Belitung (Antaranews Kalteng) - Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Togar Sitanggang mengatakan, industri bidang kelapa sawit selalu diserang oleh isu-isu negatif. Padahal sektor kelapa sawit dapat memberikan perbaikan neraca ekonomi negara ini.
"Kami mengharapkan, pemerintah perlu bekerja lebih keras untuk melindungi industri sawit Indonesia dari maraknya kampanye hitam. Penyebaran isu negatif tersebut tanpa fakta objektif dan tendensius dibarengi dengan berbagai ancaman boikot, padahal industri minyak sawit Indonesia kini menjadi pemain wahid di pasar minyak nabati dunia. Untungnya, pemerintah masih punya keberpihakan meskipun setengah hati," kata Togar, di Belitung, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, negara-negara di Eropa merasa cukup khawatir dengan berkembang pesarnya indsutri sawit di Indonesia, sebab sektor tersebut mampu memproduksi energi yang dapat diperbaharui. Sebab, sawit sendiri merupakan industri masa depan sebagai pengganti energi fosil yang tidak ramah lingkungan dan mulai ditinggalkan.
Baca juga: GAPKI gelar lokakarya nasional wartawan ekonomi dan pertanian di Belitung
Faktanya bisa dilihat bahwa saat ini ierkebunan sawit Indonesia memenuhi peran tersebut dan punya kontribusi besar terhadap kebijakan energi global di masa depan, kata Togar.
Ia menjelaskan, saat ini isu yang bergulir untuk menghambat perkembangan industri sawit Indonesia antara lain menyangkut perluasan lahan yang meningkat signifikan sehingga menyebabkan kerusakan hutan, dan isu kesehatan serta yang marak saat ini menyangkut isu tenaga kerja.
"Tuduhan itu tidak benar karena perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit di dunia dalam beberapa tahun hanya tumbuh 13,39 persen, sedangkan pada sektor kedelai tumbuh 85,45 persen, dan bunga matahari 18,05 persen," ujar Togar.
Baca juga: Industri sawit mampu dongkrak perekonomian negara
Sementara itu, Ketua Kompartemen regulasi dan pengupahan GAPKI Immanuel Manurung mengungkapkan pihaknya akan menerapkan best practice system tenaga kerja sebagai antisipasi maraknya isu negatif terkait ketenagakerjaan seperti isu keselamatan kerja, pegawai kontrak, pekerja di bawah umur, dan pekerja perempuan.
Dia mengatakan, beberapa perbaikan yang telah dilakukan terutama menyangkut hak dan kewajiban perkerja yang sesuai dengan Undang-undang Ketenagakerjaan. Selain, itu, GAPKI juga akan terus melakukan edukasi agar perusahaan tidak mempekerjakan pekerja di bawah umur.
Selain itu Ketua Bidang Agraria dan Tata Ruang GAPKI Eddy Martono menyatakan ketidakjelasan terkait tumpang tindih lahan yang tidak pernah diselesaikan secara tuntas, selama ini menjadi faktor penghalang bagi pertumbuhan iklim investasi Indonesia.
Baca juga: Wow! Permintaan Gubernur Kalteng Langsung Dibuktikan GAPKI Terkait PAD dan Plat KH
Akibatnya, industri sawit terlalu banyak disibukkan dengan persoalan tumpang tindih yang pokok persoalannya sebenarnya ada pada beberapa kementerian.
Eddy menyarankan, dalam revisi Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebaiknya penetapan kawasan hutan cukup dipertegas dengan menjadi menjadi hutan primer, sekunder dan hutan produksi sehingga tidak menimbulkan banyak konflik seperti yang saat ini terjadi.
"Faktanya, banyak kawasan hutan saat ini yang justru bertabrakan dengan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit. Hal itu disebabkan penetapan aturan tentang kawasan hutan diberlakukan belakangan setelah HGU diterbitkan," demikian Eddy.
Baca juga: Gapki: industri sawit dihadapkan tiga masalah utama, apa itu?
"Kami mengharapkan, pemerintah perlu bekerja lebih keras untuk melindungi industri sawit Indonesia dari maraknya kampanye hitam. Penyebaran isu negatif tersebut tanpa fakta objektif dan tendensius dibarengi dengan berbagai ancaman boikot, padahal industri minyak sawit Indonesia kini menjadi pemain wahid di pasar minyak nabati dunia. Untungnya, pemerintah masih punya keberpihakan meskipun setengah hati," kata Togar, di Belitung, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, negara-negara di Eropa merasa cukup khawatir dengan berkembang pesarnya indsutri sawit di Indonesia, sebab sektor tersebut mampu memproduksi energi yang dapat diperbaharui. Sebab, sawit sendiri merupakan industri masa depan sebagai pengganti energi fosil yang tidak ramah lingkungan dan mulai ditinggalkan.
Baca juga: GAPKI gelar lokakarya nasional wartawan ekonomi dan pertanian di Belitung
Faktanya bisa dilihat bahwa saat ini ierkebunan sawit Indonesia memenuhi peran tersebut dan punya kontribusi besar terhadap kebijakan energi global di masa depan, kata Togar.
Ia menjelaskan, saat ini isu yang bergulir untuk menghambat perkembangan industri sawit Indonesia antara lain menyangkut perluasan lahan yang meningkat signifikan sehingga menyebabkan kerusakan hutan, dan isu kesehatan serta yang marak saat ini menyangkut isu tenaga kerja.
"Tuduhan itu tidak benar karena perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit di dunia dalam beberapa tahun hanya tumbuh 13,39 persen, sedangkan pada sektor kedelai tumbuh 85,45 persen, dan bunga matahari 18,05 persen," ujar Togar.
Baca juga: Industri sawit mampu dongkrak perekonomian negara
Sementara itu, Ketua Kompartemen regulasi dan pengupahan GAPKI Immanuel Manurung mengungkapkan pihaknya akan menerapkan best practice system tenaga kerja sebagai antisipasi maraknya isu negatif terkait ketenagakerjaan seperti isu keselamatan kerja, pegawai kontrak, pekerja di bawah umur, dan pekerja perempuan.
Dia mengatakan, beberapa perbaikan yang telah dilakukan terutama menyangkut hak dan kewajiban perkerja yang sesuai dengan Undang-undang Ketenagakerjaan. Selain, itu, GAPKI juga akan terus melakukan edukasi agar perusahaan tidak mempekerjakan pekerja di bawah umur.
Selain itu Ketua Bidang Agraria dan Tata Ruang GAPKI Eddy Martono menyatakan ketidakjelasan terkait tumpang tindih lahan yang tidak pernah diselesaikan secara tuntas, selama ini menjadi faktor penghalang bagi pertumbuhan iklim investasi Indonesia.
Baca juga: Wow! Permintaan Gubernur Kalteng Langsung Dibuktikan GAPKI Terkait PAD dan Plat KH
Akibatnya, industri sawit terlalu banyak disibukkan dengan persoalan tumpang tindih yang pokok persoalannya sebenarnya ada pada beberapa kementerian.
Eddy menyarankan, dalam revisi Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebaiknya penetapan kawasan hutan cukup dipertegas dengan menjadi menjadi hutan primer, sekunder dan hutan produksi sehingga tidak menimbulkan banyak konflik seperti yang saat ini terjadi.
"Faktanya, banyak kawasan hutan saat ini yang justru bertabrakan dengan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit. Hal itu disebabkan penetapan aturan tentang kawasan hutan diberlakukan belakangan setelah HGU diterbitkan," demikian Eddy.
Baca juga: Gapki: industri sawit dihadapkan tiga masalah utama, apa itu?