Sampit (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah menyatakan siap memperjuangkan tuntutan masyarakat, khususnya perwakilan koperasi setempat mengenai lahan sawit koperasi yang diambil alih oleh PT Agrinas Palma Nusantara.
“Tuntutan yang disampaikan akan kami tampung dan kami sampaikan secara berjenjang melalui Gubernur. Kemudian dari Gubernur akan ke pemerintah pusat menyampaikan aspirasi masyarakat Kalimantan Tengah, khususnya Kotim,” kata Wakil Bupati Kotim Irawati di Sampit, Rabu.
Hal ini ia sampaikan sebagai tanggapan dari aksi damai yang dilakukan organisasi masyarakat sipil serta sejumlah koperasi di wilayah setempat di depan Kantor Bupati Kotim.
Aksi damai yang dijaga ketat oleh aparat kepolisian tersebut turut dihadiri oleh Ketua DPRD Kotim dan sejumlah legislator, Asisten I Setda Kotim, Kepala Bagian Sumber Daya Alam Setda Kotim, Kapolres Kotim, perwakilan Dandim 1015/Sampit dan lainnya.
Aksi damai ini sebagai buntut kekecewaan para pengurus dan anggota koperasi yang lahannya ikut ditertibkan oleh Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dan diduga telah diserahkan pengelolaannya pada PT Agrinas Palma Nusantara tanpa melibatkan koperasi.
Irawati menjelaskan, bahwa permasalahan ini juga telah menjadi perhatian pemerintah daerah. Sebelumnya, Gubernur Kalteng Agustiar Sabran juga telah membahas hal ini bersama Kejati Kalteng saat pertemuan dengan para bupati di Palangka Raya.
Kemudian saat kunjungan kerja Gubernur Kalteng ke Kotim, persoalan ini juga kembali menjadi pembahasan dalam rapat optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD) dan percepatan operasionalisasi Koperasi Merah Putih.
“Makanya, Bupati Kotim telah menginstruksikan kepada para camat agar memetakan lahan masyarakat, baik itu lahan yang murni milik masyarakat maupun yang bermitra dengan dengan perusahaan yang masuk dalam sitaan Satgas PKH,” lanjutnya.
Irawati menyebutkan, dalam rapat koordinasi itu, Gubernur Kalteng menyampaikan rencana untuk mengajak bupati se-Kalteng untuk bertemu langsung dengan pimpinan PT Agrinas Palma Nusantara di Jakarta guna meminta kejelasan mengenai kerja sama pengelolaan lahan sawit sitaan.
Baca juga: UKPBJ Kotim perkuat kapasitas aparatur desa dalam belanja barang dan jasa
Rencana ini merupakan upaya proaktif dari pemerintah daerah dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat, termasuk yang menjadi tuntutan massa aksi damai kali ini.
“Jadi mari kita bersama-sama mendoakan Gubernur dan Bupati diberikan kesehatan, karena dalam hal ini beliau ingin memperjuangkan apa yang menjadi keinginan kita bersama. Mudah-mudahan hasil pertemuan itu nantinya membuahkan keputusan yang baik dan berpihak untuk kita semua,” demikian Irawati.
Koordinator aksi damai sekaligus Panglima Tantara Lawung Adat Mandau Talawang, Ricko Kristolelu menyampaikan ada sekitar 12 koperasi yang terlibat dalam aksi damai kali ini.
Aksi damai ini secara umum berkaitan dengan aktivitas pihak yang mengatasnamakan PT Agrinas Palma Nusantara di wilayah Kotim tanpa adanya mediasi dengan masyarakat atau koperasi setempat.
“Mereka melakukan penghentian (kegiatan koperasi) dan melakukan panen sendiri tanpa menghargai tuntutan kami untuk tidak ada aktivitas sebelum ada pembahasan bersama dengan masyarakat adat di Kotim,” ujarnya.
Ia menjelaskan, saat awal penertiban yang dilakukan Satgas PKH disampaikan bahwa lahan milik koperasi yang ikut masuk saat penertiban akan dikembalikan kepada koperasi atau masyarakat yang mengelolanya.
