Padang (ANTARA) - Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional ATR/BPN menjamin hak tanah ulayat masyarakat hukum adat di Tanah Air tidak akan hilang setelah didaftarkan atau disertifikatkan.
"Tidak akan hilang apabila segera didaftarkan atau disertifikatkan," kata Menteri ATR/BPN Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto di Padang, Rabu.
Penegasan tersebut disampaikan Menteri Hadi apabila ada masyarakat hukum ada yang khawatir jika tanah ulayat hukum adat mereka beralih ke pihak lain setelah didaftarkan atau disertifikatkan.
Perlu diketahui, sambung Hadi, Kementerian ATR/BPN hanya bertugas memindahkan data fisik tanah dan aspek yuridis ke dalam buku tanah maupun surat ukur.
Apabila tanah ulayat hukum adat tersebut telah didaftarkan atau memperoleh sertifikat, masyarakat yang berada di dalam ruang lingkup tanah itu hanya tinggal mengatur ketentuannya tanpa harus kehilangan hak mereka.
Dalam kunjungan kerjanya ke Ranah Minang Selasa-Rabu (20/21), eks Panglima TNI tersebut membeberkan luas tanah ulayat masyarakat hukum adat di Provinsi Sumatera Barat mencapai 352.000 Hektare (Ha).
Hadi mengatakan tanah ulayat masyarakat hukum adat yang sudah didaftarkan dan memperoleh sertifikat, akan memberikan keuntungan dan kepastian hukum salah satunya luasan tanah tidak akan terus berkurang.
"Setelah kita daftarkan tidak akan ada lagi tumpang-tindih, tidak akan ada lagi masalah lain yang ingin mengambil tanah tersebut," ujar dia menegaskan.
Guna menyelesaikan berbagai persoalan tanah ulayat di Tanah Air, Kementerian ATR/BPN terlebih dahulu akan memetakan mana tanah yang masuk wewenang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), milik masyarakat hukum adat, tanah yang ditempati instansi lain dengan mengantongi sertifikat, termasuk menentukan wilayah sepadan sungai atau jalan.
"Setelah kita keluarkan sertifikat dan dimasukkan ke tata ruang maka akan terlihat mana wilayah adat dan mana wilayah lain," ujar dia menjelaskan.
"Tidak akan hilang apabila segera didaftarkan atau disertifikatkan," kata Menteri ATR/BPN Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto di Padang, Rabu.
Penegasan tersebut disampaikan Menteri Hadi apabila ada masyarakat hukum ada yang khawatir jika tanah ulayat hukum adat mereka beralih ke pihak lain setelah didaftarkan atau disertifikatkan.
Perlu diketahui, sambung Hadi, Kementerian ATR/BPN hanya bertugas memindahkan data fisik tanah dan aspek yuridis ke dalam buku tanah maupun surat ukur.
Apabila tanah ulayat hukum adat tersebut telah didaftarkan atau memperoleh sertifikat, masyarakat yang berada di dalam ruang lingkup tanah itu hanya tinggal mengatur ketentuannya tanpa harus kehilangan hak mereka.
Dalam kunjungan kerjanya ke Ranah Minang Selasa-Rabu (20/21), eks Panglima TNI tersebut membeberkan luas tanah ulayat masyarakat hukum adat di Provinsi Sumatera Barat mencapai 352.000 Hektare (Ha).
Hadi mengatakan tanah ulayat masyarakat hukum adat yang sudah didaftarkan dan memperoleh sertifikat, akan memberikan keuntungan dan kepastian hukum salah satunya luasan tanah tidak akan terus berkurang.
"Setelah kita daftarkan tidak akan ada lagi tumpang-tindih, tidak akan ada lagi masalah lain yang ingin mengambil tanah tersebut," ujar dia menegaskan.
Guna menyelesaikan berbagai persoalan tanah ulayat di Tanah Air, Kementerian ATR/BPN terlebih dahulu akan memetakan mana tanah yang masuk wewenang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), milik masyarakat hukum adat, tanah yang ditempati instansi lain dengan mengantongi sertifikat, termasuk menentukan wilayah sepadan sungai atau jalan.
"Setelah kita keluarkan sertifikat dan dimasukkan ke tata ruang maka akan terlihat mana wilayah adat dan mana wilayah lain," ujar dia menjelaskan.