Sampit (ANTARA) - Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah melakukan verifikasi lapangan terhadap 31 usulan pemasangan internet gratis yang masuk ke Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti).
“Kita di kabupaten diminta mendukung kegiatan Bakti untuk mengecek 31 usulan yang masuk ke mereka, supaya nanti data yang terkumpul itu lebih akurat,” kata Kepala Diskominfo Kotim Marjuki melalui Kepala Bidang Infrastruktur, Informatika dan Statistik Daerah, Mohamad Gaddafi di Sampit, Minggu.
Bakti adalah unit organisasi non eselon di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Bakti mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan pembiayaan kewajiban pelayanan universal dan penyediaan infrastruktur dan layanan telekomunikasi dan informatika.
Gaddafi menjelaskan, Bakti mengakomodir usulan dari daerah-daerah terkait pemasangan akses internet dengan mengutamakan unsur 3T, yakni Terdepan, Terluar dan Tertinggal.
Akses internet gratis yang diberikan berupa pemasangan Vsat, yakni terminal pemancar dan penerima transmisi satelit yang tersebar di banyak lokasi dan terhubung ke hub sentral melalui satelit dengan menggunakan antena parabola.
“Vsat itu hanya untuk akses internet komunikasi data, tidak direkomendasikan untuk akses internet visual seperti youtube. Karena akan menghabiskan kuota yang sangat banyak dan biaya operasionalnya tinggi,” imbuhnya.
Bakti menerima 31 usulan pemasangan akses internet untuk wilayah Kotim yang sebagian besar berlokasi di sekolah, baik itu sekolah yang berada di bawah kewenangan Kementerian Agama (Kemenag) maupun Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), dan ada pula dari instansi Polri.
Menurutnya, usulan tersebut sehubungan dengan keperluan penginputan data pada unit atau satuan pendidikan yang memerlukan akses internet, seperti Data Pokok Pendidikan (Dapodik), yang jika menggunakan paket data internet membutuhkan biaya lebih besar.
Dalam hal ini, Diskominfo Kotim diminta untuk melakukan verifikasi terhadap 31 usulan tersebut agar pemasangan akses internet oleh Bakti tepat sasaran.
“Kami diminta melakukan verifikasi, setelah itu datanya kami update. Sebab jika Bakti langsung yang turun mungkin butuh biaya yang lebih besar, apalagi usulan ini se-Indonesia bukan cuma Kotim,” ujarnya.
Baca juga: Legislator Kotim dorong pemkab tambah mesin pengering padi ke petani
Verifikasi lapangan dilakukan sejak Selasa, 7 Mei 2024 lalu dan ditargetkan selesai dalam dua minggu. Sejauh ini setidaknya ada enam usulan yang telah di cek dan salah satunya terbukti tidak ada, diperkirakan sekolah yang diusulkan sudah tidak operasional.
Kekeliruan data usulan ini bisa terjadi karena data usulan tersebut diinput oleh pihak Kementerian langsung bukan dari daerah. Ia menduga, operator yang bertugas menginput tidak memiliki data yang lengkap dan hanya bermodal nama sekolah.
Contohnya, ada sekolah yang seharusnya berlokasi di Kotim namun alamat atau jalan yang terdapat pada usulan tersebut justru berlokasi di Bima, Nusa Tenggara Barat.
“Untuk lokasi yang terbukti tidak ada, kemungkinan akan kami usulkan untuk dipindah ke lokasi lain yang juga membutuhkan internet. Karena kalau sekolahnya tidak ada, tentu Bakti tidak bisa memasang internetnya,” terangnya.
Setelah verifikasi selesai, pihaknya akan membuat rekap data dan menyampaikan ke pihak Bakti. Dengan data yang telah diverifikasi ini Bakti bisa melaksanakan lelang proyek, karena pemasangan akses internet ini melibatkan pihak ketiga atau provider.
Ia menambahkan, pada 2009 silam Kemenkominfo memiliki proyek MPLIK akronim dari Mobil Pusat Layanan Internet Keliling yang bertujuan melayani masyarakat umum di daerah-daerah yang belum terjangkau fasilitas internet.
Kala itu, proyek MPLIK dilakukan oleh pemerintah pusat dan pihak ketiga. MPLIK langsung didatangkan ke daerah-daerah tanpa melibatkan pemerintah kabupaten/kota setempat.
Seiring berjalannya waktu timbul permasalahan dalam proyek tersebut dan pemerintah daerah, tepatnya Diskominfo setempat turut diminta menyediakan data jumlah dan lokasi MPLIK yang beroperasi di wilayah masing-masing. Padahal, pihaknya tidak memiliki data tersebut.
“Kami di kabupaten juga dibikin repot, diminta data MPLIK ditempatkan dimana saja. Saat itu kami tidak punya data, karena pihak ketiga langsung yang ke lokasi,” bebernya.
Belajar dari kejadian tersebut, ia berharap ketika pemasangan akses internet atau Vsat nantinya, Bakti maupun pihak ketiga pemenang lelang tetap berkoordinasi dengan Diskominfo Kotim agar turut mengetahui dan bisa melakukan pendataan.
