Sampit (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, mencatat terdapat 441 kasus demam berdarah dengue (DBD) di wilayah tersebut selama tahun 2023, tepatnya dari Januari hingga pertengahan November.
“Memang saat ini ada peningkatan kasus DBD, dari Januari hingga hari ini kasus DBD berjumlah 441 orang,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kotawaringin Timur, Umar Kaderi di Sampit, Jumat.
Ia menyampaikan, laporan kasus DBD yang diterima pihaknya mengalami peningkatan signifikan sejak
Oktober 2023 lalu. Saat itu bertepatan dimulainya pergantian musim dari musim kemarau ke musim hujan.
Berdasarkan data kasus DBD yang diterima Dinas Kesehatan pada Januari 7 kasus, Februari 5 kasus, Maret 14 kasus, April 19 kasus, Mei 40 kasus, Juni 53 kasus, Juli 57 kasus, Agustus 40 kasus, September 67 kasus, Oktober 123 kasus dan tanggal 1-16 November ada 16 kasus.
Disebutkannya, pada masa peralihan musim hingga saat musim hujan kerawanan terkena penyakit DBD memang meningkat. Umar menjelaskan, saat musim kemarau biasanya nyamuk aedes aegypti akan bertelur dan telur itu bisa bertahan lima hingga enam bulan.
Kemudian, ketika memasuki musim hujan, dalam waktu 2-3 hari saja telur-telur yang biasanya diletakkan di permukaan genangan atau air yang jernih dan tenang oleh induknya itu, akan berubah menjadi jentik. Lalu, dari jentik berubah menjadi pupa atau kepompong hingga menjadi nyamuk dewasa membutuhkan waktu sekira 2-3 minggu.
Sehingga, populasi nyamuk memasuki musim hujan akan lebih besar dan potensi untuk tertular penyakit DBD pun semakin rentan.
Baca juga: Bupati minta kafilah Kotim berkonsentrasi mengikuti MTQH Kalteng
“Jadi penyebabnya itu sudah kita ketahui, tapi masih sulit untuk kita tangani. Seandainya, setiap masyarakat bisa menjaga lingkungannya agar tidak ada genangan air, tidak ada jentik, maka penularan DBD itu bisa kita hindari,” tuturnya.
Sementara itu, informasi yang dihimpun terdapat korban meninggal dunia akibat penyakit DBD di Kotim. Meski tak menampik kabar tersebut, Umar mengaku pihaknya belum mengetahui pasti dan masih menyelidiki kronologi meninggalnya penderita DBD tersebut.
“Untuk penderita DBD yang meninggal dunia kami belum dapat datanya, tapi akan tetap kami selidiki. Apakah karena terlambat dibawa ke fasilitas kesehatan atau lainnya, karena memang DBD ini sulit diagnosanya,” jelasnya.
Umar menambahkan, kasus DBD yang terjadi di Kotim hampir merata di setiap Kecamatan. Namun, yang paling mendominasi adalah Kecamatan Baamang dan Mentawa Baru Ketapang dengan perhitungan 78,6 persen dibanding Kecamatan lainnya.
Hal tersebut pula yang menjadi perhatian pihaknya saat ini dengan melakukan koordinasi terhadap Camat dan memanggil semua RT di dua Kecamatan tersebut untuk diberikan penyuluhan terkait DBD. Karena untuk penanganan DBD ini tidak bisa dilakukan oleh Dinkes saja, justru peran serta masyarakat sangat penting.
“Kami ingin mengajak dua Kecamatan ini untuk betul-betul menggalakkan pemberantasan sarang nyamuk atau PSN dengan melakukan 3M, sehingga tidak ada jentik nyamuk yang berkembang menjadi nyamuk dewasa,” demikian Umar.
