Jakarta (ANTARA) - Tahun 2021 sudah di depan mata, namun masalah yang ada di 2020 belum juga terselesaikan salah satunya adalah burnout atau parental burnout.
Burnout ataupun parental burnout adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami kelelahan mental yang luar biasa. Masalah ini banyak terjadi di sepanjang 2020, lantaran harus beradaptasi secara tiba-tiba dengan rutinitas baru selama pandemi COVID-19.
Ibu pekerja dan ibu rumah tangga adalah orang yang paling riskan mengalami burnout lantaran multiperan yang harus dihadapinya baik sebagai individu, istri, ibu, pekerja dan guru.
Baca juga: Risiko terserang masalah mental bisa meningkat akibat COVID-19
Putu Andani, M.Psi., psikolog dari TigaGenerasi mengatakan mampu mengatasi burnout merupakan bekal utama untuk bisa bertahan atau survive di tahun 2021. Apa yang sudah terjadi pada tahun 2020 bisa menjadi pelajaran berharga untuk menghadapi tahun yang baru.
"Ibu-ibu kalau ngelakuin sesuatu, gagal terus stres, burnout padahal kalau diingat-ingat ini pertama kali lho SFH (school from home), kita belum pernah lho sebelumnya. Jadi afirmasi positifnya bilang pada diri kita enggak apa-apa gagal, ini kan baru pertama," ujar Putu dalam diskusi "Tips Para Ibu Hadapi Tantangan 2021", Rabu.
Memberi afirmasi positif pada diri sendiri sangatlah penting untuk membantu membangun mental. Setelah itu, Anda bisa melakukan evaluasi dari rutinitas yang dikerjakan selama pandemi.
Baca juga: Psikolog sebut religiusitas tak berkaitan dengan kesehatan mental
Putu mengingatkan bahwa tidak ada seorang ibu sempurna yang mampu memegang kendali atau urusan rumah sendirian. Anda juga harus melihat ke belakang apakah selama ini telah menerapkan standar yang terlalu tinggi dalam pola pengasuhan.
"Evaluasinya adalah jadi rutinitasnya harus seperti apa sih supaya kita enggak terus-terusan ada di survival mood. Jadi apakah ada tugas parenting yang harus didelegasi, apakah ada standar parenting yang harus kita turunkan," kata Putu.
"Karena balik ke awal, role kita sebagai perempuan bisa lima atau empat role jadi satu, mungkin enggak semua ini kita ambil dan perfect, jangan-jangan ada standar yang harus diturunkan. Nah kalau hal-hal itu sudah kita lakukan dan hal-hal itu masih terjadi segera kontak ahli," ujar Putu melanjutkan.
Baca juga: Selena Gomez bantu masalah kesehatan mental dengan luncurkan kosmetik
Putu mengatakan bisa mengatasi masalah burnout tersebut, maka seorang ibu akan memiliki skill baru yakni kemampuan untuk memasrahkan dan mengikhlaskan jika sesuatu tidak berjalan sesuai rencana. Kemampuan baru ini akan membuat perasaan lebih tenang dan juga bahagia dalam menyambut 2021.
"Mental skill itu lebih susah daripada skill bersepeda atau memasak. Itu skill yang mungkin setelah delapan bulan pandemi selesai baru bisa mastering skill ini," ujar Putu.
Putu melanjutkan, "Jadi persiapan 2021-nya adalah skill-skill yang udah kita achivement, baik itu secara fisik atau mental kita kuatkan untuk menyambut tahun yang mau tidak mau kita harus lalui dan enggak bisa diprediksi."
Baca juga: Studi sebut sepertiga pasien COVID-19 di daerah ini alami perubahan kondisi mental
Baca juga: Efektifkah jalani terapi kesehatan mental lewat pesan teks?
Baca juga: Ciri-ciri anak sehat secara mental
Burnout ataupun parental burnout adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami kelelahan mental yang luar biasa. Masalah ini banyak terjadi di sepanjang 2020, lantaran harus beradaptasi secara tiba-tiba dengan rutinitas baru selama pandemi COVID-19.
Ibu pekerja dan ibu rumah tangga adalah orang yang paling riskan mengalami burnout lantaran multiperan yang harus dihadapinya baik sebagai individu, istri, ibu, pekerja dan guru.
Baca juga: Risiko terserang masalah mental bisa meningkat akibat COVID-19
Putu Andani, M.Psi., psikolog dari TigaGenerasi mengatakan mampu mengatasi burnout merupakan bekal utama untuk bisa bertahan atau survive di tahun 2021. Apa yang sudah terjadi pada tahun 2020 bisa menjadi pelajaran berharga untuk menghadapi tahun yang baru.
"Ibu-ibu kalau ngelakuin sesuatu, gagal terus stres, burnout padahal kalau diingat-ingat ini pertama kali lho SFH (school from home), kita belum pernah lho sebelumnya. Jadi afirmasi positifnya bilang pada diri kita enggak apa-apa gagal, ini kan baru pertama," ujar Putu dalam diskusi "Tips Para Ibu Hadapi Tantangan 2021", Rabu.
Memberi afirmasi positif pada diri sendiri sangatlah penting untuk membantu membangun mental. Setelah itu, Anda bisa melakukan evaluasi dari rutinitas yang dikerjakan selama pandemi.
Baca juga: Psikolog sebut religiusitas tak berkaitan dengan kesehatan mental
Putu mengingatkan bahwa tidak ada seorang ibu sempurna yang mampu memegang kendali atau urusan rumah sendirian. Anda juga harus melihat ke belakang apakah selama ini telah menerapkan standar yang terlalu tinggi dalam pola pengasuhan.
"Evaluasinya adalah jadi rutinitasnya harus seperti apa sih supaya kita enggak terus-terusan ada di survival mood. Jadi apakah ada tugas parenting yang harus didelegasi, apakah ada standar parenting yang harus kita turunkan," kata Putu.
"Karena balik ke awal, role kita sebagai perempuan bisa lima atau empat role jadi satu, mungkin enggak semua ini kita ambil dan perfect, jangan-jangan ada standar yang harus diturunkan. Nah kalau hal-hal itu sudah kita lakukan dan hal-hal itu masih terjadi segera kontak ahli," ujar Putu melanjutkan.
Baca juga: Selena Gomez bantu masalah kesehatan mental dengan luncurkan kosmetik
Putu mengatakan bisa mengatasi masalah burnout tersebut, maka seorang ibu akan memiliki skill baru yakni kemampuan untuk memasrahkan dan mengikhlaskan jika sesuatu tidak berjalan sesuai rencana. Kemampuan baru ini akan membuat perasaan lebih tenang dan juga bahagia dalam menyambut 2021.
"Mental skill itu lebih susah daripada skill bersepeda atau memasak. Itu skill yang mungkin setelah delapan bulan pandemi selesai baru bisa mastering skill ini," ujar Putu.
Putu melanjutkan, "Jadi persiapan 2021-nya adalah skill-skill yang udah kita achivement, baik itu secara fisik atau mental kita kuatkan untuk menyambut tahun yang mau tidak mau kita harus lalui dan enggak bisa diprediksi."
Baca juga: Studi sebut sepertiga pasien COVID-19 di daerah ini alami perubahan kondisi mental
Baca juga: Efektifkah jalani terapi kesehatan mental lewat pesan teks?
Baca juga: Ciri-ciri anak sehat secara mental