Sampit (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah mengingatkan kepada petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) atau pantarlih agar tak bekerja di belakang meja dan betul-betul turun ke lapangan.
“Kami selalu mengingatkan agar pantarlih tidak mendata di belakang meja, mereka harus tetap turun ke lapangan dan bertemu langsung dengan warga,” kata Kepala Divisi Pencegahan, Parmas dan Humas Bawaslu Kotim Salim Basyaib di Sampit, Kamis.
Sehubungan dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kotim melalui pantarlih tengah melaksanakan tahapan pencocokan dan penelitian (coklit) daftar penduduk pemilih potensial (DP4) untuk menghasilkan daftar pemilih Tetap (DPT) yang akurat.
Terkait itu, Bawaslu Kotim turut menjalankan tupoksinya dalam mengawasi pelaksanaan pencoklitan agar hasilnya didapat valid.
Bawaslu Kotim mengingatkan agar proses pencoklitan benar-benar dilakukan sesuai prosedur, yakni petugas pantarlih bertemu langsung dengan warga yang akan didata.
Contoh ada seorang ketua RT bertugas sebagai pantarlih, lalu karena merasa kenal dengan warga di lingkungannya ia melakukan pencoklitan di rumah. Padahal, bisa saja ada warganya yang pindah memilih ke lokasi lain karena alasan tertentu, sehingga warga tersebut terdata dua kali di tempat berbeda.
“Hal seperti yang perlu dihindari. KPU juga bersinergi dengan kami dalam hal ini, di mana mereka meminta pantarlih melaporkan data mingguan, jadi kalau ada pantarlih yang tidak melapor dalam satu minggu dianggap tidak turun ke lapangan, maka KPU akan turun untuk supervisi,” jelasnya.
Salim melanjutkan, tugas pantarlih tak sekadar mencocokkan DP4 dengan kondisi lapangan tapi juga membantu sosialisasi ke masyarakat. Salah satunya terkait pindah memilih, perlu disampaikan bahwa masyarakat yang pindah domisili tetap bisa menggunakan hak pilih.
Baca juga: Fraksi Demokrat Kotim tekankan pentingnya peningkatan kualitas SDM
Warga yang pindah domisili ini tidak serta merta diperkenankan menggunakan hak pilih, apabila alamat di KTP tidak sesuai dengan lokasi TPS. Warga yang bersangkutan perlu mengurus pindah memilih ke KPU agar masuk ke Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).
Sosialisasi seperti ini penting dilakukan agar jangan sampai terjadi konflik pada hari pemungutan suara, akibat ada warga yang merasa memiliki hak pilih namun tidak bisa menggunakan hak tersebut karena tidak masuk dalam daftar pemilih.
“Ini pula alasan pantarlih perlu untuk turun ke lapangan dan bertemu langsung dengan warga, agar bisa sekaligus sosialisasi,” sebutnya.
Ia menyampaikan, dalam pengawasan pencoklitan pihaknya menyiapkan banyak formulir. Di antaranya terkait warga yang meninggal dunia dan warga disabilitas, jumlah dan lokasi penyebarannya. Untuk memastikan DPT yang ditetapkan KPU sesuai dengan hasil rekapitulasi setelah pemungutan suara nantinya.
Selain itu, pihaknya berupaya untuk memastikan bahwa tidak ada data orang yang sudah meninggal muncul sebagai DPT. Sebab, hal ini dapat merugikan negara terkait pencetakan surat suara dan menimbulkan kerawanan penyalahgunaan surat suara.
“Pengalaman pada pemilu yang telah lalu pernah kejadian orang yang meninggal namun terdata. Makanya, kami mensyaratkan terkait warga yang telah meninggal dunia, perlu dilengkapi surat pernyataan,” ujarnya.
Bukan hanya pantarlih, pihaknya juga menginstruksikan panitia pengawas kecamatan (panwascam) untuk memantau jika ada warga yang telah meninggal dunia tapi masuk dalam DP4 agar dibuat laporannya dan disertai surat pernyataan dari ahli waris maupun RT, RW, lurah atau kepala desa setempat.
Dengan begitu, pihaknya bisa merekomendasikan ke KPU untuk menghapus data warga yang meninggal dunia itu dari daftar pemilih.
Baca juga: Disdik Kotim sebut kuota murid di sekolah dalam kota terpenuhi
Baca juga: Bawaslu Kotim koordinasi dengan PN Sampit jelang pilkada
Baca juga: BPBD Kotim berharap OMC dapat tekan potensi karhutla