Baca juga: Mantan Kadishub Kotim tersandung kasus parkir PPM
Baca juga: Betang Tumbang Gagu dan rumah Kai Jungkir jadi cagar budaya Kotim
Baca juga: Diskominfo Kotim dorong pembentukan PPID hingga ke desa
“Memang saat ini ada peningkatan kasus DBD, dari Januari hingga hari ini kasus DBD berjumlah 441 orang,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kotawaringin Timur, Umar Kaderi di Sampit, Jumat.
Ia menyampaikan, laporan kasus DBD yang diterima pihaknya mengalami peningkatan signifikan sejak
Oktober 2023 lalu. Saat itu bertepatan dimulainya pergantian musim dari musim kemarau ke musim hujan.
Berdasarkan data kasus DBD yang diterima Dinas Kesehatan pada Januari 7 kasus, Februari 5 kasus, Maret 14 kasus, April 19 kasus, Mei 40 kasus, Juni 53 kasus, Juli 57 kasus, Agustus 40 kasus, September 67 kasus, Oktober 123 kasus dan tanggal 1-16 November ada 16 kasus.
Disebutkannya, pada masa peralihan musim hingga saat musim hujan kerawanan terkena penyakit DBD memang meningkat. Umar menjelaskan, saat musim kemarau biasanya nyamuk aedes aegypti akan bertelur dan telur itu bisa bertahan lima hingga enam bulan.
Kemudian, ketika memasuki musim hujan, dalam waktu 2-3 hari saja telur-telur yang biasanya diletakkan di permukaan genangan atau air yang jernih dan tenang oleh induknya itu, akan berubah menjadi jentik. Lalu, dari jentik berubah menjadi pupa atau kepompong hingga menjadi nyamuk dewasa membutuhkan waktu sekira 2-3 minggu.
Sehingga, populasi nyamuk memasuki musim hujan akan lebih besar dan potensi untuk tertular penyakit DBD pun semakin rentan.
Baca juga: Bupati minta kafilah Kotim berkonsentrasi mengikuti MTQH Kalteng
“Jadi penyebabnya itu sudah kita ketahui, tapi masih sulit untuk kita tangani. Seandainya, setiap masyarakat bisa menjaga lingkungannya agar tidak ada genangan air, tidak ada jentik, maka penularan DBD itu bisa kita hindari,” tuturnya.
Sementara itu, informasi yang dihimpun terdapat korban meninggal dunia akibat penyakit DBD di Kotim. Meski tak menampik kabar tersebut, Umar mengaku pihaknya belum mengetahui pasti dan masih menyelidiki kronologi meninggalnya penderita DBD tersebut.
“Untuk penderita DBD yang meninggal dunia kami belum dapat datanya, tapi akan tetap kami selidiki. Apakah karena terlambat dibawa ke fasilitas kesehatan atau lainnya, karena memang DBD ini sulit diagnosanya,” jelasnya.
Umar menambahkan, kasus DBD yang terjadi di Kotim hampir merata di setiap Kecamatan. Namun, yang paling mendominasi adalah Kecamatan Baamang dan Mentawa Baru Ketapang dengan perhitungan 78,6 persen dibanding Kecamatan lainnya.
Hal tersebut pula yang menjadi perhatian pihaknya saat ini dengan melakukan koordinasi terhadap Camat dan memanggil semua RT di dua Kecamatan tersebut untuk diberikan penyuluhan terkait DBD. Karena untuk penanganan DBD ini tidak bisa dilakukan oleh Dinkes saja, justru peran serta masyarakat sangat penting.
“Kami ingin mengajak dua Kecamatan ini untuk betul-betul menggalakkan pemberantasan sarang nyamuk atau PSN dengan melakukan 3M, sehingga tidak ada jentik nyamuk yang berkembang menjadi nyamuk dewasa,” demikian Umar.
Baca juga: Mantan Kadishub Kotim tersandung kasus parkir PPM
Baca juga: Betang Tumbang Gagu dan rumah Kai Jungkir jadi cagar budaya Kotim
Baca juga: Diskominfo Kotim dorong pembentukan PPID hingga ke desa