Jakarta (ANTARA) -
Berpetualang untuk mendatangkan kesenangan tak harus pergi jauh ke belantara hutan atau pegunungan. Kesenangan bisa juga didapatkan dengan berkegiatan di dalam rumah. Ternyata petualangan di dapur bermanfaat sebagai terapi kesehatan jiwa, termasuk depresi, gangguan suasana hati (mood disorder), dan membantu pengobatan skizofrenia.

Siapa sangka sebuah proses terapi jiwa bisa dilakukan dengan aktivitas sederhana dari ruang dapur. Kegiatan memasak rupanya membawa segudang manfaat untuk kesehatan mental seseorang.

Cooking Therapy (terapi memasak) didefinisikan oleh beberapa ahli sebagai “teknik terapi yang menggunakan seni memasak, keahlian memasak, dan hubungan pribadi, budaya, dan keluarga individu dengan makanan untuk mengatasi masalah emosional dan psikologis”.

Sebuah studi tahun 2016 yang dipublikasikan dalam Journal of Positive Psychology menemukan bahwa orang-orang yang terlibat dalam kegiatan kreatif seperti halnya memasak, memiliki kehidupan yang lebih bahagia.

Mengapa demikian? Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Viska Erma Mustika menjelaskan bahwa hal itu terjadi karena aktivitas memasak memungkinkan seseorang terbiasa untuk berinteraksi dengan berbagai jenis makanan,  sehingga terbangun pula kesadaran akan makanan yang dimakan, baik dari nutrisi maupun higienitas makanan.

Baca juga: Kesalahan memasak dapat perlambat metabolisme dan menambah berat badan

Menurut studi dari Jurnal Public Health Nutrion, memasak di rumah membuat seseorang cenderung memiliki perilaku makan secara lebih sehat dibanding mereka yang makan di luar.

“Ketika makanan yang dikonsumsi lebih sehat, dampaknya orang akan lebih sehat. Secara biologi, ini akan meningkatkan produksi hormon kebahagiaan (khususnya serotonin) sehingga muncul efek bahagia,” kata Viska.

Selanjutnya, masih dari penjelasan Viska, ketika memasak secara tidak sadar kita dipaksa untuk menggunakan seluruh indera dan berada pada momen saat itu juga. Mulai dari persiapan memasak sampai dengan masakan disajikan, ada berbagai macam proses yang dilalui dan harus fokus pada saat itu juga.

“Di psikologi ini disebut dengan mindfulness, yakni momen di mana diri kita fokus pada kondisi saat ini (here and now), bukan pada masa lalu atau masa depan yang seringkali menjadi pemicu kebanyakan kecemasan dan stres terjadi,”papar dia.

Psikolog pendidikan pada Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) itu menambahkan bahwa memasak juga bisa digunakan sebagai proses untuk pembentukan perilaku, misalnya pada anak-anak. Ketika anak-anak dilibatkan dalam proses memasak, akan ada banyak manfaat yang bisa diperoleh sekaligus.

Dari aktivitas memasak, anak belajar bahwa makanan yang dimakannya ternyata perlu proses yang panjang untuk menjadi makanan yang bisa dimakan. Mulai dari berbelanja bahan makanan, kompleksitas dalam proses memasak itu sendiri, menyiapkan makanan di meja makan, bahkan sampai selesai makanan disajikan ada alat-alat memasak yang harus dibereskan.

“Hal ini akan memantik empati anak, yang kemudian memantik munculnya rasa tanggung jawab dan kemandirian,” ujar Viska.

Baca juga: Melakukan aktivitas fisik dapat meningkatkan kualitas hidup lansia

Fungsi terapi

Memasak, yang merupakan proses panjang hingga menu makanan terhidang di meja makan, memiliki fungsi terapi dalam aktivitas praktisnya. Manfaat demi manfaat dapat diraih dari kegiatan petualangan di dapur itu.

Memilih menu. 

Memasak sendiri berarti bisa menentukan menu secara kustom, sesuai selera dan keinginan. Tapi gunakanlah kebebasan itu untuk memilih menu sehat dengan mempertimbangkan kecukupan nutrisi.

Studi dalam The Lancet Psychiatry yang berjudul Nutritional Medicine as Mainstream in Psychiatrymengungkapkan bahwa otak beroperasi pada tingkat metabolisme yang sangat tinggi, menghirup sebagian besar energi total, dan asupan nutrisi tubuh.

Artinya, penelitian telah membangun hubungan antara kesehatan otak dan beberapa nutrisi, termasuk lemak omega-3, vitamin B, zat besi, seng, magnesium, dan asam amino.

Untuk itu, pastikan pilih resep masakan bernutrisi yang bertujuan menyehatkan otak dan menjaga kesehatan mental.

 

- Berbelanja. 

Setelah menentukan menu dan membuat daftar belanja yang dibutuhkan, tibalah saatnya untuk berburu bahan makanan ke pasar (swalayan atau tradisional, bebas). Dalam aktivitas ini dikenal istilah terapi ritel, yaitu berbelanja untuk menenangkan atau mengangkat suasana hati. Dimotivasi oleh keinginan untuk merasa lebih baik dalam memenuhi kebutuhan, seperti berbelanja bahan makanan. Kegiatan ini juga bisa disebut pembelian kenyamanan, belanja stres, atau pembelian kompensasi.

