderal Heru Pambudi, dan Inspektur Jenderal Awan Nurmawan Nuh, sementara Mahfud didampingi Deputi III Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenko Polhukam Sugeng Purnomo.

Mahfud menambahkan bahwa dia akan memberikan batas waktu bagi aparat penegak hukum yang menangani pengusutan dugaan TPPU di tubuh Kemenkeu tersebut. Hal itu dilakukan demi menghindari kemacetan proses pengusutan.

Baca juga: RI-Australia sepakat perangi misinformasi dan disinformasi

"Jadi berdasarkan kesepakatan saja di sini antar-pimpinan. Kalau menunggu undang-undang itu dibuat ya ndak selesai lagi, kita kesulitan lagi untuk menyelesaikannya," kata Mahfud.

Mahfud sebelumnya memaparkan berdasarkan laporan PPATK telah ditemukan transaksi mencurigakan mencapai Rp300 triliun di tubuh Kemenkeu pada rentang waktu 2009-2023 yang melibatkan sekira 467 pegawai.

Ia juga menegaskan bahwa temuan tersebut merujuk pada TPPU dan bukannya korupsi.
Dia mencontohkan apabila seseorang menerima gratifikasi sebesar Rp10 miliar kemudian diselidiki intelijen keuangan, ternyata anak yang bersangkutan memiliki rekening besar atau sejumlah perusahaan, istri yang bersangkutan juga demikian, sementara sumber kekayaannya masih dipertanyakan.

"Nah itu yang di dalam undang-undang kita supaya di konstruksi dalam hukum tindak pidana pencucian uang. Sehingga kalau disimpulkan di Kementerian Keuangan itu memang benar ada masalah-masalah ini, tapi tidak semuanya benar," paparnya.

Sementara itu Wamenkeu Suahasil Nazara menyatakan bahwa Kemenkeu berkomitmen penuh untuk bekerja sama dalam pengusutan dugaan TPPU di tubuh lembaganya tersebut.

Baca juga: Mahfud MD: Sri Mulyani punya semangat pemberantasan korupsi

"Kita akan membuka penuh kerja sama kalau ada upaya mengejar tindak pidana pencucian uang ini. Kalau perlu kita lakukan lagi pemeriksaan-pemeriksaan perpajakan maupun kepabeanan, bukan hanya kepada individu pegawai, tetapi kepada seluruh wajib pajak dan wajib bayar seluruh Indonesia," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membuka data lengkap mengenai transaksi janggal senilai Rp300 triliun yang sebelumnya disebutkan oleh Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Baca juga: Mahfud MD : Ada transaksi mencurigakan Rp300 triliun di Kemenkeu

“Sampai saat ini saya belum mendapatkan informasi Rp300 triliun itu hitungannya dari mana, transaksinya apa saja, siapa yang terlibat. Dalam hal ini silakan teman-teman media nanti tanya ke Pak Ivan (Kepala PPATK)," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu.

Sri Mulyani mengaku bahwa isi surat yang telah disampaikan oleh PPATK kepada dirinya hanya memuat daftar kasusnya dan tidak mencantumkan detail nilai nominal.
Oleh karena itu, ia meminta PPATK agar menjelaskan secara lebih rinci mengenai transaksi janggal yang dimaksud. Semakin detail data yang didapatkan, maka akan semakin cepat dirinya melakukan pembersihan.

"Kalau teman-teman media hari ini tanya ke saya, jawaban saya masih sama dengan kemarin. Saya belum dapat tambahan informasi. Saya sudah kontak Pak Ivan dan dengan izin Pak Mahfud MD, saya akan tanyakan ke Pak Ivan Rp300 triliun itu seperti apa,” ucapnya.

Baca juga: Ajukan kasasi, Mahfud MD bedah kasus Indosurya

Sebelumnya, Mahfud MD menyampaikan bahwa ada transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan senilai Rp300 triliun yang merupakan akumulasi sejak 2009 yang melibatkan sebanyak 460 orang.

"Itu tahun 2009 sampai 2023. Ada 160 laporan lebih sejak itu, tidak ada kemajuan informasi, sesudah diakumulasikan semua melibatkan 460 orang lebih di kementerian itu sehingga akumulasi terhadap transaksi yang mencurigakan itu bergerak di sekitar Rp300 triliun," kata Mahfud di Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia (UII), Jalan Kaliurang, Sleman, Rabu (8/3/2023).

Baca juga: Menkeu ungkap dana bersama bencana telah terkumpul Rp7,4 triliun

Baca juga: Mahfud MD ajak publik atasi hoaks jelang Pemilu 2024

Temuan tersebut, kata Mahfud, merupakan laporan sejak 2009 terkait transaksi janggal itu tidak segera mendapat respons hingga akhirnya menumpuk.

Temuan itu juga di luar transaksi Rp500 miliar dari rekening mantan Pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo dan keluarganya yang telah dibekukan PPATK.

Baca juga: Sri Mulyani dituntut mundur oleh ribuan massa yang datangi Kemenkeu hoaks!

Baca juga: Negara tak boleh kalah dengan mafia pajak di Dirjen Pajak

Pewarta : Gilang Galiartha
Uploader : Ronny
Copyright © ANTARA 2024