Kampar (ANTARA) - Kasat Resnarkoba Polres Kampar Polda Riau Iptu Asdisyah Mursid mengungkapkan sulitnya menyelidiki pengendali jaringan narkoba dari dalam lapas.
Alasannya karena cara komunikasi napi di lapas dengan para kurirnya di luar lapas menggunakan sistemnya terputus.
"Kalau (tersangka) di luar (lapas) ditangkap dan ada indikasi ada pelaku di dalam (lapas). Pelaku di lapas sudah tahu duluan, karena jaringannya banyak, berantai. Barang bukti ponsel langsung dibuang," kata Iptu Asdisyah di Polres Kampar, Provinsi Riau, Jumat.
Selain itu pihak lapas juga biasanya keberatan bila polisi menyelidiki kasus narkoba di lapas karena bisa mengganggu kondusifitas lapas.
Hal itu karena para napi saling melindungi satu sama lain dan tidak segan membuat keributan.
"Kalau kami masuk ke dalam (menyelidiki kasus narkoba di lapas), pihak lapas agak takut, takutnya memancing mereka (napi) rusuh," katanya.
Alasan lainnya, jumlah sipir dan jumlah napi dalam satu lapas yang tidak berimbang, membuat para sipir berhati-hati agar tidak membuat para napi mengamuk.
Sementara Asdi mencatat ada lebih dari 600 tersangka kasus narkoba di wilayah Kampar yang ditangkap sejak November 2017 hingga September 2019. Dari jumlah tersebut, 90 persen pelaku didominasi oleh warga Kampar.
"Tersangka 90 persen orang Kampar, 10 persennya warga kabupaten lain, tapi masih warga Provinsi Riau juga," katanya.
Ia pun mengungkapkan para pelaku kurir maupun bandar narkoba umumnya berasal dari kalangan menengah ke bawah.
"Para pelaku ada yang karena sudah terlanjur kecanduan tapi tidak punya uang untuk beli narkoba, ada yang karena kemiskinan, ada yang hanya hura-hura saja. Rata-rata (pelaku) bukan berasal dari kalangan menengah ke atas," katanya.
Polri akui sulitnya 'bongkar' jaringan narkoba di lapas
Alasan lainnya, jumlah sipir dan jumlah napi dalam satu lapas yang tidak berimbang, membuat para sipir berhati-hati agar tidak membuat para napi mengamu