Terapi ritel bisa menjadi pengalaman yang santai, memberdayakan pada kesempatan tertentu, dan tidak harus menjadi kesenangan yang menimbulkan rasa bersalah.

 

- Memasak. 

Tiba waktunya petualangan tipis-tipis dimulai di arena dapur. Bagi pemula, kegiatan memasak bisa menjadi momen mendebarkan, karena percampuran antara rasa ingin mencoba dan kekhawatiran gagal.

Di sana ada proses persiapan yang melibatkan bahan-bahan makanan dan berbagai peralatan untuk mengiris, mencincang, menumbuk, mengaduk dan seterusnya.

Kemudian proses eksperimen dalam mempraktikkan resep pilihan. Bila kebetulan memasak dengan pasangan atau anggota keluarga, ruang dapur kadang menjadi TKP dari kejadian perdebatan, mulai dari jenis masakan, cara memasak, hingga selera bumbu yang akan digunakan. Semua dinamika itu menimbulkan keseruan tersendiri yang sekaligus menghangatkan hubungan satu sama lain, serta melatih masing-masing untuk mampu berkompromi dalam keberbedaan keinginan.

Belum lagi aktivitas fisik selama kegiatan berlangsung. Memasak mengharuskan seseorang berdiri tegak, mengambil bahan, mencampur, memotong, dan membersihkan setelahnya. Sesi ini adalah salah satu cara untuk melakukan sesuatu yang menyenangkan sekaligus relatif aktif. Bahkan terbukti mengurangi risiko kecacatan, kehilangan kemandirian, dan malnutrisi di antara orang dewasa lanjut usia, karena membutuhkan banyak keterampilan fisik dan mental untuk digunakan secara bersamaan.

Mengingat manfaat memasak untuk kesehatan mental, seorang terapis keluarga yang berasal dari California, Lisa Bahar mendorong kliennya melatih fokus untuk mengamati setiap olahan makanan yang akan dimasak.

“Mulai dari mengamati bentuk, melihat warna, dan mencium aromanya. Kemudian, lama-kelamaan proses memasak mampu membantu mengurangi stres dan meningkatkan semangat hidup yang lebih besar,” kata Lisa.

 

- Menghidangkan. 

Meja makan adalah panggung untuk mempresentasikan hasil eksperimen di dapur. Ada kemungkinan gagal atau sukses menyajikan makanan yang lezat.

Bila gagal, semoga anggota keluarga yang menjadi konsumen tidak serta-merta mencela, melainkan memberi masukan dengan bahasa yang menyenangkan untuk perbaikan acara masak berikutnya. Bagi orang beraliran optimistik, gagal malah akan membuatnya penasaran untuk mengulang dan mencobanya lagi.

Studi dari Health Education & Behaviormengungkapkan, memasak menghasilkan pengaruh positif pada sosialisasi, harga diri, kualitas hidup, dan pengaruh untuk orang lain.

Ketika memasak dan menghasilkan makanan yang lezat, maka itu sebagai suatu hasil yang didambakan dan membentuk perasaan lebih positif seperti layaknya menerima hadiah. Hal ini kemudian yang mampu menurunkan tingkat stres yang sedang dialami.

Sebuah klinik kesehatan mental di Amerika menggunakan kegiatan memasak sebagai terapi mental. Terapi dengan memasak disebut dengan therapeutik cooking. Hasil dari terapi tersebut membuktikan bahwa memasak dapat membantu pengobatan skizofrenia, depresi, mood disorder, dan masalah kesehatan mental lainnya.

Baca juga: Enam kebiasaan yang dapat menimbulkan risiko penyakit diabetes

Cinta dan kepedulian. 

Adalah spirit yang menggerakkan seseorang mau melakukan aktivitas memasak, yang padahal pekerjaan rumit. Seperti diakui seorang koki ikonik Prancis Pierre Gagnaire.

“Memasak melibatkan banyak indera. Ia dibuat untuk mata, mulut, hidung, telinga, dan jiwa. Tidak ada seni lain yang serumit ini. ”

Cinta kepada pasangan, anak, dan anggota keluarga lain atau siapapun, membuat seseorang rela bersusah payah berjibaku di dapur untuk mengolah makanan demi menjamu mereka menu yang istimewa.

“Memasak tidak akan pernah baik jika tidak terbuat dari cinta untuk orang yang diperuntukkannya masakan tersebut,” kata Paul Bocuse, koki Prancis yang berbasis di Lyon.

Begitupun kepedulian terhadap badan dan kesehatan diri, akan mendorong seseorang untuk memilih menu dan bahan makanan terbaik, kemudian memasaknya sendiri untuk memastikan proses yang benar dan higienitas makanan.

Memasak bisa menjadi bentuk perawatan diri yang paling mendasar, sekaligus manifestasi rasa terima kasih kepada yang menciptakan diri kita, berikut rezeki yang menyertainya.

 


Pewarta : Sizuka
Uploader : Admin Kalteng
Copyright © ANTARA 2024