Jakarta (ANTARA) - Direktur jaringan kerja Komite Penghapusan Bensin Bertimbal Ahmad Syafrudin mengatakan waktu terbaik untuk berolahraga di luar ruangan, seperti jogging, adalah pada pukul 13:00 hingga 15:00 WIB karena kondisi kualitas udara Jakarta diyakini paling baik pada jam tersebut.
Ahmad mengatakan, dalam acara diskusi bertajuk ‘Kesiapan Bus Listrik Mengaspal di Jakarta’, Minggu, penilaian tersebut didapat setelah pihaknya melakukan riset dengan Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (United States Environmental Protection Agency/US EPA) pada 2013.
“Itu ada faktor metodologi ya, ada arah kecepatan angin, kelembaban, temperatur dan sebagainya. Itu lebih baik (pada jam tersebut) kualitas udaranya yang dekat dengan permukaan tanah,” kata Ahmad.
Kepercayaan masyarakat Ibu Kota, bahwa udara di Jakarta lebih sehat pada pagi atau malam hari, dianggap tidak tepat.
Menurut dia, menurunnya jumlah kendaraan yang beroperasi pada pagi dan malam hari dinilai tidak mengurangi tingkat polusi yang sangat tinggi di Jakarta.
Baca juga: Banyak faktor pengaruhi kondisi udara Jakarta saat Lebaran
Baca juga: Greenpeace aksi pasang peringatan kualitas udara Jakarta
“Ketika tidak ada aktivitas di permukaan tanah, maka polutan yang membumbung tinggi sekitar 2,5 hingga 3 kilometer itu akan turun lagi,” katanya.
Menurut indeks kualitas udara dunia (World’ Air Quality Index), tingkat polusi di Jakarta telah mencapai level unhealthy atau tidak sehat. Badan perlindungan lingkungan AS (US EPA) mengatakan dalam level ini, udara di Jakarta telah berdampak bagi kesehatan masyarakat dan dapat berdampak serius bagi mereka yang memiliki kondisi kesehatan tertentu.
Anak-anak dan orang dewasa yang aktif, serta penderita penyakit pernafasan seperti asma harus menghindari aktivitas luar ruangan yang terlalu lama. Sementara anak-anak dan masyarakat lain dianjurkan untuk membatasi waktu di luar ruangan.
Acara diskusi bertema ‘Kesiapan Bus Listrik Mengaspal di Jakarta’ diselenggarakan oleh Forum Diskusi Bus dan Kendaraan Elektrik (FUSE) dan membahas kesiapan Ibu Kota dalam merespon kebutuhan terhadap kendaraan listrik yang terus meningkat, terutama jika dilihat dari sisi lingkungan dan ekonomi.
Diskusi tersebut menghadirkan Direktur Utama Transjakarta Agung Wicaksono, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio, Pengamat Tata Kota Yayat Supriyatna, serta Direktur Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Syafrudin sebagai pembicara.
Ahmad mengatakan, dalam acara diskusi bertajuk ‘Kesiapan Bus Listrik Mengaspal di Jakarta’, Minggu, penilaian tersebut didapat setelah pihaknya melakukan riset dengan Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (United States Environmental Protection Agency/US EPA) pada 2013.
“Itu ada faktor metodologi ya, ada arah kecepatan angin, kelembaban, temperatur dan sebagainya. Itu lebih baik (pada jam tersebut) kualitas udaranya yang dekat dengan permukaan tanah,” kata Ahmad.
Kepercayaan masyarakat Ibu Kota, bahwa udara di Jakarta lebih sehat pada pagi atau malam hari, dianggap tidak tepat.
Menurut dia, menurunnya jumlah kendaraan yang beroperasi pada pagi dan malam hari dinilai tidak mengurangi tingkat polusi yang sangat tinggi di Jakarta.
Baca juga: Banyak faktor pengaruhi kondisi udara Jakarta saat Lebaran
Baca juga: Greenpeace aksi pasang peringatan kualitas udara Jakarta
“Ketika tidak ada aktivitas di permukaan tanah, maka polutan yang membumbung tinggi sekitar 2,5 hingga 3 kilometer itu akan turun lagi,” katanya.
Menurut indeks kualitas udara dunia (World’ Air Quality Index), tingkat polusi di Jakarta telah mencapai level unhealthy atau tidak sehat. Badan perlindungan lingkungan AS (US EPA) mengatakan dalam level ini, udara di Jakarta telah berdampak bagi kesehatan masyarakat dan dapat berdampak serius bagi mereka yang memiliki kondisi kesehatan tertentu.
Anak-anak dan orang dewasa yang aktif, serta penderita penyakit pernafasan seperti asma harus menghindari aktivitas luar ruangan yang terlalu lama. Sementara anak-anak dan masyarakat lain dianjurkan untuk membatasi waktu di luar ruangan.
Acara diskusi bertema ‘Kesiapan Bus Listrik Mengaspal di Jakarta’ diselenggarakan oleh Forum Diskusi Bus dan Kendaraan Elektrik (FUSE) dan membahas kesiapan Ibu Kota dalam merespon kebutuhan terhadap kendaraan listrik yang terus meningkat, terutama jika dilihat dari sisi lingkungan dan ekonomi.
Diskusi tersebut menghadirkan Direktur Utama Transjakarta Agung Wicaksono, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio, Pengamat Tata Kota Yayat Supriyatna, serta Direktur Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Syafrudin sebagai pembicara.