Jakarta (Antaranews Kalteng) - Menyusul wabah campak yang terjadi di negara bagian Washington, Amerika Serikat, Facebook dan Google dikritik karena platform tersebut digunakan untuk menyebarkan konten anti-vaksin.
Kritik tersebut, seperti dimuat dalam artikel Bloomberg dan The Verge, berasal dari Representatif Adam Schiff, yang melayangkan surat ke CEO Facebook Mark Zuckerberg tentang misinformasi vaksin di Facebook dan Instagram. Schiff dalam surat tersebut menyatakan kekhawatirannya tentang konten yang menyesatkan dan menakutkan tentang vaksin.
Schiff juga mengirim surat serupa ke CEO Google, Sundar Pichai, tentang misinformasi vaksin di YouTube.
Dalam surat tersebut, Schiff menyatakan misinformasi di jejaring media sosial dapat membuat orang tua mengabaikan saran medis untuk mengimunisasi anak-anak mereka.
"Informasi yang diulang-ulang, meski pun salah, bisa dianggap benar," kata dia.
Schiff merujuk pada artikel di The Guardian pada awal Februari, yang melaporkan bahwa Facebook dan YouTube berisi propaganda anti-vaksin. Schiff mengapresasi YouTube atas langkah mereka untuk melarang rekomendasi untuk video-video yang dapat menyebarkan informasi yang salah dan berbahaya.
Google menolak berkomentar atas kasus ini. Kepada The Verge, Facebook menyatakan mereka menghapus konten yang melanggar Standard Komunitas mereka, menurunkan artikel yang menyesatkan dan bekerja sama dengan pengecek fakta.
"Masih banyak hal yang perlu kami lakukan, kami akan terus berupaya memberikan informasi yang mendidik untuk topik-topik penting seperti kesehatan".
Kritik tersebut, seperti dimuat dalam artikel Bloomberg dan The Verge, berasal dari Representatif Adam Schiff, yang melayangkan surat ke CEO Facebook Mark Zuckerberg tentang misinformasi vaksin di Facebook dan Instagram. Schiff dalam surat tersebut menyatakan kekhawatirannya tentang konten yang menyesatkan dan menakutkan tentang vaksin.
Schiff juga mengirim surat serupa ke CEO Google, Sundar Pichai, tentang misinformasi vaksin di YouTube.
Dalam surat tersebut, Schiff menyatakan misinformasi di jejaring media sosial dapat membuat orang tua mengabaikan saran medis untuk mengimunisasi anak-anak mereka.
"Informasi yang diulang-ulang, meski pun salah, bisa dianggap benar," kata dia.
Schiff merujuk pada artikel di The Guardian pada awal Februari, yang melaporkan bahwa Facebook dan YouTube berisi propaganda anti-vaksin. Schiff mengapresasi YouTube atas langkah mereka untuk melarang rekomendasi untuk video-video yang dapat menyebarkan informasi yang salah dan berbahaya.
Google menolak berkomentar atas kasus ini. Kepada The Verge, Facebook menyatakan mereka menghapus konten yang melanggar Standard Komunitas mereka, menurunkan artikel yang menyesatkan dan bekerja sama dengan pengecek fakta.
"Masih banyak hal yang perlu kami lakukan, kami akan terus berupaya memberikan informasi yang mendidik untuk topik-topik penting seperti kesehatan".