Baca juga: Dinkes Kotim minta tenaga kesehatan siaga tangani warga terdampak banjir
Baca juga: Disdik apresiasi UMC Sempoa Sampit turut harumkan dunia pendidikan di Kotim
Baca juga: Disdik apresiasi UMC Sempoa Sampit turut harumkan dunia pendidikan di Kotim
“Kita di kabupaten diminta mendukung kegiatan Bakti untuk mengecek 31 usulan yang masuk ke mereka, supaya nanti data yang terkumpul itu lebih akurat,” kata Kepala Diskominfo Kotim Marjuki melalui Kepala Bidang Infrastruktur, Informatika dan Statistik Daerah, Mohamad Gaddafi di Sampit, Minggu.
Bakti adalah unit organisasi non eselon di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Bakti mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan pembiayaan kewajiban pelayanan universal dan penyediaan infrastruktur dan layanan telekomunikasi dan informatika.
Gaddafi menjelaskan, Bakti mengakomodir usulan dari daerah-daerah terkait pemasangan akses internet dengan mengutamakan unsur 3T, yakni Terdepan, Terluar dan Tertinggal.
Akses internet gratis yang diberikan berupa pemasangan Vsat, yakni terminal pemancar dan penerima transmisi satelit yang tersebar di banyak lokasi dan terhubung ke hub sentral melalui satelit dengan menggunakan antena parabola.
“Vsat itu hanya untuk akses internet komunikasi data, tidak direkomendasikan untuk akses internet visual seperti youtube. Karena akan menghabiskan kuota yang sangat banyak dan biaya operasionalnya tinggi,” imbuhnya.
Bakti menerima 31 usulan pemasangan akses internet untuk wilayah Kotim yang sebagian besar berlokasi di sekolah, baik itu sekolah yang berada di bawah kewenangan Kementerian Agama (Kemenag) maupun Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), dan ada pula dari instansi Polri.
Menurutnya, usulan tersebut sehubungan dengan keperluan penginputan data pada unit atau satuan pendidikan yang memerlukan akses internet, seperti Data Pokok Pendidikan (Dapodik), yang jika menggunakan paket data internet membutuhkan biaya lebih besar.
Dalam hal ini, Diskominfo Kotim diminta untuk melakukan verifikasi terhadap 31 usulan tersebut agar pemasangan akses internet oleh Bakti tepat sasaran.
“Kami diminta melakukan verifikasi, setelah itu datanya kami update. Sebab jika Bakti langsung yang turun mungkin butuh biaya yang lebih besar, apalagi usulan ini se-Indonesia bukan cuma Kotim,” ujarnya.
Baca juga: Legislator Kotim dorong pemkab tambah mesin pengering padi ke petani
Verifikasi lapangan dilakukan sejak Selasa, 7 Mei 2024 lalu dan ditargetkan selesai dalam dua minggu. Sejauh ini setidaknya ada enam usulan yang telah di cek dan salah satunya terbukti tidak ada, diperkirakan sekolah yang diusulkan sudah tidak operasional.
Kekeliruan data usulan ini bisa terjadi karena data usulan tersebut diinput oleh pihak Kementerian langsung bukan dari daerah. Ia menduga, operator yang bertugas menginput tidak memiliki data yang lengkap dan hanya bermodal nama sekolah.
Contohnya, ada sekolah yang seharusnya berlokasi di Kotim namun alamat atau jalan yang terdapat pada usulan tersebut justru berlokasi di Bima, Nusa Tenggara Barat.
“Untuk lokasi yang terbukti tidak ada, kemungkinan akan kami usulkan untuk dipindah ke lokasi lain yang juga membutuhkan internet. Karena kalau sekolahnya tidak ada, tentu Bakti tidak bisa memasang internetnya,” terangnya.
Setelah verifikasi selesai, pihaknya akan membuat rekap data dan menyampaikan ke pihak Bakti. Dengan data yang telah diverifikasi ini Bakti bisa melaksanakan lelang proyek, karena pemasangan akses internet ini melibatkan pihak ketiga atau provider.
Ia menambahkan, pada 2009 silam Kemenkominfo memiliki proyek MPLIK akronim dari Mobil Pusat Layanan Internet Keliling yang bertujuan melayani masyarakat umum di daerah-daerah yang belum terjangkau fasilitas internet.
Kala itu, proyek MPLIK dilakukan oleh pemerintah pusat dan pihak ketiga. MPLIK langsung didatangkan ke daerah-daerah tanpa melibatkan pemerintah kabupaten/kota setempat.
Seiring berjalannya waktu timbul permasalahan dalam proyek tersebut dan pemerintah daerah, tepatnya Diskominfo setempat turut diminta menyediakan data jumlah dan lokasi MPLIK yang beroperasi di wilayah masing-masing. Padahal, pihaknya tidak memiliki data tersebut.
“Kami di kabupaten juga dibikin repot, diminta data MPLIK ditempatkan dimana saja. Saat itu kami tidak punya data, karena pihak ketiga langsung yang ke lokasi,” bebernya.
Belajar dari kejadian tersebut, ia berharap ketika pemasangan akses internet atau Vsat nantinya, Bakti maupun pihak ketiga pemenang lelang tetap berkoordinasi dengan Diskominfo Kotim agar turut mengetahui dan bisa melakukan pendataan.
Baca juga: Dinkes Kotim minta tenaga kesehatan siaga tangani warga terdampak banjir
Baca juga: Disdik apresiasi UMC Sempoa Sampit turut harumkan dunia pendidikan di Kotim
Baca juga: Disdik apresiasi UMC Sempoa Sampit turut harumkan dunia pendidikan di Kotim