Jakarta (ANTARA) - Dosen Sosiologi Hukum FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Umar Salahudin mendukung langkah Korps Adhyaksa memutasi dan memeriksa tiga oknum jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Madiun, Jawa Timur yang melakukan pungutan liar terhadap pejabat dan pengusaha.
"Ini saya sepakat. Maksudnya, tidak hanya berhenti pada mutasi, tapi pihak kejaksaan secara inheren mengusut secara tuntas kasusnya, apakah ini hanya pelanggaran moral etik atau juga mengarah pada pidana," ujar Umar dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Kalau ada potensi pelanggaran pidana, tutur Umar melanjutkan, maka harus dibawa ke pengadilan.
“Dan tentu saja kalau sudah masuk ranah pidana, sanksinya lebih berat dengan PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat) dan sebagai macamnya," ucapnya.
Menurut Umar, kejaksaan harus bisa mengambil tindakan tegas terhadap anggotanya yang melakukan pelanggaran. Terlebih, kejaksaan termasuk salah satu institusi penegak hukum.
"Kalau dibiarkan, apalagi dengan penegakan hukum lemah, akan jadi preseden buruk bagi institusi penegak hukum, kejaksaan. Karena apa? Karena kejaksaan adalah aparat penegak hukum," tuturnya.
Dirinya khawatir kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum, utamanya kejaksaan, akan runtuh jika para pelaku hanya mendapatkan hukuman ringan. Oleh karenanya, kejaksaan juga diminta menjadikan kasus tersebut sebagai pembelajaran.
"Ini harus jadi warning bagi kejaksaan agar bisa lebih serius menata lembaga dan personel-personelnya agar menjaga integritas sebagai penegak hukum," ucap Umar.
Sebagai informasi, Tim Pengawasan Jaksa Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim mulai melakukan pemeriksaan terhadap tiga oknum jaksa Kejari Kabupaten Madiun yang melakukan pungli terhadap pejabat dan pengusaha. Selain itu para oknum dimutasi ke Kejati Jatim agar memudahkan proses pengusutan internal.
"Ini saya sepakat. Maksudnya, tidak hanya berhenti pada mutasi, tapi pihak kejaksaan secara inheren mengusut secara tuntas kasusnya, apakah ini hanya pelanggaran moral etik atau juga mengarah pada pidana," ujar Umar dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Kalau ada potensi pelanggaran pidana, tutur Umar melanjutkan, maka harus dibawa ke pengadilan.
“Dan tentu saja kalau sudah masuk ranah pidana, sanksinya lebih berat dengan PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat) dan sebagai macamnya," ucapnya.
Menurut Umar, kejaksaan harus bisa mengambil tindakan tegas terhadap anggotanya yang melakukan pelanggaran. Terlebih, kejaksaan termasuk salah satu institusi penegak hukum.
"Kalau dibiarkan, apalagi dengan penegakan hukum lemah, akan jadi preseden buruk bagi institusi penegak hukum, kejaksaan. Karena apa? Karena kejaksaan adalah aparat penegak hukum," tuturnya.
Dirinya khawatir kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum, utamanya kejaksaan, akan runtuh jika para pelaku hanya mendapatkan hukuman ringan. Oleh karenanya, kejaksaan juga diminta menjadikan kasus tersebut sebagai pembelajaran.
"Ini harus jadi warning bagi kejaksaan agar bisa lebih serius menata lembaga dan personel-personelnya agar menjaga integritas sebagai penegak hukum," ucap Umar.
Sebagai informasi, Tim Pengawasan Jaksa Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim mulai melakukan pemeriksaan terhadap tiga oknum jaksa Kejari Kabupaten Madiun yang melakukan pungli terhadap pejabat dan pengusaha. Selain itu para oknum dimutasi ke Kejati Jatim agar memudahkan proses pengusutan internal.