Sampit (ANTARA) - Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah siap mendampingi atau memberikan advokasi warganya jika berniat melakukan penggantian nama ke pengadilan.

“Kami sudah menghubungi kakak kandung dari yang bersangkutan, apabila pihak keluarga ingin mengganti nama, maka kami siap advokasi ke pengadilan dan selanjutnya kami melakukan perubahan nama sesuai penetapan pengadilan,” kata Kepala Disdukcapil Kotim Agus Tripurna Tangkasiang di Sampit, Minggu.

Belum lama ini viral unggahan di media sosial terkait seorang mahasiswi di Universitas Muhammadiyah Palangka Raya (UMPR) asal Desa Tanjung Jariangau, Kecamatan Mentaya Hulu, Kotim yang hanya memiliki satu huruf dalam namanya. 

Unggahan itu disertai potret dari identitas kependudukan dari yang bersangkutan yang hanya mencantumkan huruf C di kolom namanya. Hal ini pun langsung mencuri perhatian warganet karena nama dengan hanya satu huruf ini tergolong langka.

Agus menjelaskan, pihaknya pun telah menelusuri pemilik nama itu dan membenarkan bahwa yang bersangkutan merupakan warga Kotim. Pasalnya, aturan lama memang memperbolehkan nama yang hanya terdiri satu huruf, satu suku kata, terdapat petik, atau ada kombinasi huruf dan angka.

Namun, pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan, yang mulai diberlakukan pada 2023, kriteria nama seperti di atas sudah tidak diperbolehkan.

“Aturan sekarang minimal itu dua suku kata dan maksimal 60 karakter termasuk spasi, selain itu tidak boleh nama dengan makna ganda dan tidak boleh bermakna negatif,” imbuhnya.

Baca juga: Terpilih jadi ketua KONI Kotim, Alexius janji bekerja keras

Meski bertentangan dengan aturan terbaru, nama C yang dimiliki mahasiswi UMPR itu masih sah secara hukum karena nama itu dibuat sebelum aturan Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 diberlakukan, dibuktikan dengan adanya akta kelahiran, kartu keluarga (KK) dan ijazah.

Lanjutnya, berdasarkan keterangan operator di Mal Pelayanan Publik (MPP), ketika C melakukan perekaman KTP, pihak operator sudah memastikan beberapa kali ketepatan penulisan nama dan yang bersangkutan membenarkan.

“Dijawab oleh yang bersangkutan bahwa nama C itu memang sejak lahir dan tertera di ijazah SD dan SMP, karena saat itu dia belum lulus SMA. Lalu, dilakukan perekaman dan setelah itu baru viral,” ujarnya.

Walaupun yang bersangkutan tampak sudah menerima dengan nama C tersebut, namun Disdukcapil Kotim tetap merekomendasikan agar dilakukan penggantian nama. Sebab, hal ini dapat menghambat pengurusan beberapa administrasi, seperti pembuatan paspor.

Agus menyatakan bahwa Disdukcapil Kotim siap memberikan advokasi ke pengadilan untuk proses penggantian nama, tetapi untuk itu tetap diperlukan persetujuan keluarga dan yang bersangkutan karena ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.

Penggantian nama perlu dilakukan di pengadilan untuk memberikan kepastian hukum dan legalitas perubahan nama. Pengadilan akan mengeluarkan penetapan yang menjadi dasar perubahan nama dalam dokumen kependudukan seperti akta kelahiran, KTP, dan KK.

“Kemarin kami sudah menghubungi kakak kandung dari yang bersangkutan, katanya mau dirundingkan dulu dengan orang tua dan yang bersangkutan. Jadi saat ini kami masih menunggu konfirmasinya,” demikian Agus.

Baca juga: Pemkab Kotim wanti-wanti pengurus baru KONI terkait pengelolaan anggaran

Baca juga: KSOP Sampit berkomitmen tingkatkan kualitas pelayanan kepelabuhanan

Baca juga: BNK Kotim manfaatkan MPLS untuk edukasi terkait bahaya narkoba


Pewarta : Devita Maulina
Uploader : Admin 2
Copyright © ANTARA 2025