Jakarta (ANTARA) - Mengurangi sampah dalam kehidupan sehari-hari dapat dimulai dengan menganalisa jenis sampah yang paling banyak dihasilkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pemilik e-commerce peduli lingkungan Cleanomic, Denia Isetianti Permata, mengatakan tujuan utama gaya hidup minim sampah atau zero waste living adalah untuk meminimalisir penggunaan barang yang bisa menjadi sampah.
Dengan menelisik jenis sampah yang paling sering dihasilkan, seseorang dapat mulai memilih apa yang dapat dikurangi, karena dengan demikian, dapat dilihat berapa banyak dari sampah itu yang nantinya akan berakhir di TPA karena tidak dapat didaur ulang.
"Misalnya di kamar mandi, apa saja yang dipakai? Apakah sabun atau keperluan pribadi yang menggunakan kemasan plastik? Jadi mulai perhatikan dari apa yang kita hasilkan sehari-hari," kata Denia di Jakarta, Selasa.
Ia menjabarkan, ada lima kiat dalam mengurangi sampah pribadi, yang ia sebut sebagai 5R, yakni refuse (menolak), reduce (mengurangi), reuse (gunakan kembali), recycle (daur ulang) dan rot (mengkomposkan).
"Untuk prinsip refuse atau menolak, coba untuk menolak barang-barang yang tidak dapat didaur ulang atau yang sifatnya sekali pakai. Jadi ditolak dulu dari awal sebelum datang ke kita, seperti menolak memakai sedotan plastik misalnya,” kata Denia.
Untuk reduce atau mengurangi, lanjutnya, pada dasarnya adalah untuk mengurangi penggunaan barang-barang yang tak ramah lingkungan.
Prinsip reuse dititikberatkan pada usaha untuk membeli atau menggunakan barang-barang yang dapat digunakan kembali.
"Untuk recycle dan rot apabila kita memang harus menggunakan barang yang sifatnya sekali pakai, kalau bisa pastikan bahannya dapat didaur ulang atau dikomposkan," jelas Denia.
Edukasi
Denia meyakini bahwa salah satu penyebab orang belum tergerak untuk bergaya hidup minim sampah adalah karena tidak melihat sampah yang bertumpuk secara langsung.
“Kita tidak tinggal di dekat tempat pembuangan akhir. Jadi out of sight, out of mind,” katanya.
Oleh karena itu, ia mengimbau bagi siapa pun yang berniat untuk menjalani gaya hidup minim sampah agar membekali diri dengan edukasi seputar isu tersebut.
Riset dapat dilakukan dengan membaca artikel mengenai pakar zero waste living seperti Lauren Singer asal Amerika, ataupun mengenai isu-isu bahaya penumpukan sampah dan gambar yang menunjukkan kondisi tempat pembuangan akhir terdekat.
Dalam mengkampanyekan hidup minim sampah, Denia mengatakan bahwa salah satu faktor terpenting adalah konten edukasi.
“Mereka (masyarakat) harus paham kenapa ini penting. Kalau mereka sudah tahu, lalu kita juga harus kasih mereka akses untuk informasi bagaimana cara kurangi sampah dan kita berusaha mengemasnya dalam konsep yang simpel,” katanya.
Pengalaman pribadi
Denia, yang memulai usaha Cleanomic tepat satu tahun yang lalu, mengkurasikan produk sehari-hari yang terbuat dari bahan ramah lingkungan dan dapat dipakai berulang kali. Mulai dari kapas wajah, botol minum, pembalut, sikat gigi bambu, hingga alat tulis, semua ia jual di toko daring miliknya.
Ia terinspirasi untuk membuat toko berbasis digital karena ingin menciptakan usaha yang tidak hanya membantu menghijaukan bumi namun juga dapat menghasilkan keuntungan berkelanjutan.
