Sampit (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah dinilai tidak tegas dalam pemberlakuan kewajiban penggunaan pakaian khas daerah setempat sehingga kini banyak diabaikan oleh pegawai setempat.
"Lihat saja, jarang ada pegawai yang menggunakan lawung, kecuali kalau ada acara tertentu. Batik yang dipakai pun seharusnya batik khas daerah ini, bukan batik daerah lain," kata Wakil Ketua DPRD Kotawaringin Timur Rudianur di Sampit, Senin.
Rudianur menilai penggunaan pakaian khas daerah merupakan hal penting. Selain sebagai bagian dari identitas daerah, pakaian khas daerah juga menjadi sebuah kebanggaan bagi masyarakat Suku Dayak Kalimantan Tengah, termasuk di Kotawaringin Timur.
Menurut Rudianur, Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur Nomor 6 tahun 2012 tentang Kelembagaan Adat Dayak Di Kabupaten Kotawaringin Timur yang ditetapkan dan diundangkan pada 28 Mei 2012, mengatur tentang banyak hal, termasuk adat istiadat.
Hal ini menjadi pijakan bagi pemerintah daerah untuk melakukan upaya-upaya pelestarian, diantaranya dengan menerapkannya di lingkungan pemerintah daerah sendiri. Pemberlakuan kewajiban menggunakan pakaian khas daerah, menjadi upaya yang seharusnya dijalankan dan diawasi secara konsisten.
Pakaian khas daerah yang disarankan untuk digunakan yaitu benang bintik khas Sampit, lengkap dengan ikat kepala. Pakaian ini bisa digunakan pada acara khusus maupun untuk kedinasan sehari-hari.
Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur pernah mengeluarkan surat edaran tentang kewajiban menggunakan pakaian khas daerah bagi pegawai setempat. Surat edaran itu menindaklanjuti surat edaran serupa yang lebih dulu dikeluarkan oleh Penjabat Gubernur Kalimantan Tengah pada 17 September 2015 lalu.
Dalam surat edaran Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur, seluruh pegawai setempat diwajibkan menggunakan pakaian khas daerah yakni berupa benang bintik atau batik khas Sampit. Pakaian juga dilengkapi dengan ikat kepala yakni bagi pria wajib menggunakan lawung dan wanita menggunakan sumping.
Baca juga: Legislator: Kualitas putra daerah Kotim tidak kalah bersaing
Baca juga: DPRD Kotim dukung bongkar muat barang dipindah ke Pelabuhan Bagendang
Rudianur yang juga pengurus Lembaga Musyawarah Masyarakat Dayak dan Daerah Kalimantan Tengah (LMMDD-KT) Kotawaringin Timur mengaku menyayangkan pengawasan terhadap kewajiban penggunaan pakaian khas daerah bagi pegawai pemerintah daerah, kini semakin lemah. Padahal aturan itu tidak memberatkan, justru seharusnya menjadi sebuah kebanggaan.
Politik Partai Golkar berharap masalah ini menjadi perhatian pemerintah kabupaten untuk dilakukan perbaikan. Pakaian khas daerah menjadi salah satu sarana untuk meningkatkan kecintaan terhadap daerah sendiri sehingga selalu termotivasi untuk berkontribusi terhadap pembangunan daerah.
"Kalau bukan kita yang getol mempertahankan adat istiadat serta kebudayaan daerah kita, lalu siapa lagi? Pemerintah kabupaten harus peduli dengan masalah seperti ini. Kami berharap ini menjadi perhatian," demikian Rudianur.
Baca juga: DPRD Kotim dukung LMMDD-KT tingkatkan peran membantu masyarakat
Baca juga: Kotim ingin jadi lumbung pembalap berprestasi
"Lihat saja, jarang ada pegawai yang menggunakan lawung, kecuali kalau ada acara tertentu. Batik yang dipakai pun seharusnya batik khas daerah ini, bukan batik daerah lain," kata Wakil Ketua DPRD Kotawaringin Timur Rudianur di Sampit, Senin.
Rudianur menilai penggunaan pakaian khas daerah merupakan hal penting. Selain sebagai bagian dari identitas daerah, pakaian khas daerah juga menjadi sebuah kebanggaan bagi masyarakat Suku Dayak Kalimantan Tengah, termasuk di Kotawaringin Timur.
Menurut Rudianur, Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur Nomor 6 tahun 2012 tentang Kelembagaan Adat Dayak Di Kabupaten Kotawaringin Timur yang ditetapkan dan diundangkan pada 28 Mei 2012, mengatur tentang banyak hal, termasuk adat istiadat.
Hal ini menjadi pijakan bagi pemerintah daerah untuk melakukan upaya-upaya pelestarian, diantaranya dengan menerapkannya di lingkungan pemerintah daerah sendiri. Pemberlakuan kewajiban menggunakan pakaian khas daerah, menjadi upaya yang seharusnya dijalankan dan diawasi secara konsisten.
Pakaian khas daerah yang disarankan untuk digunakan yaitu benang bintik khas Sampit, lengkap dengan ikat kepala. Pakaian ini bisa digunakan pada acara khusus maupun untuk kedinasan sehari-hari.
Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur pernah mengeluarkan surat edaran tentang kewajiban menggunakan pakaian khas daerah bagi pegawai setempat. Surat edaran itu menindaklanjuti surat edaran serupa yang lebih dulu dikeluarkan oleh Penjabat Gubernur Kalimantan Tengah pada 17 September 2015 lalu.
Dalam surat edaran Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur, seluruh pegawai setempat diwajibkan menggunakan pakaian khas daerah yakni berupa benang bintik atau batik khas Sampit. Pakaian juga dilengkapi dengan ikat kepala yakni bagi pria wajib menggunakan lawung dan wanita menggunakan sumping.
Baca juga: Legislator: Kualitas putra daerah Kotim tidak kalah bersaing
Baca juga: DPRD Kotim dukung bongkar muat barang dipindah ke Pelabuhan Bagendang
Rudianur yang juga pengurus Lembaga Musyawarah Masyarakat Dayak dan Daerah Kalimantan Tengah (LMMDD-KT) Kotawaringin Timur mengaku menyayangkan pengawasan terhadap kewajiban penggunaan pakaian khas daerah bagi pegawai pemerintah daerah, kini semakin lemah. Padahal aturan itu tidak memberatkan, justru seharusnya menjadi sebuah kebanggaan.
Politik Partai Golkar berharap masalah ini menjadi perhatian pemerintah kabupaten untuk dilakukan perbaikan. Pakaian khas daerah menjadi salah satu sarana untuk meningkatkan kecintaan terhadap daerah sendiri sehingga selalu termotivasi untuk berkontribusi terhadap pembangunan daerah.
"Kalau bukan kita yang getol mempertahankan adat istiadat serta kebudayaan daerah kita, lalu siapa lagi? Pemerintah kabupaten harus peduli dengan masalah seperti ini. Kami berharap ini menjadi perhatian," demikian Rudianur.
Baca juga: DPRD Kotim dukung LMMDD-KT tingkatkan peran membantu masyarakat
Baca juga: Kotim ingin jadi lumbung pembalap berprestasi