Pangkalan Bun (ANTARA) - Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XIII Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melaksanakan kegiatan digitalisasi dan penyusunan metadata manuskrip koleksi Istana Mangkubumi Pangkalan Bun.
"Tujuan kegiatan ini yaitu menyelamatkan wujud fisik, data, dan nilai yang terkandung dalam manuskrip serta desiminasi warisan budaya sebagai bagian dari upaya pemajuan kebudayaan di Indonesia," kata Kepala BPK Wilayah XIII Kaltengsel Muslimin A.R Effendy di Pangkalan Bun, Minggu.
Muslimin mengatakan, Kabupaten Kobar memiliki peninggalan sejarah dan budaya yang beragam dan tersebar di beberapa desa dan kecamatan.
"Dari jenis tinggalan yang ada, salah satu di antaranya yang kurang mendapat perhatian adalah manuskrip," ucapnya.
Dia menyampaikan, digitalisasi dan penyusunan metadata yang digagas BPK Wilayah XIII Provinsi Kalteng yang mendapat bantuan dan dukungan kepakaran dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tahun 2023 ini, merupakan sebuah program penyelamatan warisan budaya dari ancaman kepunahan.
Program ini mulai digagas dan dilaksanakan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Regional Kalimantan di tahun 2021 yang secara kelembagaan terjadi reorganisasi di tahun 2023. Kini berganti nama menjadi BPK di bawah pimpinan Bapak Muslimin A.R. Effendy dan program tersebut masih berlanjut.
"Pada tahun awal program ini dimulai, prioritas aksi yang dilakukan adalah tindakan penyelamatan terhadap wujud fisik manuskrip yang telah mengalami korosi, robek, kusam karena sarana penyimpanan yang tidak memenuhi standar melalui konservasi, perbaikan binding dan restorasi dengan bantuan tenaga ahli dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dan Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar Kemenag. Tahun 2022 program ini kami lanjutkan bekerjasama dengan Dreamsea dan BRIN," jelasnya.
Muslimin menambahkan, dirinya berharap melalui digitalisasi dan penyusunan metadata manuskrip, ada dukungan dari pemerintah daerah, untuk membantu menjaga dan melestarikan jejak tradisi ini dengan memperbaiki sarana dan prasarana yang layak, membuat peta jalan dan strategi pemajuan kebudayaan di daerah.
Peneliti Pusat Riset Manuskrip, Literatur dan Tradisi Lisan BRIN Husnul Fahimah Ilyas sebagai ketua tim mengatakan, pada kegiatan ini pihaknya telah berhasil mendigitalisasi dan menyusun metadata manuskrip sebanyak 331 bundel, 321 dalam bentuk lembaran surat dan 10 bundel dalam bentuk bindingan.
Baca juga: Gebyar Dirgantara momen kenalkan olahraga dirgantara ke masyarakat Kobar
Sedangkan pada tahun sebelumnya, 2021 BPCB Kalimantan telah berhasil mengkonservasi manuskrip koleksi Istana Mangkubumi sebanyak 25 bundel. Dilanjutkan pada tahun 2022 Dreamsea bekerjasama BPCB-BRIN menyelamatkan 31 bundel manuskrip dalam bentuk digitalisasi.
"Program digitalisasi ini penting untuk merekam teks naskah yang semakin hari semakin lapuk dan melihat teks-teks ini sangatlah penting terutama mengenai literasi kerajaan yang berkembang luar biasa, dari tahun 1800 an sudah banyak pengarsipan surat. Ada surat pemesanan senjata dan amunisi, perdagangan, adat istiadat, surat izin masuk ke Kutaringin dan lainnya," ucapnya.
Husnul menyampaikan, data yang ada di Istana Pangeran Mangkubumi Pangkalan Bun menjadi sebuah data primer yang belum banyak digali oleh akademisi, periset, pemerhati dan pelaku budaya.
"Manuskrip yang telah didigitalisasi akan terekam dan akan dionline-kan oleh BPK Wilayah XIII untuk diakses khalayak secara luas," ungkapnya.
Sementara itu, Mohammad Ali Fadillah Dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten, sekaligus penulis buku “Kotawaringin: Sejarah dan Peradaban Pesisir Kalimantan” mengatakan, manuskrip atau naskah sejarah harus dianggap penting, karena dari naskah tersebut yang akan memberikan bahan-bahan penelitian sejarah di kesultanan Kutaringin.
"Manuskrip itu sumber-sumber tertulis yang masih ditulis tangan, yang usianya sekitar 100 tahun lebih, karena apabila naskah tersebut dibiarkan saja tentunya akan mengalami kerusakan karena dimakan usia," ucapnya.
Menurutnya, apabila naskah tersebut sudah rusak atau hilang maka akan kehilangan sumber untuk menyusun sejarah kesultanan Kutaringin.
"Dampaknya nanti generasi muda kita tidak akan tahu lagi tentang sejarah Kutaringin, dan hal itu akan membuat kita mencari sumber keluar negeri jadinya, bahkan untuk itu pastinya akan membutuhkan biaya yang cukup besar. Kami sangat bersyukur sejumlah naskah tersebut masih tersimpan di Astana Mangkubumi ini," ungkapnya.
Ali Fadilah menambahkan, dirinya berharap masyarakat Kotawaringin Barat, khususnya generasi muda sadar pentingnya untuk menjaga, merawat serta melestarikan sumber-sumber sejarah yang masih ada.
Baca juga: Pj Bupati Kobar: Para santri harus jadi motor penggerak kemajuan bangsa
Baca juga: Sail to Indonesia Rally 2023 diharap semakin optimalkan promosi pariwisata di Kobar
Baca juga: Pj Bupati: Produk 'Mas Basir' bantu UMKM semakin berkembang