Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bea meterai, yang sebelumnya Rp3 ribu dan Rp6 ribu kini diubah menjadi satu tarif yaitu Rp10 ribu mulai 1 Januari 2021.
Hal itu seiring dengan pembahasan RUU tentang Bea Meterai oleh Panja DPR RI yang dilakukan selama dua hari yaitu pada 31 Agustus dan 1 September 2020 telah selesai sehingga siap untuk dibawa ke rapat paripurna DPR RI.
"UU ini akan berlaku mulai 1 Januari 2021, jadi tidak berlaku secara langsung pada saat diundangkan," katanya dalam raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Omset pemalsu materai capai ratusan juta
Sri Mulyani menyatakan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) termasuk dokumen yang nilainya di bawah atau sama dengan Rp5 juta tidak perlu menggunakan meterai.
"Ini adalah salah satu bentuk pemihakan. Ini kenaikan dari yang tadinya dokumen di atas Rp1 juta harus berbiaya meterai," ujarnya.
Ia melanjutkan RUU Bea Meterai yang berisi 32 pasal tersebut juga berisi mengenai penyetaraan pengenaan pajak atas dokumen baik dalam bentuk kertas maupun digital.
"Ini sesuai dengan perubahan zaman sehingga kita berharap dengan adanya UU ini kita bisa memberikan kesamaan perlakuan untuk dokumen kertas dan nonkertas," katanya.
Kemudian, UU yang sudah 34 tahun belum pernah direvisi ini turut memberikan kepastian hukum bagi dokumen elektronik untuk menggunakan meterai elektronik sesuai dengan perkembangan teknologi.
Baca juga: 4 faktor dukung pertumbuhan ekonomi 2021, kata Sri Mulyani
"Untuk saat terutang dan subjek bea meterai secara terperinci per jenis dokumen dan penyempurnaan administrasi pemungutan bea meterai ini juga diharapkan memberikan kepastian hukum," jelasnya.
Selanjutnya, RUU Bea Meterai ini mengatur mengenai pembebasan bea meterai terhadap penanganan bencana alam serta kegiatan bersifat keagamaan dan sosial dalam rangka mendorong program pemerintah dalam melakukan perjanjian internasional.
Tak hanya itu, penyempurnaan sanksi administratif dan ketidakpatuhan pemenuhan pembayaran bea meterai juga diatur dalam RUU ini.
Baca juga: Pemulihan ekonomi bergantung pada ketersediaan vaksin, kata Sri Mulyani
Sanksi pidana pun tak luput disempurnakan dalam RUU Bea Meterai untuk meminimalkan sekaligus mencegah tindak pidana di bidang perpajakan.
"Juga dilakukan penyempurnaan termasuk mengenai pengedaran, penjualan, pemakaian meterai palsu serta bekas pakai," katanya.
Ia mengatakan berbagai kebijakan dalam RUU Bea Meterai yang sebentar lagi menjadi UU ini mulai diberlakukan pada awal Januari 2021 agar pemerintah dapat menyiapkan seluruh peraturan perundang-undangan di bawahnya.
"Kita berharap ini bisa memberikan manfaat bagi masyarakat dan memperbaiki policy serta instrumen pemerintah," ujarnya.
Baca juga: Pemberian pulsa gratis Rp200 ribu untuk PNS
Baca juga: Sri Mulyani sampaikan berbagai usulan baru pemanfaatan biaya COVID-19
Baca juga: Pekerja bergaji di bawah Rp5 juta akan dapat bansos, kata Menkeu
Hal itu seiring dengan pembahasan RUU tentang Bea Meterai oleh Panja DPR RI yang dilakukan selama dua hari yaitu pada 31 Agustus dan 1 September 2020 telah selesai sehingga siap untuk dibawa ke rapat paripurna DPR RI.
"UU ini akan berlaku mulai 1 Januari 2021, jadi tidak berlaku secara langsung pada saat diundangkan," katanya dalam raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Omset pemalsu materai capai ratusan juta
Sri Mulyani menyatakan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) termasuk dokumen yang nilainya di bawah atau sama dengan Rp5 juta tidak perlu menggunakan meterai.
"Ini adalah salah satu bentuk pemihakan. Ini kenaikan dari yang tadinya dokumen di atas Rp1 juta harus berbiaya meterai," ujarnya.
Ia melanjutkan RUU Bea Meterai yang berisi 32 pasal tersebut juga berisi mengenai penyetaraan pengenaan pajak atas dokumen baik dalam bentuk kertas maupun digital.
"Ini sesuai dengan perubahan zaman sehingga kita berharap dengan adanya UU ini kita bisa memberikan kesamaan perlakuan untuk dokumen kertas dan nonkertas," katanya.
Kemudian, UU yang sudah 34 tahun belum pernah direvisi ini turut memberikan kepastian hukum bagi dokumen elektronik untuk menggunakan meterai elektronik sesuai dengan perkembangan teknologi.
Baca juga: 4 faktor dukung pertumbuhan ekonomi 2021, kata Sri Mulyani
"Untuk saat terutang dan subjek bea meterai secara terperinci per jenis dokumen dan penyempurnaan administrasi pemungutan bea meterai ini juga diharapkan memberikan kepastian hukum," jelasnya.
Selanjutnya, RUU Bea Meterai ini mengatur mengenai pembebasan bea meterai terhadap penanganan bencana alam serta kegiatan bersifat keagamaan dan sosial dalam rangka mendorong program pemerintah dalam melakukan perjanjian internasional.
Tak hanya itu, penyempurnaan sanksi administratif dan ketidakpatuhan pemenuhan pembayaran bea meterai juga diatur dalam RUU ini.
Baca juga: Pemulihan ekonomi bergantung pada ketersediaan vaksin, kata Sri Mulyani
Sanksi pidana pun tak luput disempurnakan dalam RUU Bea Meterai untuk meminimalkan sekaligus mencegah tindak pidana di bidang perpajakan.
"Juga dilakukan penyempurnaan termasuk mengenai pengedaran, penjualan, pemakaian meterai palsu serta bekas pakai," katanya.
Ia mengatakan berbagai kebijakan dalam RUU Bea Meterai yang sebentar lagi menjadi UU ini mulai diberlakukan pada awal Januari 2021 agar pemerintah dapat menyiapkan seluruh peraturan perundang-undangan di bawahnya.
"Kita berharap ini bisa memberikan manfaat bagi masyarakat dan memperbaiki policy serta instrumen pemerintah," ujarnya.
Baca juga: Pemberian pulsa gratis Rp200 ribu untuk PNS
Baca juga: Sri Mulyani sampaikan berbagai usulan baru pemanfaatan biaya COVID-19
Baca juga: Pekerja bergaji di bawah Rp5 juta akan dapat bansos, kata Menkeu