Sampit (ANTARA) - Misteri terbunuhnya seorang perempuan di Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, bernama Nur Fitri (24) pada 14 Oktober 2017 lalu, akhirnya terungkap setelah peristiwa itu berlalu genap tiga tahun.

"Tersangka pembunuhnya adalah AC yang merupakan suami siri korban. Dia kami tahan sejak 9 Oktober lalu dan telah dijadikan tersangka karena kami memiliki bukti bahwa kuat dugaan dialah pelakunya," kata Kapolres AKBP Abdoel Harris Jakin di Sampit, Rabu.

Mayat Fitri ditemukan di Jalan Pramuka sekitar pukul 05.30 WIB dengan muka berlumuran darah. Dugaan pembunuhan mencuat karena barang-barang berharga almarhumah masih utuh saat ditemukan, seperti perhiasan, uang dan kartu identitas.
 
Saat memberikan keterangan pers pada Rabu sore, Jakin yang didampingi Wakapolres Kompol Abdul Aziz Septiadi dan Kepala Satuan Reserse Kriminal AKP Zaldy Kurniawan menunjukkan tersangka AC dan sejumlah barang bukti dugaan pembunuhan tersebut.

Jakin mengakui, pengungkapan kasus ini cukup lama karena ada informasi yang terputus, ditambah keterangan tersangka yang berubah-ubah saat masih diperiksa sebagai saksi. Namun sejak dilantik menjadi Kapolres Kotawaringin Timur pada awal Mei lalu, dia bertekad mengungkap kasus ini dan ternyata terbukti.

Untuk membantu mengungkap kasus ini, penyidik dibantu ahli forensik untuk pemeriksaan jenazah korban. Hasilnya disimpulkan korban menderita hantaman benda keras di bagian kepala. 

Saking kerasnya, ditemukan pendarahan hebat di dalam otak disertai dengan tulang kepala yang remuk menekan batang orang di bagian kiri belakang. Polisi masih menyelidiki benda yang diduga digunakan untuk memukul korban.

Sementara itu untuk memeriksa tersangka, penyidik mendatangkan ahli poligraf untuk menjalankan pemeriksaan menggunakan "lie detector" atau pemeriksa kebohongan. Hasilnya, diduga kuat tersangka berbohong.

Hingga saat ini tersangka tidak mengakui perbuatannya, namun penyidik tetap memproses kasus ini karena setidaknya sudah ada empat bukti yang telah diamankan. Selain itu, keterangan sejumlah saksi sudah sinkron dengan bukti yang ditemukan sehingga dugaan kuat pelakunya adalah AC. 

Informasi dihimpun, sebelum kematiannya, tersangka dan korban sering cekcok, diduga lantaran korban menuntut dinikahi secara sah sesuai aturan hukum. Hal itu terlihat dari pesan singkat yang ditemukan polisi pada telepon selular milik korban.

Baca juga: Pemkab apresiasi konsistensi Akademi Jurnalistik PWI Kotim

Saat malam kejadian, tersangka dan korban diketahui pergi ke sebuah tempat karaoke di Sampit. Saat itu keduanya terlihat cekcok, kemudian pulang dengan kondisi tersangka sedang mabuk.

Saat itu sejumlah saksi melihat pasangan nikah siri itu pulang hanya berdua di dalam mobil. Hal itu sekaligus menepis adanya isu bahwa adanya oknum aparat yang terlibat saat itu.

Korban diduga dibunuh oleh BHT alias AC (60) di dalam mobil dengan dipukul menggunakan benda keras. Mayat korban kemudian dibuang di pinggir Jalan Pramuka. Usai kejadian itu, tersangka beralibi tidak tahu-menahu tentang kejadian itu, bahkan dia juga hadir ke acara pemakaman korban dengan wajah sedih.
 
"Setelah kami telusuri informasi yang hilang itu, alhamdulillah kami bisa mengungkap terang kasus ini. Nanti saat sidang juga akan kami datangkan ahli forensik dan ahli poligraf untuk memberikan kesaksian," tambah Jakin.

Tersangka dijerat dengan Pasal 338 dan atau Pasal 353 ayat (3) Sub Pasal 351 ayat (1) KUHPidana dengan ancaman kurungan penjara 15 tahun. Penyidik masih mendalami motif dugaan pria 60 tahun itu dalam pembunuhan tersebut.

"Sejauh ini, berdasarkan alat bukti dan saksi, dugaan pelakunya hanya mengarah pada tersangka. Namun tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain maka secepatnya kami sampaikan. Perlu diketahui, saat kejadian itu tersangka di bawah pengaruh minuman keras," demikian Jakin.

Baca juga: Warga antusias berobat gratis di Posko HARATI

Baca juga: Seluruh Fraksi DPRD Kotim sepakat segera bahas Raperda Pilkades

Baca juga: Pemkab Kotim ajukan perubahan peraturan pilkades

Pewarta : Norjani
Uploader : Admin 2
Copyright © ANTARA 2024