Sampit (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah mengevaluasi rencana pembangunan Jembatan Mentaya dan mengalihkan prioritas untuk pembangunan jalan di wilayah seberang Sungai Mentaya.

“Awalnya kami ingin membangun Jembatan Mentaya dulu, tapi kami juga melihat dari segi prioritas atau dalam bahasa teknisnya, eligible. Ternyata yang lebih eligible adalah pembangunan jalan dulu,” kata Penjabat Sementara (Pjs) Bupati Kotim Shalahuddin di Sampit, Rabu.

Diketahui, sebagian wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur terpisahkan dengan adanya Sungai Mentaya. Kondisi ini menyebabkan pembangunan di wilayah yang berseberangan dengan ibu kota kabupaten, yakni Kota Sampit itu menjadi lebih lambat.

Beberapa tahun silam pemerintah daerah mencetuskan rencana untuk membangun jembatan yang menghubungkan Kota Sampit dengan wilayah seberang atau tepatnya Kecamatan Seranau yang juga terhubung dengan Kecamatan Pulau Hanaut dan Cempaga.

Rencana pembangunan jembatan yang dinamakan Jembatan Mentaya itu kembali mencuat pada 2024, seiring dengan adanya dorongan dari Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran agar proyek itu bisa terlaksana.

Shalahuddin yang juga menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalteng mendapat mandat dari gubernur untuk menindaklanjuti rencana tersebut. 

Namun, setelah dilakukan evaluasi bersama sejumlah dinas terkait serta banyaknya masukan dari kepala desa, pihaknya menilai saat ini pembangunan jalan di wilayah seberang justru lebih diperlukan dibandingkan dengan pembangunan jembatan. 

Terlebih, sebenarnya di wilayah Kecamatan Cempaga sudah ada jembatan yang dibangun untuk menghubungkan kedua wilayah yang berseberangan tersebut, meskipun jaraknya masih beberapa puluh kilometer dari Kota Sampit.

Baca juga: Tanamkan rasa cinta warisan budaya, warga SMPN 1 Sampit kompak kenakan batik

“Jalan itu melewati beberapa puluh desa dan ini akan menjadi akses yang membantu masyarakat di desa-desa itu. Kalau langsung dibangun jembatan, sedangkan jalannya belum siap, makanya prioritas utama kami membangun jalan dulu,” tuturnya.

Jalan yang dimaksud terhitung dari Desa Cempaka Mulia Timur, Kampung Melayu Kecamatan Cempaga sampai perbatasan Kotim dengan Kelurahan Pegatan, Kabupaten Katingan.

Panjang ruas jalan tersebut kurang lebih 125 kilometer dengan estimasi biaya sementara untuk pembangunan jalan sekitar Rp800 miliar, termasuk pembangunan jembatan di lima sampai sembilan lokasi.

Anggaran tersebut jauh lebih sedikit dibanding estimasi anggaran pembangunan Jembatan Mentaya yang berkisar Rp1,5 triliun hingga Rp1,8 triliun.

Sehubungan dengan pembangunan jalan ini, ia berharap status jalan tersebut yang berada di bawah kewenangan kabupaten bisa ditingkatkan menjadi jalan provinsi, agar pihaknya bisa sepenuhnya mengambil alih dan fokus dalam melakukan pembangunan.

“Kalau bisa jalan kabupaten itu kami ambil menjadi jalan provinsi, supaya kami bisa fokus membangun seperti yang sudah kami lakukan di jalan ke arah Antang Kalang maupun jalan Sampit menuju Ujung Pandaran yang sekarang sudah mulus semua,” ujarnya.

Ia menambahkan, pembangunan jalan sepanjang 125 kilometer itu bukan hal yang sulit untuk ditangani provinsi, karena sebelumnya pihaknya juga telah melaksanakan pembangunan jalan di Kecamatan Antang Kalang sepanjang 140 kilometer.

Disamping itu, ketika pembangunan jalan diambil alih provinsi maka ia memastikan pihaknya akan mengerjakan bukan hanya badan jalan, tetapi sampai ke tahap pengaspalan. Namun, untuk peningkatan status jalan ini masih perlu dikaji lebih lanjut.

Baca juga: Pjs Bupati Kotim kumpulkan kades satukan arah pembangunan

Kendati demikian, Shalahuddin menegaskan rencana pembangunan Jembatan Mentaya tidak dihentikan. Hanya, urutan pembangunannya yang diubah dengan memprioritaskan pembangunan jalan berdasarkan skala kebutuhan masyarakat.

“Pembangunan jembatan akan tetap dilaksanakan, tapi kita prioritaskan jalan dulu. Karena jalan ini menghubungkan beberapa desa di sana,” demikian Shalahuddin.

Sementara itu, Kepala Desa Bapinang Hulu, Kecamatan Pulau Hanaut Sugianur dalam rapat kerja kepala desa se-Kotim menyampaikan pendapatnya terkait rencana pembangunan Jembatan Mentaya.

Ia menyebutkan, pada dasarnya masyarakat di seberang menyambut baik dengan rencana tersebut yang diharapkan bisa membuka keterisolasian sejumlah desa di wilayah tersebut. 

“Akan tetapi, kalau bisa mohon rencana itu dipertimbangkan kembali. Karena, alangkah baiknya yang diselesaikan pertama itu jalan dulu. Karena apalah arti sebuah jembatan kalau jalannya tidak bisa dilalui,” ucapnya.

Ia menambahkan, selama ini masyarakat di Desa Bapinang Hulu maupun desa lainnya di Pulau Hanaut harus menyeberang menggunakan perahu atau kapal motor untuk mencapai sisi sebelah barat atau untuk menuju Kota Sampit, sebab belum ada jalur darat yang menghubungkan kedua wilayah tersebut.

Pihaknya sudah beberapa kali mengusulkan ke Pemkab Kotim agar membuka akses jalan darat sampai ke Kecamatan Pulau Hanaut, namun belum ada tindak lanjuti. 

Kemudian, pihaknya mendengar rencana pembangunan jembatan yang membutuhkan anggaran hampir Rp2 triliun, para kepala desa setempat merasa terpanggil untuk kembali menyuarakan aspirasinya agar pembangunan jalan bisa diprioritaskan dibanding jembatan.

Pernyataan Sugianur ini pun didukung oleh kepala desa lainnya, yang setuju bahwa pembangunan jalan lebih prioritas dibandingkan jembatan.

Baca juga: Legislator Kotim minta pemkab rehab total SDN 2 Cempaka Mulia Timur

Baca juga: Integrasi aplikasi Siskeudes, DPMD Kotim jalin kerja sama dengan perbankan

Baca juga: Beruang yang teror warga Sampit dibawa ke Pangkalan Bun


Pewarta : Devita Maulina
Uploader : Admin 2
Copyright © ANTARA 2024