Jakarta (ANTARA) - Kementerian Agama (Kemenag) RI menyiapkan regulasi umrah di masa pandemi COVID-19 setelah Arab Saudi mengumumkan akan kembali membuka penyelenggaraan umrah secara bertahap.
"Komunikasi dan koordinasi terus dibangun melalui perwakilan pemerintah RI di Arab Saudi dengan pemerintah Kerajaan Arab Saudi," kata Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus M Arfi Hatim melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Regulasi tersebut dibutuhkan karena hingga kini pandemi COVID-19 belum diketahui kapan akan berakhir. Selain itu, negara juga harus hadir dalam rangka memberikan pelayanan, pembinaan dan pelindungan kepada jamaah umrah.
"Regulasi ini menitikberatkan pada aspek kesehatan dan keselamatan jamaah," katanya.
Beberapa yang sedang dibahas antara lain terkait penerapan protokol kesehatan, batasan usia dan ketentuan tentang penyakit bawaan atau penyerta.
Baca juga: Ibadah umrah kembali dibuka mulai 4 Oktober
Termasuk juga aturan skema transportasi dan aspek pelayanan lainnya yang diberikan oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
Pembahasan regulasi tersebut melibatkan lintas kementerian dan lembaga terkait terutama Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Luar Negeri, Satgas Penanganan COVID-19 dan asosiasi PPIU.
Arfi menegaskan pembahasan regulasi juga akan memerhatikan kebijakan yang diterbitkan Arab Saudi dalam penyelenggaraan umrah di masa pandemi. Sebab, layanan umrah lebih banyak diberikan saat jemaah di Arab Saudi.
Misalnya, apakah Arab Saudi akan menerapkan karantina atau tidak, mekanismenya seperti apa dan bagaimana ketentuan yang terkait dengan tes bebas COVID-19.
"Kita juga masih mengkaji dan mempertimbangkan segala risikonya. Kita tidak ingin ada kluster umrah sekembalinya mereka melaksanakan umrah dan negara harus hadir," kata dia.
Ia menambahkan jika Indonesia diizinkan memberangkatkan jemaah, maka akan diprioritaskan mereka yang tertunda keberangkatannya sejak 27 Februari 2020.
"Komunikasi dan koordinasi terus dibangun melalui perwakilan pemerintah RI di Arab Saudi dengan pemerintah Kerajaan Arab Saudi," kata Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus M Arfi Hatim melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Regulasi tersebut dibutuhkan karena hingga kini pandemi COVID-19 belum diketahui kapan akan berakhir. Selain itu, negara juga harus hadir dalam rangka memberikan pelayanan, pembinaan dan pelindungan kepada jamaah umrah.
"Regulasi ini menitikberatkan pada aspek kesehatan dan keselamatan jamaah," katanya.
Beberapa yang sedang dibahas antara lain terkait penerapan protokol kesehatan, batasan usia dan ketentuan tentang penyakit bawaan atau penyerta.
Baca juga: Ibadah umrah kembali dibuka mulai 4 Oktober
Termasuk juga aturan skema transportasi dan aspek pelayanan lainnya yang diberikan oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
Pembahasan regulasi tersebut melibatkan lintas kementerian dan lembaga terkait terutama Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Luar Negeri, Satgas Penanganan COVID-19 dan asosiasi PPIU.
Arfi menegaskan pembahasan regulasi juga akan memerhatikan kebijakan yang diterbitkan Arab Saudi dalam penyelenggaraan umrah di masa pandemi. Sebab, layanan umrah lebih banyak diberikan saat jemaah di Arab Saudi.
Misalnya, apakah Arab Saudi akan menerapkan karantina atau tidak, mekanismenya seperti apa dan bagaimana ketentuan yang terkait dengan tes bebas COVID-19.
"Kita juga masih mengkaji dan mempertimbangkan segala risikonya. Kita tidak ingin ada kluster umrah sekembalinya mereka melaksanakan umrah dan negara harus hadir," kata dia.
Ia menambahkan jika Indonesia diizinkan memberangkatkan jemaah, maka akan diprioritaskan mereka yang tertunda keberangkatannya sejak 27 Februari 2020.