Sidoarjo (ANTARA) - Mantan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Siska Wati divonis penjara empat tahun dalam kasus korupsi pemotongan dana insentif aparatur sipil negara BPPD Sidoarjo senilai Rp8,5 miliar.
"Menyatakan terdakwa dijatuhi hukuman empat tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan," kata Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani saat sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya di Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu.
Terdakwa Siska Wati dianggap sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 huruf F jo Pasal 16 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Putusan hakim ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut terdakwa Siska Wati dihukum pidana penjara lima tahun dengan denda Rp300 juta subsider empat bulan.
Menurut hakim, terdakwa Siska Wati terbukti terlibat dalam melakukan pemotongan dana insentif ASN di lingkup BPPD Sidoarjo dengan modus seakan-akan para ASN memiliki utang.
Kemudian, proses penarikan pemotongan sebesar 30 persen setiap triwulan pencarian dana insentif itu disebut sebagai sedekah dan menggunakan mekanisme kertas kitir yang diberikan kepada para ASN di BPPD Sidoarjo.
Hal yang memberatkan atas vonis tersebut, tindakan terdakwa Siska Wati bertentangan dengan program pemerintah dan keinginan masyarakat Indonesia agar terbebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Terdakwa Siska Wati yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil seharusnya telah memiliki pengetahuan atas tindakan tersebut setelah memperoleh pendidikan sebagai pegawai negeri selama ini.
Sedangkan hal yang meringankan atas vonis tersebut, Hakim menyebut terdakwa Siska Wati belum pernah dipidana dan selama persidangan bersikap sopan, memiliki tanggung jawab terhadap suami, anak-anak dan keluarga.
Selain itu, terdapat pihak lain, yakni pejabat yang strukturnya lebih tinggi dan lebih bertanggung jawab atas praktik korupsi tersebut.
"Menyatakan terdakwa dijatuhi hukuman empat tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan," kata Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani saat sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya di Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu.
Terdakwa Siska Wati dianggap sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 huruf F jo Pasal 16 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Putusan hakim ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut terdakwa Siska Wati dihukum pidana penjara lima tahun dengan denda Rp300 juta subsider empat bulan.
Menurut hakim, terdakwa Siska Wati terbukti terlibat dalam melakukan pemotongan dana insentif ASN di lingkup BPPD Sidoarjo dengan modus seakan-akan para ASN memiliki utang.
Kemudian, proses penarikan pemotongan sebesar 30 persen setiap triwulan pencarian dana insentif itu disebut sebagai sedekah dan menggunakan mekanisme kertas kitir yang diberikan kepada para ASN di BPPD Sidoarjo.
Hal yang memberatkan atas vonis tersebut, tindakan terdakwa Siska Wati bertentangan dengan program pemerintah dan keinginan masyarakat Indonesia agar terbebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Terdakwa Siska Wati yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil seharusnya telah memiliki pengetahuan atas tindakan tersebut setelah memperoleh pendidikan sebagai pegawai negeri selama ini.
Sedangkan hal yang meringankan atas vonis tersebut, Hakim menyebut terdakwa Siska Wati belum pernah dipidana dan selama persidangan bersikap sopan, memiliki tanggung jawab terhadap suami, anak-anak dan keluarga.
Selain itu, terdapat pihak lain, yakni pejabat yang strukturnya lebih tinggi dan lebih bertanggung jawab atas praktik korupsi tersebut.