Palangka Raya (ANTARA) - Jajaran Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalimantan Tengah menetapkan direktur PT Mitra Tala, berinisial GIF sebagai tersangka usai melakukan kegiatan pertambangan batubara di Kabupaten Barito Timur (Bartim).
Kepala Subdit IV/Tipidter Ditreskrimsus Polda Kalteng, AKBP Joko Hadono mengatakan, kasus tersebut terungkap pada saat pihaknya menemukan adanya tumpukan batubara di Kabupaten Barito Timur.
"Kemudian kami lakukan pemeriksaan terkait dokumen perizinan serta kami memeriksa ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kalimantan Tengah, ternyata terindikasi perusahaan tersebut beroperasi secara ilegal," katanya pada saat menyampaikan jumpa pers, Senin.
Dirinya menjelaskan, berdasarkan penyidikan PT Mitra Tala diketahui mendapatkan surat rekomendasi persetujuan penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan operasi produksi batubara dan sarana penunjangnya yang dikeluarkan oleh DPMPTSP Kalteng yang tidak teregistrasi dalam buku perizinan resmi.
Polisi juga menemukan penerbitan perizinan terminal khusus atas nama PT Mitra Tala yang tidak sesuai prosedur, yakni terminal khusus tersebut masuk dalam kawasan hutan produksi yang dapat dikonnversi serta belum memiliki perizinan persetujuan penggunaan kawasan hutan (PPKH) dari menteri.
"Perusahaan tersebut telah beroperasi sejak Juni 2023 hingga November 2023 di Kabupaten Barito Timur. Saat ini penyelidikan kasus tersebut telah dinyatakan lengkap dan kami limpahkan ke kejaksaan," ucapnya.
Joko mengatakan, saat ini pihaknya telah memeriksa terkait adanya dugaan keterlibatan salah seorang staff di DPMPTSP Kalimantan Tengah terkait penerbitan surat rekomendasi yang didapat oleh PT Mitra Tala.
Meski begitu, dalam kasus ini pihaknya tidak mengkaji terkait berapa kerugian negara akibat adanya aktivitas pertambangan ilegal tersebut, sebab pihaknya hanya menindak terkait aksi dari tersangka dalam melakukan pertambangan ilegal.
Baca juga: Korban tenggelam di Sungai Katingan ditemukan meninggal dunia
"Kami sudah limpahkan ke subdit tindak pidana korupsi dalam menyelidiki terkait dugaan keterlibatan oknum DPMPTSP Kalteng dan kerugian negara," ujarnya.
Akibat perbuatannya tersebut, tersangka dijerat dengan Pasal 9 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dengan ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp250 juta.
Tersangka juga dijerat dengan PAsal 55 KUHP ayat 1 ke 2, tentang mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan pidana.
"Untuk tersangka dan barang bukti berupa dokumen dan legalitas, peralatan tambang dan sampel batubara sudah kami serahkan ke kejaksaan dan sudah siap untuk dilakukan persidangan," demikian Joko Hadono.
Baca juga: Mobil Kapolsek Katingan Hulu tercebur, satu orang diduga hilang tenggelam
Baca juga: BKSDA Sampit buru buaya yang masuk kawasan permukiman
Baca juga: Satu korban tewas dan dua lainnya selamat saat terseret ombak di Pantai Sumbawa
Kepala Subdit IV/Tipidter Ditreskrimsus Polda Kalteng, AKBP Joko Hadono mengatakan, kasus tersebut terungkap pada saat pihaknya menemukan adanya tumpukan batubara di Kabupaten Barito Timur.
"Kemudian kami lakukan pemeriksaan terkait dokumen perizinan serta kami memeriksa ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kalimantan Tengah, ternyata terindikasi perusahaan tersebut beroperasi secara ilegal," katanya pada saat menyampaikan jumpa pers, Senin.
Dirinya menjelaskan, berdasarkan penyidikan PT Mitra Tala diketahui mendapatkan surat rekomendasi persetujuan penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan operasi produksi batubara dan sarana penunjangnya yang dikeluarkan oleh DPMPTSP Kalteng yang tidak teregistrasi dalam buku perizinan resmi.
Polisi juga menemukan penerbitan perizinan terminal khusus atas nama PT Mitra Tala yang tidak sesuai prosedur, yakni terminal khusus tersebut masuk dalam kawasan hutan produksi yang dapat dikonnversi serta belum memiliki perizinan persetujuan penggunaan kawasan hutan (PPKH) dari menteri.
"Perusahaan tersebut telah beroperasi sejak Juni 2023 hingga November 2023 di Kabupaten Barito Timur. Saat ini penyelidikan kasus tersebut telah dinyatakan lengkap dan kami limpahkan ke kejaksaan," ucapnya.
Joko mengatakan, saat ini pihaknya telah memeriksa terkait adanya dugaan keterlibatan salah seorang staff di DPMPTSP Kalimantan Tengah terkait penerbitan surat rekomendasi yang didapat oleh PT Mitra Tala.
Meski begitu, dalam kasus ini pihaknya tidak mengkaji terkait berapa kerugian negara akibat adanya aktivitas pertambangan ilegal tersebut, sebab pihaknya hanya menindak terkait aksi dari tersangka dalam melakukan pertambangan ilegal.
Baca juga: Korban tenggelam di Sungai Katingan ditemukan meninggal dunia
"Kami sudah limpahkan ke subdit tindak pidana korupsi dalam menyelidiki terkait dugaan keterlibatan oknum DPMPTSP Kalteng dan kerugian negara," ujarnya.
Akibat perbuatannya tersebut, tersangka dijerat dengan Pasal 9 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dengan ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp250 juta.
Tersangka juga dijerat dengan PAsal 55 KUHP ayat 1 ke 2, tentang mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan pidana.
"Untuk tersangka dan barang bukti berupa dokumen dan legalitas, peralatan tambang dan sampel batubara sudah kami serahkan ke kejaksaan dan sudah siap untuk dilakukan persidangan," demikian Joko Hadono.
Baca juga: Mobil Kapolsek Katingan Hulu tercebur, satu orang diduga hilang tenggelam
Baca juga: BKSDA Sampit buru buaya yang masuk kawasan permukiman
Baca juga: Satu korban tewas dan dua lainnya selamat saat terseret ombak di Pantai Sumbawa