Depok (ANTARA) - Pengamat Politik Kebijakan Publik Universitas Indonesia Vishnu Juwono menilai penetapan status tersangka Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharief Hiariej dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi Rp7 miliar terkait pengurusan akta perusahaan PT Citra Lampia Mandiri di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum menodai reformasi hukum.
"Kasus ini mengejutkan dengan adanya indikasi aliran dana dari pengusaha tambang nikel Helmut Hermawan kepada dua orang yang diduga sebagai asisten pribadi Eddy," kata Vishnu Juwono di Kampus UI Depok, Jabar, Jumat.
Baca juga: Wamenkumham Edward Omar ditetapkan tersangka kasus dugaan suap
Vishnu Juwono menilai langkah penetapan status tersangka terhadap pejabat tinggi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sangat merugikan, karena menodai kredibilitas institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam reformasi hukum.
Figur Eddy Hiariej, seorang Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada, kini berada dalam sorotan karena dugaan keterlibatan dalam kasus ini.
Rekam jejaknya sebagai seorang akademisi di bidang hukum pidana yang diakui, dan peran krusial-nya dalam sosialisasi RUU KUHP yang disetujui DPR pada Oktober 2022, menjadi poin yang disayangkan jika terbukti benar.
Baca juga: Wamenkumham menilai Presiden harus ubah keppres masa jabatan pimpinan KPK
Vishnu menunjukkan keprihatinannya terkait dengan kemunduran berulang kali dalam reformasi hukum dan pemberantasan korupsi di pemerintahan Joko Widodo.
Eddy Hiariej menjadi nama ketujuh dalam lingkaran pejabat setingkat menteri atau wakil menteri yang terjerat dalam dugaan atau telah divonis korupsi.
Kasus-kasus ini menciptakan kesan bahwa pemberantasan korupsi bukanlah prioritas utama pemerintahan Joko Widodo, sebuah kontradiksi dengan janjinya untuk pemberantasan korupsi di pemilihan Presiden 2014 dan 2019.
Baca juga: Wamenkumham: Putusan penundaan pemilu belum inkracht
Vishnu Juwono mengingatkan bahwa hasil Corruption Perception Index dari Transparency International mencerminkan penurunan terus-menerus, mencapai nilai terendah yakni 34 di era reformasi.
Selain itu, indeks penegakan hukum di Indonesia stagnan di angka 0.52-0.53 menurut World Justice Project selama periode 2015-2023.
Dengan kondisi sistem penegakan hukum yang kembali tercoreng oleh dugaan kasus korupsi dan penetapan tersangka oleh KPK terhadap Eddy Hiariej dan institusi Kemenkumham.
Baca juga: Mahfud MD : Wamenkumham tersangka bukti KPK tidak pandang bulu
Vishnu Juwono menyarankan agar Eddy mengajukan pengunduran diri sebagai Wakil Menteri. Langkah ini diharapkan dapat memberikan Eddy kesempatan untuk fokus pada upaya pemulihan nama baiknya dan membuktikan ketidakbersalahannya.
Lebih lanjut, pengunduran diri Eddy dianggap sebagai langkah penting agar institusi Kemenkumham tidak terkesan tersandera oleh kasus ini, sehingga dapat fungsinya Untuk Reformasi Hukum dì Indonesia.
Baca juga: Ketua IPW dilaporkan terkait pencemaran nama baik Aspri Wamenkumham
"Kasus ini mengejutkan dengan adanya indikasi aliran dana dari pengusaha tambang nikel Helmut Hermawan kepada dua orang yang diduga sebagai asisten pribadi Eddy," kata Vishnu Juwono di Kampus UI Depok, Jabar, Jumat.
Baca juga: Wamenkumham Edward Omar ditetapkan tersangka kasus dugaan suap
Vishnu Juwono menilai langkah penetapan status tersangka terhadap pejabat tinggi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sangat merugikan, karena menodai kredibilitas institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam reformasi hukum.
Figur Eddy Hiariej, seorang Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada, kini berada dalam sorotan karena dugaan keterlibatan dalam kasus ini.
Rekam jejaknya sebagai seorang akademisi di bidang hukum pidana yang diakui, dan peran krusial-nya dalam sosialisasi RUU KUHP yang disetujui DPR pada Oktober 2022, menjadi poin yang disayangkan jika terbukti benar.
Baca juga: Wamenkumham menilai Presiden harus ubah keppres masa jabatan pimpinan KPK
Vishnu menunjukkan keprihatinannya terkait dengan kemunduran berulang kali dalam reformasi hukum dan pemberantasan korupsi di pemerintahan Joko Widodo.
Eddy Hiariej menjadi nama ketujuh dalam lingkaran pejabat setingkat menteri atau wakil menteri yang terjerat dalam dugaan atau telah divonis korupsi.
Kasus-kasus ini menciptakan kesan bahwa pemberantasan korupsi bukanlah prioritas utama pemerintahan Joko Widodo, sebuah kontradiksi dengan janjinya untuk pemberantasan korupsi di pemilihan Presiden 2014 dan 2019.
Baca juga: Wamenkumham: Putusan penundaan pemilu belum inkracht
Vishnu Juwono mengingatkan bahwa hasil Corruption Perception Index dari Transparency International mencerminkan penurunan terus-menerus, mencapai nilai terendah yakni 34 di era reformasi.
Selain itu, indeks penegakan hukum di Indonesia stagnan di angka 0.52-0.53 menurut World Justice Project selama periode 2015-2023.
Dengan kondisi sistem penegakan hukum yang kembali tercoreng oleh dugaan kasus korupsi dan penetapan tersangka oleh KPK terhadap Eddy Hiariej dan institusi Kemenkumham.
Baca juga: Mahfud MD : Wamenkumham tersangka bukti KPK tidak pandang bulu
Vishnu Juwono menyarankan agar Eddy mengajukan pengunduran diri sebagai Wakil Menteri. Langkah ini diharapkan dapat memberikan Eddy kesempatan untuk fokus pada upaya pemulihan nama baiknya dan membuktikan ketidakbersalahannya.
Lebih lanjut, pengunduran diri Eddy dianggap sebagai langkah penting agar institusi Kemenkumham tidak terkesan tersandera oleh kasus ini, sehingga dapat fungsinya Untuk Reformasi Hukum dì Indonesia.
Baca juga: Ketua IPW dilaporkan terkait pencemaran nama baik Aspri Wamenkumham