Dirjen Minerba Diperiksa KPK, Ada Apa?

id Dirjen Minerba Diperiksa KPK, KPK, Bambang Gatot Ariyono, Yuyuk Andriati

Dirjen Minerba Diperiksa KPK, Ada Apa?

ILUSTRASI (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Jakarta (Antara Kalteng) - Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono dalam penyidikan dugaan perkara tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang Gubernur Sulawesi Tenggara dalam persetujuan penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di wilayah Sultra periode 2008-2014.

"Bambang (Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral) diperiksa untuk tersangka NA (Nur Alam)," kata pelaksana tugas (Plt) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di Jakarta, Jumat.

Bambang datang ke KPK sekitar pukul 10.00 WIB, namun tidak berkomentar mengenai pemeriksaannya tersebut. Selain Bambang, KPK juga memeriksa karyawan PT Billy Indonesia, Suharto Martosuroyo.

Tersangka dalam kasus ini adalah Gubernur Sultra Nur Alam. KPK sudah mengirim surat permintaan cegah terhadap Nur Alam, Kepala Dinas ESDM Sultra Burhanuddin, Direktur PT Billy Indonesia Widdi Aswindi dan pemilik PT Billy Indonesia Emi Sukiati Lasimon.

Nur Alam diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan mengeluarkan Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan Eksplorasi, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Ekslorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di kabupaten Buton dan Bombana Sulawesi Tenggara.

Ia disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 2013, Nur Alam diduga menerima aliran dana sebesar 4,5 juta dolar AS atau setara dengan Rp50 miliar dari Richcorp Internasional yang dikirim ke bank di Hong Kong dan sebagian di antaranya ditempatkan pada tiga polis AXA Mandiri.

Richcorp, melalui PT Realluck International Ltd (saham Richcop 50 persen), merupakan pembeli tambang dari PT Billy Indonesia.