“Akhirnya aku buat Cleanomic, singkatan dari Clean Economic. Planet, people, profit. Aku pikir untuk buat satu usaha itu harus ada profit yang berkelanjutan tapi bagaimana caranya profit itu tidak mengorbankan lingkungan. Itu mimpi dan doanya untuk Cleanomic ini,” jelas Denia.
Di luar itu, salah satu tujuan lainnya tentu adalah untuk mengampanyekan gaya hidup minim sampah yang mulai dilakoninya sejak ia merasa frustasi akan sampah plastik yang menumpuk di rumahnya.
“Kalau orang-orang berpikir bahwa gaya hidup zero waste itu susah, tidak sama sekali. Bisa dimulai dari hal-hal yang simpel,” katanya.
Untuk membantu masyarakat awal yang baru ingin memulai gaya hidup minim sampah, ia pun mengurasikan produk Cleanomic bagi pemula yang dikemas dalam paket ‘Zero Waste Kit’. Di dalamnya terdapat sikat gigi bambu, sabun batangan, alat makan kayu, sedotan dan botol minum stainless steel, serta satu set kantong blacu.
“Saat aku mengkurasi itu, aku berpikir ke diri sendiri, apa yang aku inginkan kalau aku ingin memulai sesuatu, atau kalau aku mau memberikan hadiah ke orang lain. Jadi isi starter kit itu hal yang sangat basic kita gunakan sehari-hari,” jelas Denia.
Tujuan dari paket buatan Denia bukan hanya soal fungsi, namun bagaimana produk yang dijualnya dapat mengingatkan para konsumen untuk terus berusaha mengurangi produksi sampah. Apalagi produk yang ada dalam starter kit rancangannya juga melingkupi berbagai kegiatan sehari-hari.
“Ada personal care untuk di kamar mandi, jalan-jalan bawa tempat minum, belanja dengan kain blacu, dan lain lain. Semua mungkin pernah jual tempat minum, tapi dikemas dalam satu paket ini, jadi kami juga mendorong gagasan tentang apa yang dapat dilakukan untuk mulai mengurangi sampah,” ujarnya.
Peserta Susdape XIX/Aria Cindyara
Pemilik e-commerce peduli lingkungan Cleanomic, Denia Isetianti Permata, mengatakan tujuan utama gaya hidup minim sampah atau zero waste living adalah untuk meminimalisir penggunaan barang yang bisa menjadi sampah.
Dengan menelisik jenis sampah yang paling sering dihasilkan, seseorang dapat mulai memilih apa yang dapat dikurangi, karena dengan demikian, dapat dilihat berapa banyak dari sampah itu yang nantinya akan berakhir di TPA karena tidak dapat didaur ulang.
"Misalnya di kamar mandi, apa saja yang dipakai? Apakah sabun atau keperluan pribadi yang menggunakan kemasan plastik? Jadi mulai perhatikan dari apa yang kita hasilkan sehari-hari," kata Denia di Jakarta, Selasa.
Ia menjabarkan, ada lima kiat dalam mengurangi sampah pribadi, yang ia sebut sebagai 5R, yakni refuse (menolak), reduce (mengurangi), reuse (gunakan kembali), recycle (daur ulang) dan rot (mengkomposkan).
"Untuk prinsip refuse atau menolak, coba untuk menolak barang-barang yang tidak dapat didaur ulang atau yang sifatnya sekali pakai. Jadi ditolak dulu dari awal sebelum datang ke kita, seperti menolak memakai sedotan plastik misalnya,” kata Denia.
Untuk reduce atau mengurangi, lanjutnya, pada dasarnya adalah untuk mengurangi penggunaan barang-barang yang tak ramah lingkungan.
Prinsip reuse dititikberatkan pada usaha untuk membeli atau menggunakan barang-barang yang dapat digunakan kembali.
"Untuk recycle dan rot apabila kita memang harus menggunakan barang yang sifatnya sekali pakai, kalau bisa pastikan bahannya dapat didaur ulang atau dikomposkan," jelas Denia.
