Jakarta (ANTARA) - Tesla memangkas harga mobil listriknya di sejumlah pasar kunci seperti Amerika Serikat, China, dan Eropa sebagai strategi untuk menghadapi penurunan penjualan produknya.
Menurut laporan Carbuzz pada Senin (22/4) di Amerika Serikat, Tesla memberikan potongan harga untuk Model Y, Model S, dan Model X sebesar 2.000 dolar Amerika (Rp32,4 juta).
Sedangkan di China, Model 3 turun harga sebesar 14.000 yuan (Rp31,3 juta) menjadi 231.900 yuan (Rp519,5 juta). Pelanggan di Jerman juga mendapatkan potongan harga sebesar 2.000 euro (Rp34,6 juta) untuk Model 3 RWD.
Juru bicara Tesla mengatakan pemotongan harga juga dilakukan di kawasan lain di Eropa, Afrika, dan Timur Tengah.
Baca juga: Tesla akan PHK 10 persen lebih karyawannya
Kendati Tesla menjadi produsen kendaraan listrik terpopuler saat ini dimana Model Y menjadi mobil listrik terlaris di dunia, perusahaan tersebut mengalami penurunan penjualan global hingga 8,5 persen pada kuartal pertama tahun 2024 yakni sebanyak 386.810 unit yang dikirim ke pelanggan.
Perusahaan milik Elon Musk itu juga harus menghadapi ancaman kompetitor dari China seperti BYD, Nio, dan Li Auto yang mulai masuk ke kawasan pasar mobil yang dikuasai Amerika Serikat dengan menawarkan mobil listrik harga terjangkau namun berkualitas tinggi.
Di samping menurunkan harga produk mobil listriknya, Tesla juga memangkas harga teknologi Full Self-Driving (FSD) dari 12.000 dolar Amerika (Rp194,8 juta) menjadi 8.000 dolar Amerika (Rp129,8 juta).
Baca juga: Tesla luncurkan video promo baru untuk Model 3
Harga berlangganan bulanan teknologi tersebut juga turun dari 199 dolar Amerika (Rp3,2 juta) menjadi 99 dolar Amerika karena melemahnya permintaan dan persaingan harga (Rp1,6 juta).
Tidak hanya bagi Tesla, produsen mobil listrik China juga menjadi ancaman bagi produsen dari Amerika Serikat dan Eropa lainnya.
Di Amerika Serikat, Senator Sherrod Brown mengatakan bahwa mobil listrik buatan China harus dilarang didistribusikan di sana karena dianggap mengancam industri otomotif negara tersebut.
Sementara itu di Eropa, Komisi Eropa mempertimbangkan untuk menjatuhkan tarif bagi mobil listrik buatan China. Bagi pelaku industri otomotif, solusi ini dinilai tidak efektif karena justru diyakini akan mengganggu industri dalam jangka panjang.
Baca juga: Elon Musk hadapi tantangan besar di pasar mobil listrik Jepang
Baca juga: Ini alasan Tesla akan tarik 200.000 kendaraan di AS
Baca juga: Mazda akan bekali EV yang akan datang dengan port pengisian daya Tesla
Menurut laporan Carbuzz pada Senin (22/4) di Amerika Serikat, Tesla memberikan potongan harga untuk Model Y, Model S, dan Model X sebesar 2.000 dolar Amerika (Rp32,4 juta).
Sedangkan di China, Model 3 turun harga sebesar 14.000 yuan (Rp31,3 juta) menjadi 231.900 yuan (Rp519,5 juta). Pelanggan di Jerman juga mendapatkan potongan harga sebesar 2.000 euro (Rp34,6 juta) untuk Model 3 RWD.
Juru bicara Tesla mengatakan pemotongan harga juga dilakukan di kawasan lain di Eropa, Afrika, dan Timur Tengah.
Baca juga: Tesla akan PHK 10 persen lebih karyawannya
Kendati Tesla menjadi produsen kendaraan listrik terpopuler saat ini dimana Model Y menjadi mobil listrik terlaris di dunia, perusahaan tersebut mengalami penurunan penjualan global hingga 8,5 persen pada kuartal pertama tahun 2024 yakni sebanyak 386.810 unit yang dikirim ke pelanggan.
Perusahaan milik Elon Musk itu juga harus menghadapi ancaman kompetitor dari China seperti BYD, Nio, dan Li Auto yang mulai masuk ke kawasan pasar mobil yang dikuasai Amerika Serikat dengan menawarkan mobil listrik harga terjangkau namun berkualitas tinggi.
Di samping menurunkan harga produk mobil listriknya, Tesla juga memangkas harga teknologi Full Self-Driving (FSD) dari 12.000 dolar Amerika (Rp194,8 juta) menjadi 8.000 dolar Amerika (Rp129,8 juta).
Baca juga: Tesla luncurkan video promo baru untuk Model 3
Harga berlangganan bulanan teknologi tersebut juga turun dari 199 dolar Amerika (Rp3,2 juta) menjadi 99 dolar Amerika karena melemahnya permintaan dan persaingan harga (Rp1,6 juta).
Tidak hanya bagi Tesla, produsen mobil listrik China juga menjadi ancaman bagi produsen dari Amerika Serikat dan Eropa lainnya.
Di Amerika Serikat, Senator Sherrod Brown mengatakan bahwa mobil listrik buatan China harus dilarang didistribusikan di sana karena dianggap mengancam industri otomotif negara tersebut.
Sementara itu di Eropa, Komisi Eropa mempertimbangkan untuk menjatuhkan tarif bagi mobil listrik buatan China. Bagi pelaku industri otomotif, solusi ini dinilai tidak efektif karena justru diyakini akan mengganggu industri dalam jangka panjang.
Baca juga: Elon Musk hadapi tantangan besar di pasar mobil listrik Jepang
Baca juga: Ini alasan Tesla akan tarik 200.000 kendaraan di AS
Baca juga: Mazda akan bekali EV yang akan datang dengan port pengisian daya Tesla