Ciptakan robot sterilisasi ruang isolasi corona
Bandung (ANTARA) - Tim dari Telkom University berhasil membuat inovasi berupa Autonomous UVC Mobile Robot (AUMR) yakni alat yang bisa dimanfaatkan untuk desinfeksi dan sterilisasi pada ruang isolasi pasien positif COVID-19 tanpa campur tangan manusia secara langsung sehingga dapat meminimalisir penularan COVID-19.
"Robot ini rencananya akan diujicobakan di Rumah Sakit Pindad Bandung dan Wisma Atlet Jakarta," kata Rektor Telkom University Prof Dr Adiwijaya dalam siaran persnya, Jumat.
Rektor menyampaikan Autonomous UVC (Ultra Violet Type C) Mobile Robot (AUMR) ini merupakan Robot AUMR pertama di Indonesia, sebelumnya alat yang serupa digunakan di beberapa negara salah satunya Denmark.
"Semoga alat ini bermanfaat untuk pencegahan penyebaran COVID-19 di Indonesia," katanya.
Dia mengatakan semakin meningkatnya kasus suspect dan positif virus corona (COVID-19) di Indonesia, berbagai macam tindakan dilakukan oleh tim medis salah satunya adalah dengan melakukan isolasi pada suspect atau pasien positif COVID-19.
Disinfeksi dan sterilisasi ruang isolasi juga sangat diperlukan untuk menghilangkan dan mengurangi kontaminasi mikroorganisme (termasuk virus COVID-19) baik yang menempel pada benda (peralatan), lantai ataupun udara.
Interaksi langsung tim medis terhadap pasien positif corona masih membuka peluang penularan yang sangat lebar.
Untuk mengurangi resiko penularan terhadap tim medis, diperlukan sebuah metode dan alat disinfeksi sterilisasi yang efektif secara jarak jauh (remote).
AUMR ini bekerja ketika organisme biologi terpapar sinar UV dalam kisaran 200 nm dan 280 nm, maka sinar tersebut akan diserap oleh DNA, RNA dan protein. Penyerapan tersebut akan menyebakan pecahnya dinding sel protein dan tentunya kematian organisme tersebut.
Penyerapan sinar UVC oleh DNA dam RNA (khususnya basa timin) diketahui menyebabkan inaktivasi untai ganda DNA atau RNA melalui pembentukan dimer timin. Jika cukup dimer ini diproduksi dalam DNA maka akibatnya proses replikasi DNA akan terganggu dan tentunya sel tidak dapat mereplikasi.
Robot ini nantinya dapat beroperasi hingga kurun waktu lima jam, untuk sistem kerja UVC nya bisa berlangsung sekitar satu jam.
Kontrol terhadap robot ini bisa dilakukan dalam beberapa mode, bisa menggunakan remote control, autonomous control mode dengan melakukan line tracking atau laser range navigation.
Robot ini juga sudah dilengkapi sensor ultrasonic untuk menghindari menabrak benda di sekitarnya.
Untuk biasa riset dan pengembangan, Robot AUMR ini memakan budget sekitar Rp250.000.000. Jika dibandingkan dengan robot AUMR dari luar yang harganya mencapai 80.000 hingga 90.000 Dolar Amerika, robot AUMR ini masih begitu terjangkau.
Tim dibalik pembuatan AUMR ini adalah kolaborasi antara Tel-U dan Balai Pengembangan Instrumentasi LIPI, yang terdiri dari Angga Rusdinar, S.T., M.T., Ph.D (Teknik Elektro, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom, Bandung Indonesia), Dr. Irwan Purnama (Balai Pengembangan Instrumentasi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bandung, Indonesia), Dr. Kemas Muslim Lhaksmana (Teknik Informatika, Fakultas Teknik Informatika, Universitas Telkom, Bandung Indonesia), Dr. Ratih Asmana (Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor, Indonesia).
"Robot ini rencananya akan diujicobakan di Rumah Sakit Pindad Bandung dan Wisma Atlet Jakarta," kata Rektor Telkom University Prof Dr Adiwijaya dalam siaran persnya, Jumat.
Rektor menyampaikan Autonomous UVC (Ultra Violet Type C) Mobile Robot (AUMR) ini merupakan Robot AUMR pertama di Indonesia, sebelumnya alat yang serupa digunakan di beberapa negara salah satunya Denmark.
"Semoga alat ini bermanfaat untuk pencegahan penyebaran COVID-19 di Indonesia," katanya.
Dia mengatakan semakin meningkatnya kasus suspect dan positif virus corona (COVID-19) di Indonesia, berbagai macam tindakan dilakukan oleh tim medis salah satunya adalah dengan melakukan isolasi pada suspect atau pasien positif COVID-19.
Disinfeksi dan sterilisasi ruang isolasi juga sangat diperlukan untuk menghilangkan dan mengurangi kontaminasi mikroorganisme (termasuk virus COVID-19) baik yang menempel pada benda (peralatan), lantai ataupun udara.
Interaksi langsung tim medis terhadap pasien positif corona masih membuka peluang penularan yang sangat lebar.
Untuk mengurangi resiko penularan terhadap tim medis, diperlukan sebuah metode dan alat disinfeksi sterilisasi yang efektif secara jarak jauh (remote).
AUMR ini bekerja ketika organisme biologi terpapar sinar UV dalam kisaran 200 nm dan 280 nm, maka sinar tersebut akan diserap oleh DNA, RNA dan protein. Penyerapan tersebut akan menyebakan pecahnya dinding sel protein dan tentunya kematian organisme tersebut.
Penyerapan sinar UVC oleh DNA dam RNA (khususnya basa timin) diketahui menyebabkan inaktivasi untai ganda DNA atau RNA melalui pembentukan dimer timin. Jika cukup dimer ini diproduksi dalam DNA maka akibatnya proses replikasi DNA akan terganggu dan tentunya sel tidak dapat mereplikasi.
Robot ini nantinya dapat beroperasi hingga kurun waktu lima jam, untuk sistem kerja UVC nya bisa berlangsung sekitar satu jam.
Kontrol terhadap robot ini bisa dilakukan dalam beberapa mode, bisa menggunakan remote control, autonomous control mode dengan melakukan line tracking atau laser range navigation.
Robot ini juga sudah dilengkapi sensor ultrasonic untuk menghindari menabrak benda di sekitarnya.
Untuk biasa riset dan pengembangan, Robot AUMR ini memakan budget sekitar Rp250.000.000. Jika dibandingkan dengan robot AUMR dari luar yang harganya mencapai 80.000 hingga 90.000 Dolar Amerika, robot AUMR ini masih begitu terjangkau.
Tim dibalik pembuatan AUMR ini adalah kolaborasi antara Tel-U dan Balai Pengembangan Instrumentasi LIPI, yang terdiri dari Angga Rusdinar, S.T., M.T., Ph.D (Teknik Elektro, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom, Bandung Indonesia), Dr. Irwan Purnama (Balai Pengembangan Instrumentasi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bandung, Indonesia), Dr. Kemas Muslim Lhaksmana (Teknik Informatika, Fakultas Teknik Informatika, Universitas Telkom, Bandung Indonesia), Dr. Ratih Asmana (Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor, Indonesia).