Jambi (ANTARA) - Penyidik Polresta Jambi menghentikan kasus laporan pemerkosaan yang dibuat oleh ibu muda berinisi YS tersangka pelecehan terhadap anak di bawah umur.
Kapolresta Jambi Kombes Pol Eko Wahyudi di Jambi, Kamis, mengatakan penghentian proses penyelidikan kasus tersebut setelah Polisi melakukan gelar perkara
"Setelah gelar perkara kemarin tidak ada bukti tanda-tanda kekerasan terjadinya pemerkosaan. Kami ambil kesimpulan, kasus tersebut dihentikan dalam proses penyelidikan," kata dia.
Dari proses penyelidikan dan hasil gelar perkara tersebut, kata dia, disimpulkan bahwa kasus yang dilaporkan YS (20) bukanlah tindak pidana pemerkosaan.
Sementara itu saat ini Kepolisian masih melakukan penyelidikan terkait motif dibalik YS melakukan pelaporan yang tidak terbukti tersebut.
Sebelumnya diberitakan YS membuat laporan ke Polresta Jambi terkait dugaan kekerasan dan pemerkosaan yang dilakukan delapan anak terhadap dirinya pada Jumat (3/2).
Dihari yang sama terdapat 17 anak dibawah umur yang melaporkan YS kembali ke Polda Jambi dengan dugaan pelecehan seksual.
Setelah melakukan penyelidikan Ditreskrimum Polda Jambi menetapkan YS sebagai tersangka. YS menjalani tes kejiwaan di Rumah Sakit Jiwa Jambi. Hasil tes kejiwaan tersebut menyatakan YS tidak mengalami gangguan jiwa. Saat ini YS ditahan di rutan Mapolda Jambi.
Sementara itu, terhadap anak-anak yang menjadi korban itu 10 orang anak menjalani rehabilitasi di Balai Rehabilitasi Sentra Alyatama Jambi.
Tapi saat ini 10 orang anak tersebut sudah kembali ke rumah masing-masing meskipun tidak menyelesaikan proses rehabilitasi.
Cara cegah anak jadi korban pelecehan seksual
Dokter spesialis anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia dr Eva Devita, SpA(K) berpendapat pencegahan kekerasan seksual pada anak harus diawali dengan edukasi yakni bagaimana dia menjaga bagian tubuhnya.
"Atau orangtua diedukasi untuk memberikan pendidikan seksual anak, yakni agar anak mengenal anggota privasi tubuhnya," kata dia yang menjabat sebagai Ketua Satgas Perlindungan Anak IDAI itu kepada awak media secara daring, Kamis.
Orangtua, sambung dia, perlu juga mengedukasi anak tentang bagian tubuh mana yang tidak boleh dilihat orang lain, mana yang boleh dipegang orang lain dan apa yang harus dilakukan ketika ada orang yang ingin melihat atau memegang area privasi tersebut.
Anak harus diajarkan bahwa tidak boleh ada sembarang orang yang mencium bibirnya, memegang dadanya, kemaluannya, bokongnya. Menurut Eva, hanya ibunya kemudian dokternya yang boleh melihat.
Kemudian, apabila ada orang yang ingin memegang, memotret, menyuruh anak melepaskan pakaian, maka anak harus diedukasi untuk lari berteriak dan melapor pada orang dewasa terdekat.
"Jadi orang dewasa di sekitar anak harus memiliki kepekaan terhadap kekerasan seksual yang mungkin terjadi di lingkungan sekitarnya sehingga bisa memberikan perlindungan yang dibutuhkan anak," kata dia.
Lebih lanjut, Eva juga memberikan kiat melindungi anak di dunia maya, antara lain dengan mengevaluasi aturan pemakaian internet yang aman dan menyiapkan perangkat keamanan untuk komputer, laptop, smartphone dan lainnya.
Orangtua juga bisa membuat pengaturan pengawasan pada semua alat yang terhubung dengan internet misalnya age-appropriate filters dan monitoring tools, sehingga mereka bisa mengawasi kegiatan anak saat berselancar di dunia maya.
Selain itu, bangun kepercayaan dan komunikasi dengan anak, misalnya dengan menyediakan waktu online bersama anak, atau secara teratur berdialog tentang apa yang dilakukan online.
Hal lain yang bisa orangtua lakukan yakni mengajarkan anak menghindari membagi informasi pribadi. Ajari anak berpikir sebelum mengunggah, menggunakan setting privacy pada semua media sosial dan platform permainan dan hindari berkomunikasi dengan orang yang tak dikenal.
"Buat kesepakatan aturan penggunaan internet, misalnya boleh dari jam sekian sampai jam sekian. Ajarkan juga anak bertangung jawab terhadap apa yang diaksesnya dan mereka harus tahu konsekuensi, bahayanya kalau misalnya membuka informasi pribadi," demikian kiat Eva.
