Banda Aceh (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bener Meriah, Provinsi Aceh, menyerahkan kulit harimau yang merupakan barang bukti tindak pidana perdagangan bagian satwa dilindungi kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh.
Kepala Seksi Barang Bukti dan Barang Rampasan Kejari Bener Meriah Wahyu Husni di Banda Aceh, Rabu, mengatakan penyerahan barang bukti kulit harimau beserta tulang-tulang itu setelah perkaranya inkrah atau memiliki kekuatan hukum tetap.
"Pengadilan memutuskan barang bukti kulit harimau beserta tulang-tulangnya dirampas untuk negara. Selanjutnya, kami menyerahkan ke BKSDA sebagai lembaga negara yang berwenang menangani masalah satwa dilindungi," katanya.
Wahyu menyebutkan kulit harimau beserta tulang-tulangnya tersebut merupakan perkara perdagangan ilegal bagian satwa dilindungi dengan terpidana Win Saini bin Sulaiman.
"Perkara ini dinyatakan inkrah atau memiliki kekuatan hukum tetap sejak 9 Juni 2020 berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Simpang Tiga Redelong, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh," katanya.
Selain merampas barang bukti kulit harimau beserta tulang-tulangnya, pengadilan juga menghukum Win Saini bin Sulaiman dengan pidana satu tahun enam bulan penjara serta hukuman denda Rp100 juta dengan subsider tiga bulan penjara.
"Kami selaku jaksa eksekutor berdasarkan undang-undang wajib melaksanakan putusan pengadilan. Termasuk menyerahkan barang bukti kulit harimau beserta tulang-tulangnya ke negara melalui BKSDA," kata Wahyu.
Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Madya BKSDA Aceh Taing Lubis mengatakan barang bukti kulit harimau beserta tulang-tulangnya yang diterima dari Kejari Bener Meriah selanjutnya akan diregistrasi sebelum dilaporkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dah Kehutanan.
"Setelah dilaporkan baru ditentukan langkah selanjutnya, apakah kulit harimau ini diserahkan ke museum maupun universitas sebagai alat edukasi atau dijadikan bahan penelitian," kata Taing Lubis.
Kepala Seksi Barang Bukti dan Barang Rampasan Kejari Bener Meriah Wahyu Husni di Banda Aceh, Rabu, mengatakan penyerahan barang bukti kulit harimau beserta tulang-tulang itu setelah perkaranya inkrah atau memiliki kekuatan hukum tetap.
"Pengadilan memutuskan barang bukti kulit harimau beserta tulang-tulangnya dirampas untuk negara. Selanjutnya, kami menyerahkan ke BKSDA sebagai lembaga negara yang berwenang menangani masalah satwa dilindungi," katanya.
Wahyu menyebutkan kulit harimau beserta tulang-tulangnya tersebut merupakan perkara perdagangan ilegal bagian satwa dilindungi dengan terpidana Win Saini bin Sulaiman.
"Perkara ini dinyatakan inkrah atau memiliki kekuatan hukum tetap sejak 9 Juni 2020 berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Simpang Tiga Redelong, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh," katanya.
Selain merampas barang bukti kulit harimau beserta tulang-tulangnya, pengadilan juga menghukum Win Saini bin Sulaiman dengan pidana satu tahun enam bulan penjara serta hukuman denda Rp100 juta dengan subsider tiga bulan penjara.
"Kami selaku jaksa eksekutor berdasarkan undang-undang wajib melaksanakan putusan pengadilan. Termasuk menyerahkan barang bukti kulit harimau beserta tulang-tulangnya ke negara melalui BKSDA," kata Wahyu.
Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Madya BKSDA Aceh Taing Lubis mengatakan barang bukti kulit harimau beserta tulang-tulangnya yang diterima dari Kejari Bener Meriah selanjutnya akan diregistrasi sebelum dilaporkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dah Kehutanan.
"Setelah dilaporkan baru ditentukan langkah selanjutnya, apakah kulit harimau ini diserahkan ke museum maupun universitas sebagai alat edukasi atau dijadikan bahan penelitian," kata Taing Lubis.