Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan mantan Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono menerima gratifikasi hingga Rp28 miliar dengan menyalahgunakan wewenang jabatannya saat berdinas di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.
"Dugaan penerimaan gratifikasi oleh AP sejauh ini sejumlah sekitar Rp28 miliar dan masih terus dilakukan penelusuran lebih lanjut," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat.
Uang hasil korupsi tersebut kemudian diduga digunakan tersangka AP dengan cara dibelanjakan dan ditransfer untuk keperluan AP dan keluarganya.
Kemudian dalam kurun waktu 2021 dan 2022, Andhi Pramono diduga melakukan pembelian berlian senilai Rp652 juta, pembelian polis asuransi senilai Rp1 miliar dan pembelian rumah di wilayah Pejaten, Jakarta Selatan senilai Rp20 miliar.
Alex mengungkapkan penerimaan gratifikasi tersebut diduga terjadi pada rentang waktu 2012-2022.
Penerimaan gratifikasi tersebut diduga terjadi saat yang bersangkutan menduduki beberapa posisi mulai dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) hingga menjadi pejabat eselon III di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan posisi terakhir Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Makassar.
Andhi Pramono diduga memanfaatkan jabatannya untuk bertindak sebagai broker dan memberikan rekomendasi bagi para pengusaha yang bergerak di bidang ekspor impor sehingga nantinya dapat dipermudah dalam melakukan aktifitas bisnisnya.
Dari rekomendasi dan tindakan broker yang dilakukannya, AP diduga menerima imbalan sejumlah uang dalam bentuk fee.
Atas perbuatannya, tersangka AP dijerat dengan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tersangka AP juga disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Dugaan penerimaan gratifikasi oleh AP sejauh ini sejumlah sekitar Rp28 miliar dan masih terus dilakukan penelusuran lebih lanjut," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat.
Uang hasil korupsi tersebut kemudian diduga digunakan tersangka AP dengan cara dibelanjakan dan ditransfer untuk keperluan AP dan keluarganya.
Kemudian dalam kurun waktu 2021 dan 2022, Andhi Pramono diduga melakukan pembelian berlian senilai Rp652 juta, pembelian polis asuransi senilai Rp1 miliar dan pembelian rumah di wilayah Pejaten, Jakarta Selatan senilai Rp20 miliar.
Alex mengungkapkan penerimaan gratifikasi tersebut diduga terjadi pada rentang waktu 2012-2022.
Penerimaan gratifikasi tersebut diduga terjadi saat yang bersangkutan menduduki beberapa posisi mulai dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) hingga menjadi pejabat eselon III di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan posisi terakhir Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Makassar.
Andhi Pramono diduga memanfaatkan jabatannya untuk bertindak sebagai broker dan memberikan rekomendasi bagi para pengusaha yang bergerak di bidang ekspor impor sehingga nantinya dapat dipermudah dalam melakukan aktifitas bisnisnya.
Dari rekomendasi dan tindakan broker yang dilakukannya, AP diduga menerima imbalan sejumlah uang dalam bentuk fee.
Atas perbuatannya, tersangka AP dijerat dengan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tersangka AP juga disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).