Jakarta (ANTARA) - Menteri Pertanian periode 2019–2023 Syahrul Yasin Limpo (SYL) melalui kuasa hukumnya Djamaludin Koedoeboen meminta untuk dibebaskan dari tahanan pada sidang pembacaan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu.
"Kami memohon ke hadapan majelis hakim yang mengadili perkara ini, kiranya berkenan untuk menjatuhkan putusan sela yang sekaligus pula sebagai putusan akhir dengan memerintahkan terdakwa Syahrul Yasin Limpo dibebaskan dari tahanan seketika setelah putusan ini diucapkan," kata Djamaludin.
Menurut dia, terdapat proses hukum yang tidak benar serta bertentangan dengan hukum acara pidana dalam kasus yang menimpa SYL.
Selain itu, Djamaludin mengatakan surat dakwaan penuntut umum dibuat dengan tidak cermat, tidak jelas (kabur), dan tidak lengkap.
Baca juga: Penasihat hukum menduga terdapat unsur politik dalam kasus SYL
Mengenai ketidakcermatan penuntut umum dalam surat dakwaan SYL, dia menyebutkan terdapat pertentangan fakta (feit) antara yang satu dengan yang lainnya, antara lain penuntut umum mencampuradukkan penggunaan uang SYL untuk kepentingan pribadi dan dinas.
Sementara tentang surat dakwaan yang dinilai tidak jelas, Djamaludin mengungkapkan ketidakjelasan ada pada banyaknya subjek atau pelaku tindak pidana sehingga menimbulkan ketidakpastian.
Kemudian mengenai surat dakwaan yang dinilai tidak lengkap, kata dia, penuntut umum tidak lengkap dalam menguraikan waktu dan tempat tindak pidana.
Untuk itu, Djamaludin memohon dakwaan terhadap SYL harus dinyatakan batal demi hukum atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima sehingga eksepsi atau keberatan penasihat hukum SYL dapat diterima oleh majelis hakim.
"Dengan demikian, biaya perkara bisa dibebankan kepada negara," ujarnya menambahkan.
Baca juga: Syahrul Yasin Limpo alirkan uang Rp40,1 juta ke Partai NasDem hasil pemerasan dari Kementan
Sebelumnya, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian pada rentang waktu 2020 hingga 2023.
Pemerasan dilakukan bersama Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023, serta Muhammad Hatta selaku Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan tahun 2023, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.
Perbuatan SYL sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca juga: Syahrul Yasin Limpo didakwa terima gratifikasi Rp44,5 miliar
Baca juga: Putra SYL diperiksa KPK terkait jual beli jabatan di Kementan
Baca juga: Rumah mewah milik SYL disita KPK
"Kami memohon ke hadapan majelis hakim yang mengadili perkara ini, kiranya berkenan untuk menjatuhkan putusan sela yang sekaligus pula sebagai putusan akhir dengan memerintahkan terdakwa Syahrul Yasin Limpo dibebaskan dari tahanan seketika setelah putusan ini diucapkan," kata Djamaludin.
Menurut dia, terdapat proses hukum yang tidak benar serta bertentangan dengan hukum acara pidana dalam kasus yang menimpa SYL.
Selain itu, Djamaludin mengatakan surat dakwaan penuntut umum dibuat dengan tidak cermat, tidak jelas (kabur), dan tidak lengkap.
Baca juga: Penasihat hukum menduga terdapat unsur politik dalam kasus SYL
Mengenai ketidakcermatan penuntut umum dalam surat dakwaan SYL, dia menyebutkan terdapat pertentangan fakta (feit) antara yang satu dengan yang lainnya, antara lain penuntut umum mencampuradukkan penggunaan uang SYL untuk kepentingan pribadi dan dinas.
Sementara tentang surat dakwaan yang dinilai tidak jelas, Djamaludin mengungkapkan ketidakjelasan ada pada banyaknya subjek atau pelaku tindak pidana sehingga menimbulkan ketidakpastian.
Kemudian mengenai surat dakwaan yang dinilai tidak lengkap, kata dia, penuntut umum tidak lengkap dalam menguraikan waktu dan tempat tindak pidana.
Untuk itu, Djamaludin memohon dakwaan terhadap SYL harus dinyatakan batal demi hukum atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima sehingga eksepsi atau keberatan penasihat hukum SYL dapat diterima oleh majelis hakim.
"Dengan demikian, biaya perkara bisa dibebankan kepada negara," ujarnya menambahkan.
Baca juga: Syahrul Yasin Limpo alirkan uang Rp40,1 juta ke Partai NasDem hasil pemerasan dari Kementan
Sebelumnya, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian pada rentang waktu 2020 hingga 2023.
Pemerasan dilakukan bersama Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023, serta Muhammad Hatta selaku Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan tahun 2023, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.
Perbuatan SYL sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca juga: Syahrul Yasin Limpo didakwa terima gratifikasi Rp44,5 miliar
Baca juga: Putra SYL diperiksa KPK terkait jual beli jabatan di Kementan
Baca juga: Rumah mewah milik SYL disita KPK