Kapolresta Jambi Kombes Pol Eko Wahyudi di Jambi, Kamis, mengatakan penghentian proses penyelidikan kasus tersebut setelah Polisi melakukan gelar perkara
"Setelah gelar perkara kemarin tidak ada bukti tanda-tanda kekerasan terjadinya pemerkosaan. Kami ambil kesimpulan, kasus tersebut dihentikan dalam proses penyelidikan," kata dia.
Dari proses penyelidikan dan hasil gelar perkara tersebut, kata dia, disimpulkan bahwa kasus yang dilaporkan YS (20) bukanlah tindak pidana pemerkosaan.
Sementara itu saat ini Kepolisian masih melakukan penyelidikan terkait motif dibalik YS melakukan pelaporan yang tidak terbukti tersebut.
Sebelumnya diberitakan YS membuat laporan ke Polresta Jambi terkait dugaan kekerasan dan pemerkosaan yang dilakukan delapan anak terhadap dirinya pada Jumat (3/2).
Dihari yang sama terdapat 17 anak dibawah umur yang melaporkan YS kembali ke Polda Jambi dengan dugaan pelecehan seksual.
Setelah melakukan penyelidikan Ditreskrimum Polda Jambi menetapkan YS sebagai tersangka. YS menjalani tes kejiwaan di Rumah Sakit Jiwa Jambi. Hasil tes kejiwaan tersebut menyatakan YS tidak mengalami gangguan jiwa. Saat ini YS ditahan di rutan Mapolda Jambi.
Sementara itu, terhadap anak-anak yang menjadi korban itu 10 orang anak menjalani rehabilitasi di Balai Rehabilitasi Sentra Alyatama Jambi.
Tapi saat ini 10 orang anak tersebut sudah kembali ke rumah masing-masing meskipun tidak menyelesaikan proses rehabilitasi.
Cara cegah anak jadi korban pelecehan seksual
Dokter spesialis anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia dr Eva Devita, SpA(K) berpendapat pencegahan kekerasan seksual pada anak harus diawali dengan edukasi yakni bagaimana dia menjaga bagian tubuhnya.
"Atau orangtua diedukasi untuk memberikan pendidikan seksual anak, yakni agar anak mengenal anggota privasi tubuhnya," kata dia yang menjabat sebagai Ketua Satgas Perlindungan Anak IDAI itu kepada awak media secara daring, Kamis.
Orangtua, sambung dia, perlu juga mengedukasi anak tentang bagian tubuh mana yang tidak boleh dilihat orang lain, mana yang boleh dipegang orang lain dan apa yang harus dilakukan ketika ada orang yang ingin melihat atau memegang area privasi tersebut.
Anak harus diajarkan bahwa tidak boleh ada sembarang orang yang mencium bibirnya, memegang dadanya, kemaluannya, bokongnya. Menurut Eva, hanya ibunya kemudian dokternya yang boleh melihat.
Kemudian, apabila ada orang yang ingin memegang, memotret, menyuruh anak melepaskan pakaian, maka anak harus diedukasi untuk lari berteriak dan melapor pada orang dewasa terdekat.
"Jadi orang dewasa di sekitar anak harus memiliki kepekaan terhadap kekerasan seksual yang mungkin terjadi di lingkungan sekitarnya sehingga bisa memberikan perlindungan yang dibutuhkan anak," kata dia.
Lebih lanjut, Eva juga memberikan kiat melindungi anak di dunia maya, antara lain dengan mengevaluasi aturan pemakaian internet yang aman dan menyiapkan perangkat keamanan untuk komputer, laptop, smartphone dan lainnya.
Orangtua juga bisa membuat pengaturan pengawasan pada semua alat yang terhubung dengan internet misalnya age-appropriate filters dan monitoring tools, sehingga mereka bisa mengawasi kegiatan anak saat berselancar di dunia maya.
Selain itu, bangun kepercayaan dan komunikasi dengan anak, misalnya dengan menyediakan waktu online bersama anak, atau secara teratur berdialog tentang apa yang dilakukan online.
Hal lain yang bisa orangtua lakukan yakni mengajarkan anak menghindari membagi informasi pribadi. Ajari anak berpikir sebelum mengunggah, menggunakan setting privacy pada semua media sosial dan platform permainan dan hindari berkomunikasi dengan orang yang tak dikenal.
"Buat kesepakatan aturan penggunaan internet, misalnya boleh dari jam sekian sampai jam sekian. Ajarkan juga anak bertangung jawab terhadap apa yang diaksesnya dan mereka harus tahu konsekuensi, bahayanya kalau misalnya membuka informasi pribadi," demikian kiat Eva.