Sampit (ANTARA) - Sistem zonasi sekolah dalam penerimaan peserta didik baru yang diberlakukan pemerintah, dinilai menghambat hak warga mendapatkan pendidikan berkualitas, khususnya bagi warga yang tinggal di pelosok.

"Dengan sistem zonasi ini, saudara kita dari kawasan pelosok atau pedalaman yang kebetulan mampu secara ekonomi, makin sulit menyekolahkan anak mereka ke sekolah-sekolah di kota. Padahal ini hak mereka yang justru harus didukung karena ingin mendapatkan pendidikan yang lebih baik dibanding sekolah di kampung mereka," kata anggota Komisi I DPRD Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah Rimbun di Sampit, Rabu.

Pemerintah beralasan sistem zonasi merupakan sistem pengaturan proses penerimaan siswa baru sesuai dengan wilayah tempat tinggal. Sistem ini diatur dalam Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 dengan tujuan agar tidak ada sekolah yang dianggap sebagai sekolah favorit dan non-favorit oleh masyarakat.

Rimbun ini menilai penerapan sistem zonasi seharusnya tidak dipaksakan karena kondisi fasilitas, tenaga pengajar dan kualitas pendidikan di setiap daerah tidak sama. Sistem zonasi ini bagus diterapkan jika memang kualitas tiap sekolah sudah merata, seperti di kota-kota besar.

Kondisi berbeda terjadi di daerah karena fasilitas pendidikan masih terbatas dan tenaga pengajar juga masih kurang. Dengan fakta itu, sistem zonasi akhirnya tidak menguntungkan bagi siswa yang kondisi sekolah di zona tempat tinggalnya ternyata masih terbatas dan memprihatinkan, padahal setiap warga berhak mendapatkan pendidikan terbaik.

Politisi PDIP mengatakan, setiap orangtua tentu ingin menyekolahkan anak mereka di sekolah yang bermutu. Namun kini pintu itu nyaris tertutup setelah diberlakukan sistem zonasi.

Hasil reses, kata Rimbun, sistem zonasi penerimaan peserta didik baru tidak hanya dikeluhkan warga di wilayah perkotaan, tetapi juga hingga di pelosok. Seperti saat berkunjung ke Kecamatan Telawang, banyak warga yang mengeluhkan sistem zonasi tersebut.

Baca juga: Legislator Kotim dorong optimalisasi aset olahraga tingkatkan PAD

Banyak warga yang berusaha semampu mereka menyekolahkan anak ke sekolah di kota karena prihatin dengan kondisi sekolah di desa atau kecamatan. Selain fasilitas pendidikan yang minim, jumlah guru juga kurang sehingga jelas akan berpengaruh terhadap proses belajar mengajar serta kualitas yang dihasilkan.

"Hampir semua sekolah di pedalaman kekurangan tenaga pendidik dan fasilitas. Jangan membuat kecemburuan sosial karena fasilitas sekolah di kota lengkap dan guru menumpuk tapi di pedalaman memprihatinkan. Guru honor di pedalaman bahkan tiga bulan sekali, baru mendapatkan gaji," kata Rimbun.

Rimbun meminta pemerintah daerah fokus pada upaya melengkapi fasilitas pendidikan dan tenaga guru. Jika sudah terjadi pemerataan, baru sistem zonasi ideal diberlakukan di Kotawaringin Timur.

Baca juga: Polemik pembangunan sarana Sampit Expo pengaruhi suasana internal DPRD


Pewarta : Norjani
Uploader : Admin 2
Copyright © ANTARA 2024