Palangka Raya (ANTARA) - Climate And Energy Analyst World Wide Found for Nature (WWF) Indonesia, Rafi Aquary menyatakan bahwa transisi energi berkeadilan dapat mewujudkan keberlangsungan hidup yang seimbang.
Transisi energi berkeadilan saat ini masih menjadi isu yang baru di Provinsi Kalimantan Tengah ini, kata Rafi di Palangka Raya, Kamis.
"Melalui Perhimpunan Teropong, WWF mendukung sosialisasi ini untuk memberikan pemahaman kepada seluruh masyarakat," ucapnya
Dia mengungkapkan, transisi energi berkeadilan merupakan perubahan ketergantungan penggunaan bahan bakar fosil, seperti minyak, batu bara dan gas ke energi baru terbarukan. Namun dalam pelaksanaanya, transisi energi tersebut harus berkeadilan, dalam artian tidak hanya menguntungkan masyarakat saja, tetapi juga lingkungan alam dan sosialnya.
"Contohnya penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang pada umumnya harus menggunakan lahan yang cukup luas. Di satu sisi, hal ini memberikan kemudahan kepada masyarakat, namun di sisi lain harus ada penggundulan hutan yang berdampak pada lingkungan," ucapnya.
Rafi juga mengungkapkan, dalam penerapannya pun selama ini ketika pemerintah daerah memberikan PLTS kepada suatu desa, namun selalu berujung pada alat PLTS yang terbengkalai. Hal ini dikarenakan proses perawatan yang memerlukan biaya cukup besar serta kemampuan sumber daya manusia di desa-desa tersebut untuk mengoperasionalkan PLTS.
"Untuk itu, kami mengundang Community Social Organization yang selama ini memiliki hubungan cukup dekat dengan masyarakat sebagai penyambung sosialisasi terkait transisi energi berkeadilan ini," ujarnya.
Rafi juga mengungkapkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik Emisi Gas Rumah Kaca menurut jenis sektor (ribu ton CO2e) 2000-2019, sektor energi merupakan penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di Inonesia pada 2019, yakni sebesar 638.808. Grafik skenario low carbon belum menunjukkan tanda melandai, diproyeksikan akan tetap meningkat dari 259,1 juta ton CO2 pada 2021 menjadi 334,6 juta ton CO2 pada 2030.
Terlebih menurut data international energy agency, emisi CO2 terkait penggunaan energi fosil atau energy related CO2 emissions secara global mencapai 37,4 gigaton pada 2023, yang artinya lebih dari 65 persen merupakan emisi batu bara.
Untuk itu, pihaknya mendukung adanya rencana Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Rencana Uum Energi Daerah Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2022-2050, yang menetapkan target bauran energi sebesar 17 persen pada 2025 dan sebesar 46 persen pada 2050.
"Tingginya bauran energi yang ditargetkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah memberikan harapan percepatan proses transisi energi di daerah ini," ungkapnya.
Baca juga: Presiden resmikan proyek strategis ketenagalistrikan, perkuat ketahanan energi nasional
Rafi juga mengungkapkan, meluasnya kewenangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah terkait dengan energi terbarukan melalui Peraturan presiden Nomor 11 Tahun 2023 tentang Urusan Pemerintahan Konkuren Tambangan di Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral pada sub-Bidang Energi Baru Terbarukan, dapat menjadi celan untuk memperkuat proses transisi energi tersebut.
Melalui seminar ini, dia mengharapkan CSO yang terlibat dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat di Kalimantan Tengah, terkait pentingnya menjunjung tinggi asas berkeadilan dalam proses transisi energi dari fosil ke energi baru terbarukan.
"Harapan kita dalam proses transisi energi ini tidak ada aspek-aspek yang dirugikan, baik itu masyarakat maupun lingkungan itu sendiri. Agar kedepan keberlangsungan hidup di Kalimantan Tengah dapat benar-benar seimbang," demikian Rafi.
Baca juga: Indonesia merupakan pusat energi terbarukan di Asia Tenggara
Baca juga: Dirut PLN: Konsumsi energi kendaraan listrik meningkat lebih dari lima kali lipat
Baca juga: PLN-XL Axiata kerja sama pasokan listrik dan penggunaan energi terbarukan