Sampit (Antaranews Kalteng) - Sebanyak 80 warga Desa Patai Kecamatan Cempaga Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah datang ke DPRD setempat menyampaikan sikap mereka menolak kebun kemitraan atau plasma dari perusahaan perkebunan sawit PT Borneo Sawit Perdana (BSP).

Perwakilan masyarakat Desa Patai, Suparman mengatakan, masyarakat menolak pemberian kebun plasma tersebut karena lokasinya berada di luar kebun inti atau hak guna usaha (HGU) PT BSP.

"Bagaiman kami bisa menerima pemberian itu karena pembangunan kebun tersebut jelas kami nilai melanggar aturan dan yang jelas melanggar undang-undang," kata Supaeman di Sampit, Senin.

Selain dibangun di luar kebun inti atau HGU, kebun plasma tersebut diduga juga masuk kawasan hutan poduksi (HP). Artinya, jika terbukti memang kawasan hutan produksi yang belum dibebaskan maka aktivitas di lahan itu melanggar hukum.

"Jika kami terima, sudah pasti nantinya akan mejadi masalah karena keberadaan kebun tersebut telah melanggar aturan. Kami warga desa akan tetap menuntut kepada pihak PT BSP untuk membangun kebun plasmua sebesar 20 persen dari kebun inti yang berada dalam HGU," ucapnya.

Penolakan masyarakat tersebut diutarakan saat datang ke DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur. Mereka berharap ada solusi dari para wakil rakyat tentang masalah tersebut.

"Sudah lama dan ini keduakalinya surat kami ajukan ke DPRD Kotawaringin Timur dan sampai saat ini belum ada respons. Makanya kami tanyakan lagi," ungkapnya.

Menurut Suparman, sejumlah desa yang setuju keberadaan kebun plasma itu yakni Terantang Hilir, Teratang Hulu Kecamatan Seranau dan Luwuk Bunter, Sungai Paring, Cempaka Mulia Timur, Jemaras, Lubuk Ranggan dan Rubung Buyung Kecamatan Cempaga.

Sedangkan warga Desa Patai, sampai sekarang masih menolak kebun plasma tersebut. Permasalahan itu sendiri bergulir sejak 2014 lalu.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur, Supriadi meminta pihak perusahaan untuk meninjau kembali lokasi plasma yang akan diberikan kepada masyarakat.

"Kami ingin pihak perusahaan mengevaluasi kembali letak dan posisi kebun plasma yang akan dimitrakan dengan masyarakat agar tidak terjadi permasalahan di kemudian hari," terangnya.

Membangun dan menyediakan kebun plasma merupakan kewajiban pihak perusahaan, dan sesuai aturan yang berlaku, yakni sebesar 20 persen dari total kembun inti. Keberadaan kebun plasma itu harus di dalam HGU.

Pewarta : Untung Setiawan
Uploader : Admin 2
Copyright © ANTARA 2024