Sampit (ANTARA) - Pandemi COVID-19 yang kini merambah hingga ke Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah tidak hanya mengancam nyawa, tetapi juga memukul ekonomi masyarakat sehingga banyak pengusaha yang terpuruk.
"Mulai banyak yang mengajukan penundaan pembayaran pajak daerah. Seingat saya sedikitnya sudah ada lima pihak yang mengajukan, mulai dari hotel berbintang, mal, rumah makan atau restoran dan parkir," kata Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah Kotawaringin Timur, Marjuki di Sampit, Senin.
Marjuki mengakui pandemi COVID-19 menimbulkan dampak sangat luas, termasuk terhadap perekonomian daerah. Bahkan tidak sedikit pengusaha yang terpaksa merumahkan atau memberhentikan karyawan mereka karena tidak ada pemasukan, sementara biaya operasional tetap berjalan.
Terkait masalah ini, dapat memakluminya. Saat ini surat permohonan penundaan pembayaran pajak daerah tersebut dalam telaahan pihaknya.
Marjuki meminta pemohon penundaan pembayaran pajak untuk tagihan Maret itu menyerahkan data hitungan pajak daerah yang seharusnya dibayar pada Maret. Sedangkan pada bulan berikutnya yaitu tiga bulan selama pandemi COVID-19 ini akan diberi keringanan untuk tidak ditagih.
Dia mengingatkan pengusaha jujur terkait laporan penghitungan pajak daerah. Selama ini pemerintah sudah memberi kelonggaran dengan mempersilakan pengusaha menghitung sendiri pendapatan mereka serta nilai pajak yang akan dibayarkan.
Baca juga: BPJAMSOSTEK tetap berikan pelayanan optimal di tengah pandemi COVID-19
Jika selama musim pandemi COVID-19 ini ternyata transaksi anjlok atau malah tempat usahanya sama sekali tidak beroperasi, maka tidak ada pajak daerah yang harus dibayar karena pajak daerah dihitung dari persentase nilai transaksi.
"Kami meminta datanya dulu selama Maret lalu, berapa pendapatan mereka dan berapa pajak daerah yang seharusnya disetor. Usulan penundaan pembayaran pajak daerah itu kemungkinan besar, tapi kami minta datanya dulu, berapa nilai transaksi pada Maret lalu," kata Marjuki.
Menurut Marjuki, lesunya ekonomi imbas pandemi COVID-19 ini menjadi tantangan bagi pelaku usaha untuk tetap bertahan. Beberapa perusahaan yang selama ini kurang kooperatif, kini justru datang sendiri untuk mengajukan usulan penundaan pembayaran pajak daerah.
Marjuki berharap kondisi ini segera berlalu. Meski begitu, pemerintah daerah terus berupaya mengantisipasi dampak yang mungkin muncul akibat pandemi virus mematikan ini.
Baca juga: KNPI Kotim bentuk tim relawan pendamping Prakerja
Baca juga: Perusahaan sawit di Kotim diingatkan patuhi imbauan bantu ketahanan pangan
Baca juga: Pasien positif COVID-19 bertambah empat orang, Kotim pertimbangkan PSBB
"Mulai banyak yang mengajukan penundaan pembayaran pajak daerah. Seingat saya sedikitnya sudah ada lima pihak yang mengajukan, mulai dari hotel berbintang, mal, rumah makan atau restoran dan parkir," kata Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah Kotawaringin Timur, Marjuki di Sampit, Senin.
Marjuki mengakui pandemi COVID-19 menimbulkan dampak sangat luas, termasuk terhadap perekonomian daerah. Bahkan tidak sedikit pengusaha yang terpaksa merumahkan atau memberhentikan karyawan mereka karena tidak ada pemasukan, sementara biaya operasional tetap berjalan.
Terkait masalah ini, dapat memakluminya. Saat ini surat permohonan penundaan pembayaran pajak daerah tersebut dalam telaahan pihaknya.
Marjuki meminta pemohon penundaan pembayaran pajak untuk tagihan Maret itu menyerahkan data hitungan pajak daerah yang seharusnya dibayar pada Maret. Sedangkan pada bulan berikutnya yaitu tiga bulan selama pandemi COVID-19 ini akan diberi keringanan untuk tidak ditagih.
Dia mengingatkan pengusaha jujur terkait laporan penghitungan pajak daerah. Selama ini pemerintah sudah memberi kelonggaran dengan mempersilakan pengusaha menghitung sendiri pendapatan mereka serta nilai pajak yang akan dibayarkan.
Baca juga: BPJAMSOSTEK tetap berikan pelayanan optimal di tengah pandemi COVID-19
Jika selama musim pandemi COVID-19 ini ternyata transaksi anjlok atau malah tempat usahanya sama sekali tidak beroperasi, maka tidak ada pajak daerah yang harus dibayar karena pajak daerah dihitung dari persentase nilai transaksi.
"Kami meminta datanya dulu selama Maret lalu, berapa pendapatan mereka dan berapa pajak daerah yang seharusnya disetor. Usulan penundaan pembayaran pajak daerah itu kemungkinan besar, tapi kami minta datanya dulu, berapa nilai transaksi pada Maret lalu," kata Marjuki.
Menurut Marjuki, lesunya ekonomi imbas pandemi COVID-19 ini menjadi tantangan bagi pelaku usaha untuk tetap bertahan. Beberapa perusahaan yang selama ini kurang kooperatif, kini justru datang sendiri untuk mengajukan usulan penundaan pembayaran pajak daerah.
Marjuki berharap kondisi ini segera berlalu. Meski begitu, pemerintah daerah terus berupaya mengantisipasi dampak yang mungkin muncul akibat pandemi virus mematikan ini.
Baca juga: KNPI Kotim bentuk tim relawan pendamping Prakerja
Baca juga: Perusahaan sawit di Kotim diingatkan patuhi imbauan bantu ketahanan pangan
Baca juga: Pasien positif COVID-19 bertambah empat orang, Kotim pertimbangkan PSBB