Jakarta (ANTARA) - Iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan resmi batal naik per 1 April 2020 sebagaimana hasil putusan Mahkamah Agung Nomor 7/P/HUM/2020 yang membatalkan kenaikan iuran JKN bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja.
"Pemerintah hormati keputusan MA. Prinsipnya, Pemerintah ingin agar keberlangsungan JKN terjamin dan layanan kesehatan pada masyarakat dapat diberikan sebagai bentuk negara hadir," kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.
Iuran BPJS Kesehatan segmen PBPU dan Bukan Pekerja yang sejak Januari naik menjadi Rp42.000 untuk kelas III kembali menjadi Rp25.500, kelas II dari Rp110.000 menjadi Rp51.000, dan kelas I dari Rp160.000 menjadi Rp80.000.
Jumlah iuran tersebut sesuai Peraturan Presiden Nomor 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan. Sedangkan kelebihan iuran yang telah dibayarkan pada bulan April 2020 akan diperhitungkan pada pembayaran iuran bulan selanjutnya.
Bagi peserta JKN yang telah membayar iuran sebesar Rp42 ribu untuk kelas III, Rp110 ribu untuk kelas II, dan Rp160 ribu untuk kelas I sejak 1 April 2020, kelebihan pembayaran tersebut akan dialihkan untuk pembayaran iuran bulan berikutnya. Ketentuan tersebut hanya berlaku bagi peserta yang membayar iuran sejak 1 April dikarenakan pemerintah efektif melaksanakan putusan MA sejak putusan tersebut diberikan secara resmi kepada pemerintah.
Putusan MA No. 7P/HUM/2020 diterima Pemerintah secara resmi pada tanggal 31 Maret 2020 berdasarkan surat dari Panitera Muda Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Nomor: 24/P.PTS/III/2020/7P/HUM/2020 tanggal 31 Maret 2020 perihal Pengiriman Putusan Perkara Hak Uji Materiil Reg. No. 7P/HUM/2020.
Sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung No. 01/2011 tentang Hak Uji Materiil, Pemerintah mempunyai waktu paling lambat 90 hari untuk melaksanakan Putusan MA tersebut atau sampai dengan 29 Juni 2020.
Pemerintah saat ini sedang membahas langkah-langkah strategis yang akan dilakukan untuk menyikapi putusan tersebut, dan terus berupaya agar pelayanan terhadap peserta BPJS berjalan baik serta tetap menjaga layanan demi mempertahankan kesinambungan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Langkah strategis itu sedang dalam pembahasan rencana penerbitan Peraturan Presiden yang substansinya antara lain mengatur keseimbangan dan keadilan besaran iuran antar segmen peserta, dampak terhadap kesinambungan program dan pola pendanaan JKN, konstruksi ekosistem jaminan kesehatan yang sehat, termasuk peran pemerintah pusat dan daerah.
Rancangan Peraturan Presiden tersebut telah melalui proses harmonisasi dan selanjutnya akan berproses paraf para menteri dan diajukan penandatanganan kepada Presiden.
"Pemerintah hormati keputusan MA. Prinsipnya, Pemerintah ingin agar keberlangsungan JKN terjamin dan layanan kesehatan pada masyarakat dapat diberikan sebagai bentuk negara hadir," kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.
Iuran BPJS Kesehatan segmen PBPU dan Bukan Pekerja yang sejak Januari naik menjadi Rp42.000 untuk kelas III kembali menjadi Rp25.500, kelas II dari Rp110.000 menjadi Rp51.000, dan kelas I dari Rp160.000 menjadi Rp80.000.
Jumlah iuran tersebut sesuai Peraturan Presiden Nomor 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan. Sedangkan kelebihan iuran yang telah dibayarkan pada bulan April 2020 akan diperhitungkan pada pembayaran iuran bulan selanjutnya.
Bagi peserta JKN yang telah membayar iuran sebesar Rp42 ribu untuk kelas III, Rp110 ribu untuk kelas II, dan Rp160 ribu untuk kelas I sejak 1 April 2020, kelebihan pembayaran tersebut akan dialihkan untuk pembayaran iuran bulan berikutnya. Ketentuan tersebut hanya berlaku bagi peserta yang membayar iuran sejak 1 April dikarenakan pemerintah efektif melaksanakan putusan MA sejak putusan tersebut diberikan secara resmi kepada pemerintah.
Putusan MA No. 7P/HUM/2020 diterima Pemerintah secara resmi pada tanggal 31 Maret 2020 berdasarkan surat dari Panitera Muda Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Nomor: 24/P.PTS/III/2020/7P/HUM/2020 tanggal 31 Maret 2020 perihal Pengiriman Putusan Perkara Hak Uji Materiil Reg. No. 7P/HUM/2020.
Sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung No. 01/2011 tentang Hak Uji Materiil, Pemerintah mempunyai waktu paling lambat 90 hari untuk melaksanakan Putusan MA tersebut atau sampai dengan 29 Juni 2020.
Pemerintah saat ini sedang membahas langkah-langkah strategis yang akan dilakukan untuk menyikapi putusan tersebut, dan terus berupaya agar pelayanan terhadap peserta BPJS berjalan baik serta tetap menjaga layanan demi mempertahankan kesinambungan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Langkah strategis itu sedang dalam pembahasan rencana penerbitan Peraturan Presiden yang substansinya antara lain mengatur keseimbangan dan keadilan besaran iuran antar segmen peserta, dampak terhadap kesinambungan program dan pola pendanaan JKN, konstruksi ekosistem jaminan kesehatan yang sehat, termasuk peran pemerintah pusat dan daerah.
Rancangan Peraturan Presiden tersebut telah melalui proses harmonisasi dan selanjutnya akan berproses paraf para menteri dan diajukan penandatanganan kepada Presiden.