Edukasi
Denia meyakini bahwa salah satu penyebab orang belum tergerak untuk bergaya hidup minim sampah adalah karena tidak melihat sampah yang bertumpuk secara langsung.
“Kita tidak tinggal di dekat tempat pembuangan akhir. Jadi out of sight, out of mind,” katanya.
Oleh karena itu, ia mengimbau bagi siapa pun yang berniat untuk menjalani gaya hidup minim sampah agar membekali diri dengan edukasi seputar isu tersebut.
Riset dapat dilakukan dengan membaca artikel mengenai pakar zero waste living seperti Lauren Singer asal Amerika, ataupun mengenai isu-isu bahaya penumpukan sampah dan gambar yang menunjukkan kondisi tempat pembuangan akhir terdekat.
Dalam mengkampanyekan hidup minim sampah, Denia mengatakan bahwa salah satu faktor terpenting adalah konten edukasi.
“Mereka (masyarakat) harus paham kenapa ini penting. Kalau mereka sudah tahu, lalu kita juga harus kasih mereka akses untuk informasi bagaimana cara kurangi sampah dan kita berusaha mengemasnya dalam konsep yang simpel,” katanya.
Pengalaman pribadi
Denia, yang memulai usaha Cleanomic tepat satu tahun yang lalu, mengkurasikan produk sehari-hari yang terbuat dari bahan ramah lingkungan dan dapat dipakai berulang kali. Mulai dari kapas wajah, botol minum, pembalut, sikat gigi bambu, hingga alat tulis, semua ia jual di toko daring miliknya.
Ia terinspirasi untuk membuat toko berbasis digital karena ingin menciptakan usaha yang tidak hanya membantu menghijaukan bumi namun juga dapat menghasilkan keuntungan berkelanjutan.
“Akhirnya aku buat Cleanomic, singkatan dari Clean Economic. Planet, people, profit. Aku pikir untuk buat satu usaha itu harus ada profit yang berkelanjutan tapi bagaimana caranya profit itu tidak mengorbankan lingkungan. Itu mimpi dan doanya untuk Cleanomic ini,” jelas Denia.
Di luar itu, salah satu tujuan lainnya tentu adalah untuk mengampanyekan gaya hidup minim sampah yang mulai dilakoninya sejak ia merasa frustasi akan sampah plastik yang menumpuk di rumahnya.
“Kalau orang-orang berpikir bahwa gaya hidup zero waste itu susah, tidak sama sekali. Bisa dimulai dari hal-hal yang simpel,” katanya.
Untuk membantu masyarakat awal yang baru ingin memulai gaya hidup minim sampah, ia pun mengurasikan produk Cleanomic bagi pemula yang dikemas dalam paket ‘Zero Waste Kit’. Di dalamnya terdapat sikat gigi bambu, sabun batangan, alat makan kayu, sedotan dan botol minum stainless steel, serta satu set kantong blacu.
“Saat aku mengkurasi itu, aku berpikir ke diri sendiri, apa yang aku inginkan kalau aku ingin memulai sesuatu, atau kalau aku mau memberikan hadiah ke orang lain. Jadi isi starter kit itu hal yang sangat basic kita gunakan sehari-hari,” jelas Denia.
Tujuan dari paket buatan Denia bukan hanya soal fungsi, namun bagaimana produk yang dijualnya dapat mengingatkan para konsumen untuk terus berusaha mengurangi produksi sampah. Apalagi produk yang ada dalam starter kit rancangannya juga melingkupi berbagai kegiatan sehari-hari.
“Ada personal care untuk di kamar mandi, jalan-jalan bawa tempat minum, belanja dengan kain blacu, dan lain lain. Semua mungkin pernah jual tempat minum, tapi dikemas dalam satu paket ini, jadi kami juga mendorong gagasan tentang apa yang dapat dilakukan untuk mulai mengurangi sampah,” ujarnya.
Peserta Susdape XIX/Aria Cindyara