Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani mengakui ada pembicaraan dan penawaran dari orang-orang di sekitar istana untuk mengajak partainya bergabung dalam pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
"Pembicaraan itu memang ada dan tidak bisa kita pungkiri bahwa ada pemikiran di sekitar istana. Kami tidak serta merta menerima tawaran itu karena sekali lagi kami merasa 2019 Gerindra berseberangan dengan Jokowi," kata Muzani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.
Dia mengakui memang ada pembicaran antara orang yang minta Presiden berkomunikasi dengan Gerindra untuk membicarakan tentang kemungkinan bisa berkoalisi atau kemungkinan bisa masuk dalam pemerintahan.
Menurut dia, hingga saat ini Prabowo Subianto sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra belum ambil keputusan tentang apakah Gerindra mau berkoalisi atau berada di dalam oposisi.
"Prabowo merasa bahwa kami adalah kekuatan parpol yang justru berseberangan dengan Jokowi atau menjadi kompetitor di Pilpres 2019," ujarnya.
Muzani mengatakan Prabowo berpandangan kalau Gerindra gabung dalam koalisi, itu adalah panggilan tugas negara maka harus dimaknai untuk menyicil membayar hutang kampanye.
Dia mencontohkan saat kampanye, Prabowo berjanji ingin mewujudkan swasembada energi, listrik murah sehingga tidak menjadi beban bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Prabowo menawarkan konsep swasembada air dan sembako murah.
"Itu hal yang ditawarkan konsep kita kepada pemerintah dan konsep itu sudah disampaikan secara tertulis kepada Presiden dan kepada pihak-pihak terkait," katanya.
Muzani mengatakan kalau konsep tersebut dianggap tidak bertentangan dengan pemerintah atau malah diterima, maka pihaknya akan bicara portofolio serta orang yang kemungkinan bisa menjalankan konsep tersebut.
Dia mengatakan, Prabowo tidak "gede rumongso" sehingga masih menunggu proses sebagai sebuah cara mengelola negara apabila Gerindra ditawari masuk kabinet.
"Pembicaraan itu memang ada dan tidak bisa kita pungkiri bahwa ada pemikiran di sekitar istana. Kami tidak serta merta menerima tawaran itu karena sekali lagi kami merasa 2019 Gerindra berseberangan dengan Jokowi," kata Muzani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.
Dia mengakui memang ada pembicaran antara orang yang minta Presiden berkomunikasi dengan Gerindra untuk membicarakan tentang kemungkinan bisa berkoalisi atau kemungkinan bisa masuk dalam pemerintahan.
Menurut dia, hingga saat ini Prabowo Subianto sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra belum ambil keputusan tentang apakah Gerindra mau berkoalisi atau berada di dalam oposisi.
"Prabowo merasa bahwa kami adalah kekuatan parpol yang justru berseberangan dengan Jokowi atau menjadi kompetitor di Pilpres 2019," ujarnya.
Muzani mengatakan Prabowo berpandangan kalau Gerindra gabung dalam koalisi, itu adalah panggilan tugas negara maka harus dimaknai untuk menyicil membayar hutang kampanye.
Dia mencontohkan saat kampanye, Prabowo berjanji ingin mewujudkan swasembada energi, listrik murah sehingga tidak menjadi beban bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Prabowo menawarkan konsep swasembada air dan sembako murah.
"Itu hal yang ditawarkan konsep kita kepada pemerintah dan konsep itu sudah disampaikan secara tertulis kepada Presiden dan kepada pihak-pihak terkait," katanya.
Muzani mengatakan kalau konsep tersebut dianggap tidak bertentangan dengan pemerintah atau malah diterima, maka pihaknya akan bicara portofolio serta orang yang kemungkinan bisa menjalankan konsep tersebut.
Dia mengatakan, Prabowo tidak "gede rumongso" sehingga masih menunggu proses sebagai sebuah cara mengelola negara apabila Gerindra ditawari masuk kabinet.