Palangka Raya (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah akhirnya menetapkan dua orang tersangka terkait kasus sumur bor yang diduga menelan kerugian negara sebesar Rp933 juta dari Rp84 miliar dana yang dianggarkan dalam mega proyek tersebut.
"Dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka itu yakni Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Lingkungan Hidup Kalteng berinisial A dan seorang konsultan pengawas berinisial MS. Kini keduanya sudah ditahan di Rutan Klas IIA Palangka Raya," kata Kepala Kejaksaan Negeri Kota Palangka Raya Zet Tadung Allo, Rabu.
Zet mengatakan, keduanya ditahan di rutan selama 20 hari kedepan, guna melakukan pemeriksaan secara intensif. Mereka juga dikenakan Pasal 2 atau 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi dengan ancaman kurungan penjara 20 tahun.
Ia juga menambahkan, dalam perkara tersebut ada 3.200 sumur bor pada beberapa wilayah yang pelaksanaannya dikerjakan oleh pihak ketiga. Pihak ketiga tersebut yang pertama adalah Universitas Palangka Raya 700 titik, Universitas Muhammadiyah sebanyak 900 titik, DLH 900 titik dan PT Kalangkap 700 titik. Dari jumlah tersebut pembayarannya ada yang dilakukan secara kontrak dan ada juga yang dilaksanakan secara swakelola.
"Dari empat rekanan yang menerima proyek tersebut menghabiskan dana hingga Rp21 miliar. Sedangkan tersangka berinisial A hanya melakukan pengawasan pada 900 titik sumur bor beserta alat kelengkapan lainnya," jelasnya.
Baca juga: BRG serahkan proses dugaan korupsi sumur bor di Kalteng kepada penegak hukum
Baca juga: Penetapan tersangka dugaan korupsi sumur bor di Kalteng tarik ulur
Baca juga: Kejari periksa kades terkait dugaan korupsi pembasahan lahan gambut
Kemudian MS selaku konsultan dalam proyek itu diduga kuat tidak melakukan pengawasan secara rinci sesuai dengan peraturan kontrak dalam proyek, sehingga ia melakukan laporan fiktif terhadap kegiatan tersebut.
Juga tidak memiliki ahli namun meminjam sertifikat ahli dalam penanganan proyek itu hanya untuk kelengkapan, kemudian perusahaan yang digunakan juga bukan perusahaan miliknya, melainkan meminjam milik orang lain.
"Dalam perkara ini ahli dalam bidang tersebut tidak bekerja bahkan menyampaikan laporan fiktif dan tidak melakukan pengawasan. Tetapi dalam laporannya seolah-olah melakukan pengawasan," ungkapnya.
Padahal dalam setiap pembangunan proyek itu ada unsur-unsur pengawasan penting dipedomani, sehingga kemungkinan besar penyebab sumur bor tersebut tidak berfungsi diduga karena tidak dibangun dengan cara standar.
"Sementara ini dalam perkara korupsi sumur bor ini ada dua orang, tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka dan kerugian negaranya bertambah. Maka dari itu kami masih melakukan penyelidikan lebih lanjut dan mengumpulkan bukti-bukti lainnya," terangnya.
"Dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka itu yakni Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Lingkungan Hidup Kalteng berinisial A dan seorang konsultan pengawas berinisial MS. Kini keduanya sudah ditahan di Rutan Klas IIA Palangka Raya," kata Kepala Kejaksaan Negeri Kota Palangka Raya Zet Tadung Allo, Rabu.
Zet mengatakan, keduanya ditahan di rutan selama 20 hari kedepan, guna melakukan pemeriksaan secara intensif. Mereka juga dikenakan Pasal 2 atau 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi dengan ancaman kurungan penjara 20 tahun.
Ia juga menambahkan, dalam perkara tersebut ada 3.200 sumur bor pada beberapa wilayah yang pelaksanaannya dikerjakan oleh pihak ketiga. Pihak ketiga tersebut yang pertama adalah Universitas Palangka Raya 700 titik, Universitas Muhammadiyah sebanyak 900 titik, DLH 900 titik dan PT Kalangkap 700 titik. Dari jumlah tersebut pembayarannya ada yang dilakukan secara kontrak dan ada juga yang dilaksanakan secara swakelola.
"Dari empat rekanan yang menerima proyek tersebut menghabiskan dana hingga Rp21 miliar. Sedangkan tersangka berinisial A hanya melakukan pengawasan pada 900 titik sumur bor beserta alat kelengkapan lainnya," jelasnya.
Baca juga: BRG serahkan proses dugaan korupsi sumur bor di Kalteng kepada penegak hukum
Baca juga: Penetapan tersangka dugaan korupsi sumur bor di Kalteng tarik ulur
Baca juga: Kejari periksa kades terkait dugaan korupsi pembasahan lahan gambut
Kemudian MS selaku konsultan dalam proyek itu diduga kuat tidak melakukan pengawasan secara rinci sesuai dengan peraturan kontrak dalam proyek, sehingga ia melakukan laporan fiktif terhadap kegiatan tersebut.
Juga tidak memiliki ahli namun meminjam sertifikat ahli dalam penanganan proyek itu hanya untuk kelengkapan, kemudian perusahaan yang digunakan juga bukan perusahaan miliknya, melainkan meminjam milik orang lain.
"Dalam perkara ini ahli dalam bidang tersebut tidak bekerja bahkan menyampaikan laporan fiktif dan tidak melakukan pengawasan. Tetapi dalam laporannya seolah-olah melakukan pengawasan," ungkapnya.
Padahal dalam setiap pembangunan proyek itu ada unsur-unsur pengawasan penting dipedomani, sehingga kemungkinan besar penyebab sumur bor tersebut tidak berfungsi diduga karena tidak dibangun dengan cara standar.
"Sementara ini dalam perkara korupsi sumur bor ini ada dua orang, tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka dan kerugian negaranya bertambah. Maka dari itu kami masih melakukan penyelidikan lebih lanjut dan mengumpulkan bukti-bukti lainnya," terangnya.