Jakarta (ANTARA) - Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan pihaknya melayangkan panggilan untuk pemeriksaan terhadap dua orang tersangka kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berkedok magang kerja di Jerman.
“Yang dua tersangka di Jerman kami panggil yang kedua untuk hadir besok pagi,” kata Djuhandhani dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Penyidik Dittipidum Bareskrim Polri sudah menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus TPPO berkedok magang kerja di Jerman atau Ferien Job. Kelima tersangka terdiri atas tiga orang perempuan dan dua orang laki-laki,m. Yakni, ER alias EW (39), AE (37) serta AJ (52). Kemudian, SS (65) dan MZ (60).
Dua dari tiga tersangka saat ini statusnya berada di Jerman. Yakni, ER alias EW dan AE.
Menurut Djuhandhani, kemungkinan besar kedua tersangka yang dipanggil pemeriksaan besok tidak akan hadir.
“Kemungkinan besar tidak hadir,” katanya.
Untuk itu pihaknya telah menyiapkan langkah-langkah untuk memproses perkara tersebut.
“Nanti kalau tidak hadir kami akan kami terbitkan DPO dan akan berkoordinasi dengan Hubinter Polri,” katanya.
Sementara itu, tiga tersangka lainnya masih dalam proses penyidikan oleh Dittipidum Bareskrim Polri.
Ketiganya tidak dilakukan penahanan atas subjektif penyidik dan dikenakan wajib lapor.
“Dengan berbagai pertimbangan tiga tersangka tersebut tidak kami tahan dan kami wajib lapor sampai saat ini terus berjalan,” kata Djuhandhani.
Kasus TPPO berkedok program magang ini terungkap setelah empat mahasiswa mendatangi KBRI di Jerman yang sedang mengikuti ferien job.
Setelah ditelusuri oleh KBRI, program ini dijalankan sebanyak 33 Universitas di Indonesia dengan total mahasiswa yang diberangkatkan sebanyak 1.047 mahasiswa.
Namun mahasiswa tersebut dipekerjakan secara non prosedural sehingga mahasiswa tersebut tereksploitasi.
Awalnya para mahasiswa mendapatkan sosialisasi dari PT CVGEN dan PT SHB adanya program magang di Jerman. Saat mendaftar mahasiswa diminta membayar biaya sebesar Rp150 ribu ke rekening PT CVGEN dan membayar sebesar 150 Euro untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.
Setelah LOA terbit korban harus membayar sebesar 200 Euro lagi kepada PT SHB untuk pembuatan approval otoritas Jerman atau working permit.
Mahasiswa juga dibebankan dana talangan sebesar Rp 30-50 juta dimana pengembalian dana tersebut dengan cara pemotongan upah kerja tiap bulan.
Selain itu, setelah mahasiswa sampai di Jerman langsung di sodorkan surat kontrak kerja oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman.
Mahasiswa yang menjadi korban melaksanakan ferien Job dalam kurun waktu selama tiga bulan dari bulan Oktober hingga Desember 2023.
PT SHB menjalin kerja sama dengan universitas yang dituangkan dalam MoU yang memuat pernyataan bahwa Ferien Job masuk ke program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), serta menjanjikan program magang tersebut di konversikan ke 20 SKS.
Program tersebut pernah diajukan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbu, namun ditolak karena kalender akademik di Indonesia berbeda dengan di Jerman.
Mekanisme program pemagangan dari luar negeri yaitu melalui usulan KBRI atau kedubes negara terkait.
“Yang dua tersangka di Jerman kami panggil yang kedua untuk hadir besok pagi,” kata Djuhandhani dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Penyidik Dittipidum Bareskrim Polri sudah menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus TPPO berkedok magang kerja di Jerman atau Ferien Job. Kelima tersangka terdiri atas tiga orang perempuan dan dua orang laki-laki,m. Yakni, ER alias EW (39), AE (37) serta AJ (52). Kemudian, SS (65) dan MZ (60).
Dua dari tiga tersangka saat ini statusnya berada di Jerman. Yakni, ER alias EW dan AE.
Menurut Djuhandhani, kemungkinan besar kedua tersangka yang dipanggil pemeriksaan besok tidak akan hadir.
“Kemungkinan besar tidak hadir,” katanya.
Untuk itu pihaknya telah menyiapkan langkah-langkah untuk memproses perkara tersebut.
“Nanti kalau tidak hadir kami akan kami terbitkan DPO dan akan berkoordinasi dengan Hubinter Polri,” katanya.
Sementara itu, tiga tersangka lainnya masih dalam proses penyidikan oleh Dittipidum Bareskrim Polri.
Ketiganya tidak dilakukan penahanan atas subjektif penyidik dan dikenakan wajib lapor.
“Dengan berbagai pertimbangan tiga tersangka tersebut tidak kami tahan dan kami wajib lapor sampai saat ini terus berjalan,” kata Djuhandhani.
Kasus TPPO berkedok program magang ini terungkap setelah empat mahasiswa mendatangi KBRI di Jerman yang sedang mengikuti ferien job.
Setelah ditelusuri oleh KBRI, program ini dijalankan sebanyak 33 Universitas di Indonesia dengan total mahasiswa yang diberangkatkan sebanyak 1.047 mahasiswa.
Namun mahasiswa tersebut dipekerjakan secara non prosedural sehingga mahasiswa tersebut tereksploitasi.
Awalnya para mahasiswa mendapatkan sosialisasi dari PT CVGEN dan PT SHB adanya program magang di Jerman. Saat mendaftar mahasiswa diminta membayar biaya sebesar Rp150 ribu ke rekening PT CVGEN dan membayar sebesar 150 Euro untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.
Setelah LOA terbit korban harus membayar sebesar 200 Euro lagi kepada PT SHB untuk pembuatan approval otoritas Jerman atau working permit.
Mahasiswa juga dibebankan dana talangan sebesar Rp 30-50 juta dimana pengembalian dana tersebut dengan cara pemotongan upah kerja tiap bulan.
Selain itu, setelah mahasiswa sampai di Jerman langsung di sodorkan surat kontrak kerja oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman.
Mahasiswa yang menjadi korban melaksanakan ferien Job dalam kurun waktu selama tiga bulan dari bulan Oktober hingga Desember 2023.
PT SHB menjalin kerja sama dengan universitas yang dituangkan dalam MoU yang memuat pernyataan bahwa Ferien Job masuk ke program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), serta menjanjikan program magang tersebut di konversikan ke 20 SKS.
Program tersebut pernah diajukan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbu, namun ditolak karena kalender akademik di Indonesia berbeda dengan di Jerman.
Mekanisme program pemagangan dari luar negeri yaitu melalui usulan KBRI atau kedubes negara terkait.