Kuala Kapuas (ANTARA) - Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kabupaten Kapuas melakukan rapat terbatas membahas tindak lanjut hasil evaluasi Monitoring Center for Prevention Komisi Pemberantasan Korupsi (MCP-KPK) Tahun 2023.  

“Kita harus menindaklanjuti hasil reviu Inspektorat daerah, karena memiliki proporsi nilai yang tinggi dalam penilaian MCP KPK," kata Kepala Bidang Pelayanan PBB dan BPHTB BPPRD Kapuas, Surya Nibana di Kuala Kapuas, Rabu.

MCP merupakan sebuah aplikasi atau dashboard yang dikembangkan KPK untuk melakukan monitoring  capaian kinerja program pencegahan korupsi, melalui perbaikan tata Kelola pemerintahan yang dilaksanakan pemerintah daerah di seluruh Indonesia.

Dijelaskannya, MCP sendiri memiliki 8 cakupan intervensi yaitu perizinan, pengadaan barang dan jasa, perencanaan dan penganggaran APBD, pengawasan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), manajemen ASN, Manajemen Aset Daerah, Optimalisasi Pajak Daerah dan Tata Kelola Keuangan Desa.

"BPPRD yang memiliki ranah intervensi optimalisasi pajak daerah harus selalu melakukan inovasi pemungutan pajak dan memantau efektivitas dari alat/aplikasi inovasi pajak daerah tersebut, secara berkala karena pajak daerah yang dipungut tidak sesuai potensi pajak yang sebenarnya, akan berpotensi merugikan keuangan negara," jelasnya.

Hal ini, tambahnya, karena bidang pelayanan PBB dan BPHTB tidak mungkin bisa mengejar nilai dari  poin tunggakan PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), karena rasio tunggakan pajak berasal dari hasil penagihan tunggakan pajak berbanding total tunggakan pajak.

Baca juga: Wabup Kapuas sebut pemerintahan tetap berjalan usai bupati ditahan KPK

“Tidak mungkin bisa tercapai, karena nilai tunggakan PBB-P2 senilai Rp25 miliar. Kalaupun mendapat Rp1 miliar, hanya mendapat prosentase kecil, karena faktor pembaginya saja sudah besar," katanya.

Sementara itu, ditambahkan Kepala Bidang Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah, Ofra Yekamia, bahwa ada lima dari 10 jenis pajak yang dipungut BPPRD yang akan dipacu realisasinya. Yaitu pajak hotel, restoran, air  tanah, mineral bukan logam dan batuan serta Pajak PBB/BPHTB.

“Dari upaya yang kita lakukan akan kita pantau dan laporkan terus bentuk inovasinya," kata Ofra Yekamia.

Kendala bukan hanya pada proses penagihan pajak saja. Tapi juga pada sulitnya koordinasi dengan instansi terkait pemungutan pajak. Harus satu frekuensi dalam meningkatkan pendapatan pajak daerah.

"Tidak mudah menarik pajak dari masyarakat kecuali ada political will yang dikawal aparat hukum. Jadi sebenarnya mereka tau saja kewajiban perpajakannya, hanya mereka bersifat menunggu teguran,” demikian Ofra Yekamia.

Baca juga: KPK kembali lakukan penggeledahan, kini giliran Kantor DPUPRPKP dan PDAM Kapuas

Baca juga: Pemkab Kapuas perpanjang masa pendaftaran calon anggota Paskibraka

Baca juga: Realisasi pendapatan daerah Kapuas 2022 melebihi target


Pewarta : All Ikhwan
Uploader : Admin 2
Copyright © ANTARA 2024