Jakarta (ANTARA) - Paparan polusi udara meningkatkan kemungkinan bayi lahir dengan berat badan rendah dan risiko tersebut dapat dikurangi jika ibu hamil tinggal di ruang yang lebih hijau, demikian temuan sebuah studi baru dalam jurnal BMC Medicine.
Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak dengan berat badan lahir rendah mempunyai peningkatan risiko asma dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) seiring bertambahnya usia.
Untuk sampai pada temuan tersebut, para peneliti seperti disiarkan Medical Daily, Senin (11/9) menggunakan data studi Respiratory Health in Northern Europe (RHINE) berisi informasi tentang 4.286 anak dan ibunya.
Studi ini mengukur tingkat kehijauan wilayah menggunakan citra satelit dan polusi di wilayah tersebut berdasarkan lima polutan yakni nitrogen dioksida, ozon, karbon hitam, dan dua jenis particulate matter (PM) 2.5 dan 10.
Baca juga: Cegah sindrom down dengan perbaikan nutrisi sebelum hamil
Tim tersebut membandingkan berat lahir anak-anak yang lahir dari ibu hamil yang terpapar berbagai tingkat polusi.
Mereka menemukan bahwa tingkat polusi udara yang lebih tinggi dikaitkan dengan berat badan lahir bayi yang lebih rendah. Penurunan rata-rata berat lahir adalah 56 gram, 46 gram, 48 gram dan 48 gram masing-masing untuk PM2.5, PM10, nitrogen dioksida dan karbon hitam.
“Masa pertumbuhan bayi di dalam rahim sangat penting untuk perkembangan paru-paru. Kita tahu bahwa bayi dengan berat badan lahir rendah rentan terhadap infeksi dada, dan hal ini dapat menyebabkan masalah seperti asma dan PPOK di kemudian hari,” kata Robin Mzati Sinsamala.
Baca juga: Kenali enam faktor yang menimbulkan risiko gangguan kesuburan
Dia mengatakan hasil penelitiannya dan tim menunjukkan bahwa wanita hamil yang terpapar polusi udara, bahkan pada tingkat yang relatif rendah, akan melahirkan bayi yang lebih kecil.
Mereka menyarankan bahwa tinggal di kawasan yang lebih hijau dapat membantu mengatasi dampak ini.
"Bisa jadi kawasan hijau cenderung memiliki lalu lintas yang lebih rendah atau tanaman membantu membersihkan polusi udara, atau kawasan hijau dapat memudahkan ibu hamil untuk aktif secara fisik,” kata Sinsamala.
Ketua European Respiratory Society Advocacy Council Prof Arzu Yorganciolu berpendapat penelitian ini menambah lebih banyak bukti mengenai dampak polusi udara terhadap kesehatan manusia terutama pada bayi dan anak kecil yang rentan.
Baca juga: Stres selama hamil bisa mengubah bentuk plasenta
Baca juga: Awas! Wanita hamil yang depresi berisiko kena stroke usai melahirkan
Baca juga: Benarkah positif COVID-19 saat hamil berisiko gangguan otak pada bayi laki-laki
Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak dengan berat badan lahir rendah mempunyai peningkatan risiko asma dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) seiring bertambahnya usia.
Untuk sampai pada temuan tersebut, para peneliti seperti disiarkan Medical Daily, Senin (11/9) menggunakan data studi Respiratory Health in Northern Europe (RHINE) berisi informasi tentang 4.286 anak dan ibunya.
Studi ini mengukur tingkat kehijauan wilayah menggunakan citra satelit dan polusi di wilayah tersebut berdasarkan lima polutan yakni nitrogen dioksida, ozon, karbon hitam, dan dua jenis particulate matter (PM) 2.5 dan 10.
Baca juga: Cegah sindrom down dengan perbaikan nutrisi sebelum hamil
Tim tersebut membandingkan berat lahir anak-anak yang lahir dari ibu hamil yang terpapar berbagai tingkat polusi.
Mereka menemukan bahwa tingkat polusi udara yang lebih tinggi dikaitkan dengan berat badan lahir bayi yang lebih rendah. Penurunan rata-rata berat lahir adalah 56 gram, 46 gram, 48 gram dan 48 gram masing-masing untuk PM2.5, PM10, nitrogen dioksida dan karbon hitam.
“Masa pertumbuhan bayi di dalam rahim sangat penting untuk perkembangan paru-paru. Kita tahu bahwa bayi dengan berat badan lahir rendah rentan terhadap infeksi dada, dan hal ini dapat menyebabkan masalah seperti asma dan PPOK di kemudian hari,” kata Robin Mzati Sinsamala.
Baca juga: Kenali enam faktor yang menimbulkan risiko gangguan kesuburan
Dia mengatakan hasil penelitiannya dan tim menunjukkan bahwa wanita hamil yang terpapar polusi udara, bahkan pada tingkat yang relatif rendah, akan melahirkan bayi yang lebih kecil.
Mereka menyarankan bahwa tinggal di kawasan yang lebih hijau dapat membantu mengatasi dampak ini.
"Bisa jadi kawasan hijau cenderung memiliki lalu lintas yang lebih rendah atau tanaman membantu membersihkan polusi udara, atau kawasan hijau dapat memudahkan ibu hamil untuk aktif secara fisik,” kata Sinsamala.
Ketua European Respiratory Society Advocacy Council Prof Arzu Yorganciolu berpendapat penelitian ini menambah lebih banyak bukti mengenai dampak polusi udara terhadap kesehatan manusia terutama pada bayi dan anak kecil yang rentan.
Baca juga: Stres selama hamil bisa mengubah bentuk plasenta
Baca juga: Awas! Wanita hamil yang depresi berisiko kena stroke usai melahirkan
Baca juga: Benarkah positif COVID-19 saat hamil berisiko gangguan otak pada bayi laki-laki