Namun belakangan, muncul pihak yang mengaku dari PT Agrinas Palma Nusantara yang mengambil alih pengelolaan lahan sawit milik koperasi bersama dengan lahan sawit perusahaan yang telah disita oleh Satgas PKH.
Sementara, kini koperasi tidak bisa lagi beraktivitas di lahan sawit tersebut dan otomatis berdampak pada pendapat para anggota koperasi yang merupakan masyarakat setempat. Kondisi ini pula yang mendorong dilaksanakannya aksi damai.
“Masyarakat kehilangan penghasilan yang selama ini mereka terima dari kebun sawit, penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup tidak ada lagi dan ini terjadi hampir di semua koperasi. Makanya, dengan aksi ini kami berharap kondisi itu tidak meluas, karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak,” tuturnya.
Disamping itu, Ricko mempertanyakan transparansi dari PT Agrinas Palma Nusantara mengenai luasan lahan yang diambil alih oleh negara melalui Satgas PKH, khususnya di wilayah Kotim.
“Juga, dimana saja lokasinya, karena selama ini tidak ada datanya sampai ke kami. Yang kami tau hanya dari koperasi yang menyampaikan ke kami dan tergabung dalam aksi hari ini, selebihnya kami tidak tau,” imbuhnya.
Baca juga: Operasional Koperasi Merah Putih di Kotim disambut positif masyarakat
Aksi damai itu pun diakhiri dengan penandatanganan 10 tuntutan dari massa aksi damai bersama Wakil Bupati Kotim, Ketua DPRD Kotim dan sejumlah pejabat terkait. Isi dari 10 tuntutan tersebut adalah,
Pertama, apabila kondisi ini masih terjadi maka negara juga harus bertanggung jawab atas keberlangsungan hidup masyarakat yang haknya dirampas dengan mengatasnamakan negara.
Kedua, berkaitan dengan tata ruang pemerintah harus jeli untuk menyesuaikan perkembangan pertumbuhan masyarakat yang ada. Ketiga, Kerja Sama Operasional (KSO) luar tidak berhak atas lahan masyarakat untuk pengelolaan di wilayah Bumi Habaring Hurung.
Keempat, melawan KSO luar yang melakukan kegiatan operasional di lahan koperasi. Kelima, masyarakat tetap melakukan kegiatan seperti biasanya atas hak kami, baik sebagai anggota koperasi maupun perseorangan serta kemitraan yang sekarang berjalan untuk mendapatkan sisa hasil kebun yang selama ini diterima oleh masyarakat.
Keenam, tidak ada kriminalisasi terhadap warga atau petani yang di atas haknya berusaha dalam ruang hidup sebagai usaha kebun kelapa sawit melalui koperasi atau perseorangan.
Ketujuh, meminta Bupati selaku kepala daerah khusus wilayah Kotawaringin Timur bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mendukung pengelolaan koperasi ini terus berlanjut karena memberikan kontribusi kepada daerah dan pusat juga melalui pajak yang semua terbayarkan.
Kedelapan, tanggung jawab perusahaan perseroan yang bermitra dengan masyarakat atas lahan yang disita tersebut, dengan demikian apabila tidak ada tanggung jawab maka lahan akan kembali kepada masyarakat.
Kesembilan, mempertanyakan terkait Peraturan Presiden yang tidak relevan dengan adanya PT Agrinas Palma Nusantara.
“Kesepuluh, kami meminta tuntutan masyarakat bersama dengan Agrinas untuk membicarakan solusi penyelesaian maksimal tujuh hari setelah kegiatan hari ini,” demikian Ricko.
Baca juga: Geger penemuan jasad bayi, PT HSL dukung polisi usut tuntas
Baca juga: Dinkes Kotim jemput bola ke RT-RT untuk tingkatkan partisipasi CKG
Baca juga: DPRD Kotim apresiasi komitmen gubernur perjuangkan plasma untuk masyarakat