Sampit (ANTARA) - Tradisi budaya 'Mandui Safar' atau Mandi Safar yang dilaksanakan di Sungai Mentaya Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah tetap semarak meski di tengah kekhawatiran serangan buaya.
"Saya melihat antusias masyarakat dari tahun ke tahun semakin meningkat. Seperti hari ini, jumlah warga yang menonton maupun ikut mandi, lebih banyak dibanding tahun lalu. Bahkan ada wisatawan dari luar daerah," kata Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi di Sampit, Rabu.
Mandui Safar merupakan tradisi budaya yang sudah ada sejak lama, namun kini dikemas menjadi suguhan pariwisata. Tradisi mandi bercebur ke sungai pada Rabu terakhir bulan Safar ini disimbolkan sebagai upaya membersihkan diri dari hal-hal negatif.
Acara diawali seremonial dihadiri pejabat daerah yang dilaksanakan di objek wisata ikon Jelawat yang berlokasi di pinggir Sungai Mentaya. Tokoh adat merajah daun sawang, kemudian para pejabat yang hadir mencuci muka dengan air yang diambil dari sejumlah sungai di Kalimantan Tengah.
Acara puncak adalah bersama-sama bercebur mandi ke Sungai Mentaya. Untuk memeriahkan acara, panitia juga menggelar berbagai perlombaan serta bazar kue tradisional serta pembuatan bubur.
Masyarakat antusias ikut mandi maupun menyaksikan tradisi budaya Mandui Safar di Sungai Mentaya, Rabu (23/10/2019). ANTARA/Norjani
"Ini tradisi budaya, bukan kaitan dengan agama. Ini kita kemas menarik untuk mendukung sektor pariwisata. Tahun depan akan kita gelar lebih meriah lagi," kata Supian.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalimantan Tengah Guntur Talajan sangat mengapresiasi event Mandui Safar. Dari beberapa kali dihadirinya, event tahunan ini semakin meriah dan mampu mendatangkan wisatawan.
"Makanya Mandui Safar ini segera kami usulkan agar masuk dalam kalender event pariwisata nasional. Harapannya, kegiatan ini kita gelar lebih meriah lagi sehingga makin banyak wisatawan yang datang, bahkan wisatawan asing," kata Guntur Talajan.
Masyarakat antusias ikut mandi maupun menyaksikan tradisi budaya Mandui Safar di Sungai Mentaya, Rabu (23/10/2019). ANTARA/Norjani
Sementara itu, upaya panitia mengerahkan banyak petugas dan pawang untuk mencegah munculnya buaya, dinilai cukup efektif. Sebelum puncak acara, petugas hilir mudik di sekitar lokasi agar jika ada buaya di kawasan itu maka satwa buas tersebut menjauh dari lokasi kegiatan.
"Kami sangat senang karena acara ini setiap tahun semakin meriah. Panitia juga menyiapkan banyak hadiah bagi warga yang ikut mandi," kata Iyan, salah satu warga.
"Saya melihat antusias masyarakat dari tahun ke tahun semakin meningkat. Seperti hari ini, jumlah warga yang menonton maupun ikut mandi, lebih banyak dibanding tahun lalu. Bahkan ada wisatawan dari luar daerah," kata Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi di Sampit, Rabu.
Mandui Safar merupakan tradisi budaya yang sudah ada sejak lama, namun kini dikemas menjadi suguhan pariwisata. Tradisi mandi bercebur ke sungai pada Rabu terakhir bulan Safar ini disimbolkan sebagai upaya membersihkan diri dari hal-hal negatif.
Acara diawali seremonial dihadiri pejabat daerah yang dilaksanakan di objek wisata ikon Jelawat yang berlokasi di pinggir Sungai Mentaya. Tokoh adat merajah daun sawang, kemudian para pejabat yang hadir mencuci muka dengan air yang diambil dari sejumlah sungai di Kalimantan Tengah.
Acara puncak adalah bersama-sama bercebur mandi ke Sungai Mentaya. Untuk memeriahkan acara, panitia juga menggelar berbagai perlombaan serta bazar kue tradisional serta pembuatan bubur.
"Ini tradisi budaya, bukan kaitan dengan agama. Ini kita kemas menarik untuk mendukung sektor pariwisata. Tahun depan akan kita gelar lebih meriah lagi," kata Supian.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalimantan Tengah Guntur Talajan sangat mengapresiasi event Mandui Safar. Dari beberapa kali dihadirinya, event tahunan ini semakin meriah dan mampu mendatangkan wisatawan.
"Makanya Mandui Safar ini segera kami usulkan agar masuk dalam kalender event pariwisata nasional. Harapannya, kegiatan ini kita gelar lebih meriah lagi sehingga makin banyak wisatawan yang datang, bahkan wisatawan asing," kata Guntur Talajan.
Sementara itu, upaya panitia mengerahkan banyak petugas dan pawang untuk mencegah munculnya buaya, dinilai cukup efektif. Sebelum puncak acara, petugas hilir mudik di sekitar lokasi agar jika ada buaya di kawasan itu maka satwa buas tersebut menjauh dari lokasi kegiatan.
"Kami sangat senang karena acara ini setiap tahun semakin meriah. Panitia juga menyiapkan banyak hadiah bagi warga yang ikut mandi," kata Iyan, salah satu warga.