Sampit (ANTARA) - Harga daging ayam di Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah merangkak naik sejak beberapa pekan terakhir akibat perbaikan jalan yang menyebabkan distribusi terhambat.
“Harga naik itu kurang lebih sejak tiga minggu sampai sebulan yang lalu, tapi naiknya bertahap, sekitar Rp1000 setiap kali datang sampai akhirnya tembus harga Rp40 ribu,” kata salah seorang pedagang ayam potong di Pasar Ikan Mentaya (PIM), Lily di Sampit, Minggu.
Ia menyebutkan, pada kondisi normal daging ayam dibanderol dengan harga Rp30 ribu - Rp35 ribu per kilogram, namun kini harganya mencapai Rp40 ribu per kilogram.
Berdasarkan informasi yang ia terima dari pemasok, hal ini disebabkan perbaikan di Jalan Trans Kalimantan, yakni di Desa Taruna Jaya dan Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau menuju Kota Palangka Raya maupun sebaliknya, dan Kecamatan Katingan Hilir, Kabupaten Katingan menuju Kabupaten Kotawaringin Timur atau sebaliknya.
Lily menjelaskan, sebagian besar ayam yang dijual pedagang di Sampit berasal dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Sedangkan, proses distribusi menggunakan pikap perlu melalui dua jalur tersebut.
Baca juga: Tujuh Atlet PSHT Kotim raih medali di Gubernur Cup Pencak Silat se-Kalteng
Sementara, kondisi cuaca yang belakangan kerap turun hujan menyebabkan lokasi jalan yang tengah diperbaiki itu becek dan berlumpur, sehingga hanya bisa dilewati satu jalur secara bergantian atau sistem buka tutup yang menimbulkan antrean kendaraan cukup panjang.
“Karena ada perbaikan jalan di Pulang Pisau dan Kasongan, jadi distribusinya lambat. Akibatnya banyak ayam yang mati di jalan karena kepanasan terlalu lama di pikap,” ujarnya.
Lily melanjutkan, untuk menutupi kerugian dari ayam yang mati di jalan, maka pemasok pun mau tidak mau menaikkan harga.
Disamping dampak distribusi yang terhambat, menurutnya pada bulan November hingga Desember harga ayam memang biasanya mengalami kenaikan harga seiring dengan menyambut momentum natal dan tahun baru.
Kendati demikian, ia mengaku kenaikan harga ayam saat ini tidak berdampak besar pada omzet hariannya. Menurutnya, daging ayam seolah-olah sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat, terutama yang memiliki usaha warung makan atau makanan olahan dari daging ayam, seperti pentol, pasti akan tetap beli walaupun harga tinggi.
Hal itu pun didukung dengan pernyataan seorang warga, Marni mengatakan dirinya sudah terbiasa dengan fluktuasi harga ayam, sehingga walau harga naik ia tetap membelinya.
“Kalau buat saya yang penting barangnya ada, selama masih bisa dijangkau ya beli saja. Justru lebih pusing itu kalau barang kosong,” ucap wanita yang mengaku memiliki usaha warteg ini.
Baca juga: Anak SD dominasi kasus DBD hingga 43 persen, begini penjelasan Dinkes
Baca juga: UMKM di Kotim diminta jeli melihat berbagai peluang melalui medsos
Baca juga: Beras picu inflasi di Sampit, Dishanpang Kalteng dorong optimalisasi beras SPHP
“Harga naik itu kurang lebih sejak tiga minggu sampai sebulan yang lalu, tapi naiknya bertahap, sekitar Rp1000 setiap kali datang sampai akhirnya tembus harga Rp40 ribu,” kata salah seorang pedagang ayam potong di Pasar Ikan Mentaya (PIM), Lily di Sampit, Minggu.
Ia menyebutkan, pada kondisi normal daging ayam dibanderol dengan harga Rp30 ribu - Rp35 ribu per kilogram, namun kini harganya mencapai Rp40 ribu per kilogram.
Berdasarkan informasi yang ia terima dari pemasok, hal ini disebabkan perbaikan di Jalan Trans Kalimantan, yakni di Desa Taruna Jaya dan Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau menuju Kota Palangka Raya maupun sebaliknya, dan Kecamatan Katingan Hilir, Kabupaten Katingan menuju Kabupaten Kotawaringin Timur atau sebaliknya.
Lily menjelaskan, sebagian besar ayam yang dijual pedagang di Sampit berasal dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Sedangkan, proses distribusi menggunakan pikap perlu melalui dua jalur tersebut.
Baca juga: Tujuh Atlet PSHT Kotim raih medali di Gubernur Cup Pencak Silat se-Kalteng
Sementara, kondisi cuaca yang belakangan kerap turun hujan menyebabkan lokasi jalan yang tengah diperbaiki itu becek dan berlumpur, sehingga hanya bisa dilewati satu jalur secara bergantian atau sistem buka tutup yang menimbulkan antrean kendaraan cukup panjang.
“Karena ada perbaikan jalan di Pulang Pisau dan Kasongan, jadi distribusinya lambat. Akibatnya banyak ayam yang mati di jalan karena kepanasan terlalu lama di pikap,” ujarnya.
Lily melanjutkan, untuk menutupi kerugian dari ayam yang mati di jalan, maka pemasok pun mau tidak mau menaikkan harga.
Disamping dampak distribusi yang terhambat, menurutnya pada bulan November hingga Desember harga ayam memang biasanya mengalami kenaikan harga seiring dengan menyambut momentum natal dan tahun baru.
Kendati demikian, ia mengaku kenaikan harga ayam saat ini tidak berdampak besar pada omzet hariannya. Menurutnya, daging ayam seolah-olah sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat, terutama yang memiliki usaha warung makan atau makanan olahan dari daging ayam, seperti pentol, pasti akan tetap beli walaupun harga tinggi.
Hal itu pun didukung dengan pernyataan seorang warga, Marni mengatakan dirinya sudah terbiasa dengan fluktuasi harga ayam, sehingga walau harga naik ia tetap membelinya.
“Kalau buat saya yang penting barangnya ada, selama masih bisa dijangkau ya beli saja. Justru lebih pusing itu kalau barang kosong,” ucap wanita yang mengaku memiliki usaha warteg ini.
Baca juga: Anak SD dominasi kasus DBD hingga 43 persen, begini penjelasan Dinkes
Baca juga: UMKM di Kotim diminta jeli melihat berbagai peluang melalui medsos
Baca juga: Beras picu inflasi di Sampit, Dishanpang Kalteng dorong optimalisasi beras SPHP